54 ߷ Back to the Majapahit Kingdom
•
•
•
"Gue nggak tanggung jawab ya kalo seandainya ini nggak berhasil."
Tamara mendelik tajam. "Kaga usah banyak bacot, buruan! Gue harus ngapain?"
Zhenira mendengkus kesal, Tamara begitu keras kepala. "Tutup mata lo, satuin pikiran lo sama gue. Jangan sampe pikiran lo melenceng dari tujuan awal. Karena gue gamau ngubah pikiran gue lagi."
"Iya-iya, bawel amat lo. Kerajaan Majapahit terakhir, 'kan? Iya, gue tau."
Zhenira menyeringai kecil tanpa disadari oleh Tamara. Dengan perlahan ia menutup matanya, berdoa dan memohon. Tamara yang melihat Zhenira sudah menutup mata akhirnya ikut menutup mata juga. Mereka mencoba menyatukan pikiran.
Beberapa menit terlewati di kamar itu dengan keheningan.
Tamara merasa ada yang menarik jiwanya dengan kuat. Cahaya putih memaksa masuk melalui celah kelopak matanya. Lantas dengan tiba-tiba, ia sudah terbaring di sebuah kamar mewah bernuansa kuno. Dengan cepat Tamara berdiri dari tidurnya dan memerhatikan penampilannya di depan cermin. Seketika kedua bola matanya membulat sempurna.
"Apa ini?! Kenapa gue masuk ke tubuh nenek tua ini?! Zhenira, sialan! Dia pasti sengaja ngelakuin ini. Gue harus cari tuh anak dan bikin perhitungan!"
Dengan emosi yang membara, Tamara membuka pintu kamarnya yang menjulang tinggi itu. Pemandangan istana yang luas dan asri sedikit membuatnya takjub. Lantas emosi kembali menguasainya sehingga dengan cepat ia kembali melanjutkan langkahnya.
"Ibu Surii! Anda mau ke mana?!"
Tamara tidak memedulikan suara-suara pelayan istana yang memanggilnya. "Ibu Suri? Cih, yang benar saja. Gue mau jadi Permaisuri, bukan Ibu Suri! Zhenira bangsat!"
🌌🌌🌌
Sementara di tempat lain. Zhenira yang baru saja bangun langsung menangis dengan kencang hingga membuat para dayang pribadinya masuk dan bertanya 'apa yang terjadi?' dengan khawatir.
"Astaga Putri, Anda sebenarnya kenapa? Nanti gawat kalau Baginda sampai tahu jika Anda menangis tanpa alasan seperti ini."
Bukannya berhenti, Zhenira malah menangis semakin kencang. Bhre Kertabhumi yang memang hendak mengunjungi istri keduanya itu langsung panik ketika mendengar suara tangisan dari kamar Putri Cina.
"Apa yang terjadi?"
Para dayang mundur teratur begitu melihat Sang Raja memasuki ruangan. Dengan langkah tegasnya, Baginda mendatangi Putri Cina yang masih menangis dengan kencang tersebut. "Apa yang terjadi denganmu?"
Zhenira yang mendengar suara itu langsung mendongakkan kepalanya dan tatapan matanya seketika bertemu dengan Sang Raja. Bhre Kertabhumi terkejut, ia kenal warna mata itu. "Kamu-"
Zhenira menatap Sang Raja dengan teduh. "Iya Baginda, ini saya." Zhenira menjawab dengan mantap tanpa ada keraguan.
"Semuanya keluar dari kamar ini sekarang!"
Semua prajurit dan dayang yang berada di kamar Putri Cina langsung serentak keluar karena perintah sang raja. Setelah mereka semua keluar, dengan cepat Bhre Kertabhumi menutup rapat pintu kamar tersebut.
"Apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa kembali ke sini? Ini bahkan sudah 5 bulan sejak kalian pergi."
Zhenira yang masih sesenggukan dibuat terkejut dengan pengakuan Bhre Kertabhumi. "Lima bulan?" tanyanya.
Baginda mengangguk tegas. "Sejak kalian bertiga pergi, ketiga istriku kembali seperti semula. Saling bermusuhan dan melempar makian satu sama lain. Namun karena itu, aku berusaha menyatukan ketiganya dengan berbagai cara. Usahaku membuahkan hasil pada bulan ketiga, mereka semakin akrab meskipun masih sering melempar cemoohan."
Zhenira mendengarkan dengan seksama, bibirnya seketika tertarik ke atas.
Syukurlah, setidaknya gue nggak benar-benar melakukan kekacauan di sini.
"Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau kembali ke sini?" tanya Sang Raja kemudian. Zhenira menghela napasnya. Lantas menceritakan semua kejadian yang dialaminya di dunia nyata. Mulai dari dirinya yang kecelakaan dan kritis waktu itu, penculikan yang terjadi padanya saat ini dan perihal Tamara yang ikut dirinya ke dunia ini.
Bhre Kertabhumi menggeram marah, ia benar-benar tak habis pikir ada gadis sejahat Tamara di dunia. "Jadi tubuh aslimu diracuni?" tanyanya kemudian. Zhenira mengangguk pelan. Ia sungguh bingung sekarang, entah apa yang harus dia lakukan. Hanya ini yang bisa dia lakukan untuk menghindar dan lepas dari Tamara sejenak.
Bhre Kertabhumi menatap iba pada gadis di depannya. Dia tidak menyangka kalau kehidupan gadis bernama asli Zhenira ini begitu rumit. Namun sejauh yang dia tahu, Zhenira adalah gadis baik dan sudah sewajarnya ia ikut membantunya.
"Aku akan membantumu."
Zhenira sontak mendongak dan mengerutkan keningnya. "Maksud Baginda?" tanyanya tidak mengerti.
"Ayo kita cari gadis jahat itu. Kau datang ke sini bersamanya, 'kan? Sudah pasti dia ada di istana sekarang. Akan lebih bagus kalau dia masuk ke tubuh seorang pelayan."
Ah, Zhenira mengerti arah pembicaraan Baginda. Dengan senyuman tipis, ia mengangguk singkat. Keduanya langsung bergegas keluar dan melakukan misi pencarian terhadap Tamara.
🌌🌌🌌
Dua mobil berbeda warna itu berhenti di depan pagar. Dengan cepat, semua orang yang berada di dalamnya keluar dan mengepung bagian depan rumah besar itu. Namun, dengan sembunyi-sembunyi.
"Gue bakal masuk duluan. Tunggu kode dari gue, baru kalian masuk dan serang para penjaga itu."
"Kenapa kita harus percaya sama lo?"
Duak!
Trax menyikut perut Oscars dengan kuat hingga membuat sang empunya meringis kesakitan. "Apaan sih lo?!" serunya tak terima.
"Diem dulu, bangsat! Kalo lo nggak sudi ikutin instruksi Shadow, sono ke dalem sendiri." Trax berujar dengan kejam.
Oscars hanya bisa terdiam dan berdecih kesal. Ya, bagaimanapun cuma Shadow yang tahu seluk-beluk rumah ini. Sekali ini saja ia akan mencoba percaya pada cowok itu.
Marcell memijit pelipisnya yang berdenyut. "Ribut mulu," gumamnya.
Tanpa berlama-lama lagi, Shadow langsung keluar dari tempat persembunyian dan menekan beberapa tombol. Seketika gerbang tersebut terbuka, terlihat ada beberapa penjaga yang menyapa Shadow dengan ramah.
"Sialan, dia bener-bener anak Keluarga Artzilla ternyata," umpat Oscars yang membuat Zero mengangguk setuju. Begitupun dengan yang lainnya, mereka masih tidak menyangka sama sekali kalau Tamara itu adalah adiknya Shadow.
Terlihat Shadow yang sepertinya memerintahkan seluruh penjaga agar pergi dari area gerbang. Entah apa yang dia lakukan, yang jelas sekarang mereka bisa masuk dengan aman. Shadow mengkode teman-temannya dengan gerakan tangan. Dengan cepat, mereka pun akhirnya langsung masuk ke dalam.
Mereka bertujuh jalan mindik-mindik sudah seperti penyusup di tipi-tipi. Shadow berada di depan sebagai pemimpin jalan. Sementara Marcell memutuskan berjaga di bagian belakang bersama Trax.
Prok, prok, prok!
"Wahh, lihat siapa yang datang."
Mereka langsung membeku begitu mendengar suara yang memergoki mereka. Seorang pria paruh baya turun dari tangga. "Apa ini Reynand? Kamu membawa teman-temanmu ke rumah. Hmm, tumben sekali."
Shadow berdecih.
Mereka menatap dua orang ayah dan anak tersebut dengan bingung. Mereka tidak tahu situasi seperti apa yang tengah mereka hadapi saat ini.
Roberto Artzilla melanjutkan langkahnya menuruni tangga. Aura pria paruh baya tersebut begitu mendominasi. "Saya tau tujuan kalian kemari," ujarnya.
Zero mengepalkan tangannya saat melihat seringai menyebalkan dari pria paruh baya tersebut. Begitu memuakkan baginya. Seringai jahat, penuh kebohongan. Itu yang dia tangkap dari seringaian tersebut.
"Kalian harusnya tidak perlu repot-repot datang ke sini untuk menyelamatkannya. Karena saya sendiri yang akan mengantarkan jasadnya pada kalian."
"Bangsat! Apa maksud lo, hah?!" Oscars yang memang emosian itu sudah ancang-ancang akan menghampiri pria tersebut jika saja Zero dan Kevin tidak menahannya.
Shadow yang sedari tadi diam akhirnya membuka suara. "Di mana Papa menyembunyikan Zhenira?" tanya Shadow. Suaranya terdengar sangat dingin. Maxime sampai bergidik dibuatnya, baru kali ini ia melihat Shadow seserius itu.
Yahh, meskipun tiap hari juga serius sih, tapi yang ini lebih serius!
"Saya sudah bilang, kalian tidak per-"
Sret!
Dengan gerakan cepat, Shadow menodongkan pistolnya pada sang papa. "Cepat katakan Mr.Robert," ujarnya. Roberto Artzilla belum pernah merasa terintimidasi selama ini, tapi berbeda dengan sekarang. Ia merasa terintimidasi oleh darah dagingnya sendiri.
"Kalian kenapa diam saja?! Cepat tangkap mereka!" seru Robert pada anak buahnya. Oscars, Zero, Marcell, Trax, Maxime dan juga Kevin reflek mengeluarkan pistol mereka saat anak buah Roberto menodongkan senjata pada mereka.
"Jangan coba-coba mendekat!" seru Shadow. "Atau boss kalian ini akan kehilangan kepalanya sekarang juga!" lanjutnya.
Robert menggeram dan terus memaki-maki anak pertamanya itu dalam hati. Reynand memang tidak pernah menganggapnya dan Tamara sebagai bagian dari keluarga. Namun, ia tidak menyangka kalau Reynand benar-benar membencinya sampai lebih memilih berpihak pada teman-temannya seperti ini.
"Cepat bawa kami ke tempat Anda menyekap Zhenira!"
Karena tidak ada pilihan lain, Robert pun akhirnya berjalan kembali menuju lantai atas, masih dengan sebuah pistol yang menodong kepalanya. Ia mengantarkan para remaja laki-laki itu ke kamar Tamara.
"Zhenira!"
•
•
•
Waduhh! Buruan jemput jiwanya Zhenira sebelum terlambat!
Greget banget sama part ini, sumpah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro