51 ߷ Sweet Ending Bitter
Jangan lupa putar playlistnya,
biar lebih ngena bacanya.
•
•
•
"Lo cantik banget malam ini Zhe," ujar Zero dan langsung membalikkan badan tanpa memedulikan Zhenira yang wajahnya sudah memerah, siap meledak lantaran merasa malu.
"Pipi gue panas, oksigen mana oksigen?! Huaaa, gue bisa gilaaa!"
Zhenira berlari dengan kecepatan maksimal kembali ke dekat panggung di mana Kesya sudah berkacak pinggang di sana. "Ngambil minum kok lama banget sih, Zhe?" tanyanya dengan kesal. Kesya langsung menyambar botol minuman yang dibawa Zhenira dan meneguknya hingga habis. "Ngapain aja lo?" tanyanya lagi.
Ditanya seperti itu membuat Zhenira mengingat kembali kejadian barusan, pipinya tambah memanas. Ia menggeleng cepat dan langsung menarik Kesya kembali ke atas panggung. "Udah lewat lima menit nih, lebih semenit bahkan."
Kesya mendengkus sebal. "Ya kan lo yang bikin lama, anjir. Kenapa jadi sewot ke gue?" Tanpa membuang waktu lagi, Kesya dan Zhenira segera mengambil microphone mereka dan berjalan ke tengah panggung.
"Haloo, semuaa! Kembali lagi bersama saya, Amanda Kesyara dan-"
"Zhenira Silvanna Evans di sini!" seru Zhenira sembari melambaikan tangannya dengan semangat. Tepuk tangan kembali terdengar begitu Zhenira selesai dengan kalimatnya.
"Sebelum acara utamanya dimulai, silakan kepada para juri untuk menyampaikan peraturan dan ketentuan yang ada bagi semua peserta yang ikut kontes."
Salah satu juri laki-laki berdiri dan menyampaikan peraturan. Dilihat dari penampilannya, sepertinya beliau bukan orang sembarangan.
"Sebenarnya peraturannya simpel. Tidak boleh lipsync untuk yang ingin menampilkan bakat menyanyi dan membawa alat sendiri untuk penampilan bakat selain di bidang musik. Ada tambahan?"
"Saya ingin menambahkan." Juri perempuan yang berada paling ujung mulai berdiri. "Untuk hasil akhir, kita hanya mengambil orang yang bakatnya tersebut benar-benar bisa mengimbangi dan memajukan bangsa di bidang yang telah digandrungi."
"Tidak hanya di kancah nasional, tapi internasional. Para sponsor di sini sudah siap menggaet kalian yang berhasil menarik hati mereka dengan kemampuan dan bakat yang kalian tampilkan," imbuh seorang juri yang duduk dengan jarak dua kursi dari tengah.
"Wahh, simpel sekali peraturannya ya. Para peserta harus semangat, nih. Peraturan udah simpel, dapet benefit gede lagi kalo kepilih. Kapan lagi coba ada kesempatan kayak gini. Bener nggak, Zhe?"
Zhenira menganggukkan kepalanya. "Bener banget Key, benefitnya nggak main-main lagi. Pasti yang kepilih bakal beruntung banget."
"Iyalah beruntung banget. Oke, langsung saja kita panggil peserta pertama ya. Dia ini cowok ganteng, penulis ulung, ketua jurnalistik pula. Pasti kalian tau dong siapa orangnya? Apalagi cewek di samping saya ini."
Blush!
Zhenira langsung memalingkan wajahnya dari Kesya yang tengah mengerling jahil padanya. Pipinya sedikit memanas, tapi dengan cepat Zhenira mencoba mengendalikannya.
"Langsung saja kita panggil orangnya."
"Farzero Alando Dawson!"
Semua mata langsung mengarah pada cowok yang baru saja menaiki panggung. Penampilannya begitu sederhana, namun ketampanan wajahnya di atas rata-rata. Mulutnya tak bicara, ia bungkam, namun senyuman yang timbul di bibirnya begitu memabukkan.
Dengan langkah pelan tapi pasti, Zero berjalan ke tengah panggung. Mengambil gitar yang tadi digunakan oleh Shadow dan memakainya. Tatapan matanya tidak sengaja bersirobok dengan Zhenira yang berdiri di ujung panggung, tepat di belakang Kesya. Seringai kecil terpatri di bibirnya. Zhenira terkejut, hampir saja ia menjatuhkan mic yang dipegangnya jika suara Kesya tidak menginterupsinya.
"Fokus, heh!" Kesya mendelik ke arah Zhenira yang malah terdiam dengan pipi yang sedikit memerah. Kakinya sudah melemas karena tidak kuat dengan tatapan dan seringai yang Zero tunjukkan tadi.
Kenapa sih gue sukanya cowok yang modelan kayak dia?! Bikin jantungan aja, tau nggak?!
Zhenira berteriak frustasi dalam hatinya. Ia berdehem untuk mengurangi dentuman hebat yang terjadi pada jantungnya.
Zero mendudukkan dirinya pada kursi tinggi di tengah panggung, mirip seperti bar stool tapi lebih tinggi. Ia mengatur mic yang berada di depannya agar sesuai dengan posisi mulutnya. Gitar pun sudah dipangkunya dengan sempurna. Tangan kekarnya terangkat menyentuh ujung mic dan bibirnya mulai terbuka.
"Sebelum saya mulai, saya ingin menyampaikan beberapa kata. Saya tidak berharap banyak para juri atau para sponsor akan memilih saya. Saya mengikuti kontes ini hanya karena ingin dan terakhir, selamat menikmati lagunya."
Lampu di sekitar panggung seketika meredup, berganti dengan lampu yang menyorot ke arah Zero. Cowok itu mulai memetik senar gitarnya. Intro mulai terdengar. Zhenira kenal lagu ini, lagunya Andra and The Backbone - Sempurna.
Kau begitu sempurna, dimata ku kau begitu indah
Kau membuat diri ku, akan s'lalu memujamu
Kesya menganga, aura Zero seketika berubah saat menyanyikan lirik pertama tersebut. Bukan hanya dia, semua kaum hawa sepertinya dibuat terkejut secara berjamaah.
Di setiap langkah ku, ku 'kan s'lalu memikirkan, dirimu
Tak bisa ku bayangkan hidup ku tanpa cintamu
Saat menyanyikan kalimat terakhir, entah yang lain sadar atau tidak, tapi Zero menatap ke arah Zhenira. Suara berat cowok itu membuatnya suka bukan main.
Janganlah kau tinggalkan diriku
Tak 'kan mampu menghadapi semua
Hanya bersamamu ku akan bisa
Petikan gitar yang Zero mainkan berhenti beberapa detik. Menatap dalam pada gadis yang ia sukai, gadis yang ia kagumi. Zhenira merona, ia menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah itu.
Kau adalah darahku
Kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku, lengkapi diriku
Oh sayangku kau begitu
Sempurna
Di lirik terakhir dan dipetikan gitar terakhir, Zero memberikan senyuman lebarnya yang sontak saja membuat tepukan tangan dan sorakan kagum memenuhi area lapangan SMA Negeri Majalengka.
"Wahh penampilan yang bagus dari seorang Farzero! Kasih tepuk tangan yang meriah dong!" Kesya berteriak heboh. Dirinya juga tidak henti-hentinya berdecak kagum. Tepuk tangan kembali terdengar, bahkan lebih ramai.
"Eum, sebenarnya saya belum selesai." Suara Zero barusan kembali menginterupsi, orang-orang mengalihkan perhatiannya ke arah panggung. Menatap bingung pada cowok yang mulai berdiri dan meletakkan gitarnya tersebut.
Dengan langkah pasti, Zero berjalan ke sudut panggung. Tepat ke arah Zhenira yang berdiri kaku. Kesya menatap Zero dan Zhenira secara bersamaan, lantas tersenyum miring. Sepertinya ia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Jadi tanpa disadari oleh Zhenira, Kesya berjalan mundur memberi ruang pada mereka berdua.
🌌🌌🌌
"Siapa pemuda itu Oscars?" tanya Tante Dhian yang duduk di sebelahnya. Ya, Oscars saat ini tengah bergabung dengan keluarganya di bagian VVIP untuk ikut menonton. Oscars yang sudah tahu apa yang akan dilakukan Zero hanya tersenyum tipis. Ia tahu duluan karena Zero sudah meminta izinnya untuk itu.
"Aaa dia itu cowok yang disukai Zhenira loh, Tan. Sepertinya cowok itu juga menaruh hati pada Zhenira. Masa Tante Dhian nggak tau?" Oscars berujar pelan, matanya tidak lepas dari kedua sejoli yang saat ini tengah menjadi pusat perhatian.
Dhian menggeleng pelan. "Zhenira tidak pernah cerita kalau punya gebetan setampan itu. Seandainya aja tante seumuran kalian, udah tante gebet itu anak orang."
Brak!
Darren yang mendengar kalimat terakhir istrinya itu dengan reflek menendang kursi yang diduduki oleh Dhian, membuat sang empunya melotot kesal padanya. Namun, siapa yang peduli. Ia hanya cemburu, memangnya salah? Darren menggerutu melihat istrinya yang lagi-lagi menatap putrinya dan cowok asing itu dengan pandangan berbinar-binar.
Darren pun juga tidak tahu siapa cowok yang berani-beraninya mendekati putrinya itu. Untuk wajahnya si, lumayan lah. Kemampuan vokal dan bermain gitar, hm 80% keknya. Namun Darren masih belum tahu latar belakangnya, dari keluarga yang baik-baik kah atau bagaimana. Juga kepribadian pemuda itu, ia belum tahu sama sekali. Putrinya itu tidak pernah cerita kalau punya gebetan seperti itu.
🌌🌌🌌
"Zhenira Silvanna Evans. Gue tau mungkin ini terlambat, tapi gue sayang lo. Gue sayang sama lo, sejak lo terus-terusan berputar di otak gue dan terus muncul di mimpi gue. Gue pengen jadi pelindung sekaligus orang yang lo sayangi. Cewek yang selalu buat gue khawatir karena tingkah cerobohnya, cewek yang selalu buat gue deg-degan setiap gue nggak sengaja bertatapan sama dia. Cewek yang selalu buat gue bingung sama perasaan gue sendiri. Cewek yang berhasil buat gue suka sama dia. Cewek itu lo, lo Zhenira. So, will you be my girlfriend?"
Zhenira menutup mulutnya, ia syok berat. Zero menyatakan perasaan padanya? Zero memintanya menjadi pacar cowok itu? Benarkah? Apakah ini mimpi?
Kalo ini mimpi ... Fiks, gue gamau bangun.
Zero memegang tangan Zhenira dan mengelus punggung tangan gadisnya. "So, apa jawaban lo?" Zero tersenyum tipis saat merasakan tangan Zhenira yang dingin dan sedikit gemetar.
Dengan kaku dan rasa senang yang membuncah, Zhenira membalas senyuman Zero. "Gue mau," cicit Zhenira.
"Apa? Nggak kedengeran Zhe, ulangi coba." Zero mengerling nakal pada gadis yang tengah membolakan mata bulatnya kini. Pipinya semakin memerah dan Zero suka itu.
"Iya, gue mau jadi cewek lo."
Zero tersenyum tipis, kemudian sedikit mengangkat kedua punggung tangan Zhenira dan menciumnya. "Thanks udah bales perasaan gue."
"Anjir anjir anjir, gila men! Si Zero ternyata bisa romantis juga, nggak nyangka gue. Bangga gue sama lo, Bro."
Itu Maxime, yang entah sejak kapan sudah berdiri di sana sambil membawa microphone dan memberikan tepukan ala sahabat pada bahu Zero. Bukan hanya Maxime, Trax dan Kevin bahkan sudah berada di sana. Mereka heboh sendiri sampai membuat Linda dan Marcell yang berada tepat di bawah panggung harus menutup wajahnya lantaran merasa malu.
"Bukan temen gue," ujar keduanya bersamaan. Linda dan Marcell saling pandang, lantas tertawa bersama. Marcell merangkul bahu sang kekasih dan menonton aksi tidak terduga dari teman-temannya.
Prok, prok, prok!
"Ciee yang jadian ..."
"Selamat ya kalian!"
"Aaa, Kak Zero kok pacaran sih?!"
"Masdep gue jadian sama orang lain."
Suara riuh tepuk tangan dan siulan saling bersahutan. Zhenira terkikik geli mendengar tangisan bombay para penggemar Zero yang tidak sengaja ia dengar. Gadis dengan penampilan gothic itu membisikkan sesuatu pada Zero. "Gue juga sayang sama lo kok," katanya.
Setelahnya Zhenira langsung mengusir teman-temannya yang malah membuat kerusuhan di atas panggung, termasuk sang pacar. Ia menyambar microphone miliknya dari tangan Maxime dan mendelik tajam pada mereka. "Pergi nggak lo semua. Pertunjukannya jadi tercemar," ujarnya dengan pelan dan senyuman manis yang dibuat-buat.
Para laki-laki pejuang cinta itu langsung meneguk ludahnya susah payah dan mundur teratur. Zhenira jadi berkali-kali lipat seramnya kalau sudah marah, apalagi sekarang kostum yang dipakainya serba gothic semua.
"Ahaha, maaf ya semua. Anggap saja tadi itu iklan. Jadi mari kita lanjutkan pada penampilan bakat kedua!"
•
•
•
Anjay, Zhenira dijedor dong😭
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro