47 ߷ Missing? Or Forget?
•
•
•
"Kenapa? Kok kayaknya gawat gitu," tanya Maxime.
Oscars mengacak rambutnya frustasi, ekspresi cemas jelas terlihat pada wajah tampannya. "Zhenira sampe sekarang belum pulang ke rumah katanya," jawab Oscars sembari menggertakkan giginya. "Gue harus nyari dia, takut terjadi apa-apa," lanjutnya.
"Ya udah, ayo cari dia anjir. Kita bantuin ikut nyari Zhenira."
Oscars menganggukkan kepalanya setuju. Dia, Trax, Maxime, dan Shadow pun langsung bergegas keluar dari cafe menuju kendaraan masing-masing. Mereka berempat awalnya memang lagi nongkrong biasa sambil bahas acara kontes pencarian bakat yang akan diadakan beberapa hari lagi.
Secara mereka, anak D'Most Saga diminta Marcell buat mengisi pembukaan kayak biasa. Mereka mana bisa menolak permintaan sang ketos. Lagipula itu kan untuk kesuksesan acara sekolah mereka juga. Jadi ya, mereka tengah berdiskusi untuk hal itu tadi.
Setelahnya, keempat remaja laki-laki itu benar-benar pergi dari area cafe, tancap gas menuju rumah Kesya. Ya, siapa tahu Zhenira main ke rumah salah satu sahabatnya itu kan.
🌌🌌🌌
Kesya yang tengah asik menyapu teras harus dibuat terkejut karena member D'Most Saga tiba-tiba nongol di depan pagar rumahnya. Ia pun bergegas menghampiri teman-temannya tersebut. "Ada apa? Kok tumben ke rumah gue?" tanyanya.
"Zhenira ada dirumah lo nggak?" tanya Oscars to the point.
Kesya mengerutkan keningnya lantas menggeleng pelan. "Gaada tuh, bukannya dia udah pulang ya?"
"Itu dia, harusnya dia emang udah pulang, tapi kata Tante Dhian dia belum pulang sampe sekarang," sahut Maxime kemudian.
"Kok bisa?!"
"Gatau lah anjir," ujar Trax kesal.
Kesya mencibir pelan. "Ya udah, bentar gue telepon Linda dulu. Mungkin aja dia ada di rumahnya sekarang." Dengan cepat Kesya kembali ke dalam rumah sembari menenteng sapunya kemudian mengambil ponselnya. Mencari kontak Linda dan langsung menelepon sahabatnya itu.
"Halo Lin, Zhenira ada di rumah lo nggak?" Kesya kembali ke luar rumah dan melihat teman-temannya itu malah duduk lesehan di terasnya. Mendengar suara Kesya, keempat remaja laki-laki tersebut sontak menoleh. Kesya menyalakan loud speakernya agar teman-temannya bisa mendengar.
"Gaada, kan tadi dia pamit pulang duluan sama kita. Lo tau sendiri," jawab Linda di seberang sana. Mereka langsung terdiam, berpikir kemungkinan-kemungkinan di mana kiranya Zhenira berada.
"Terakhir kali lo lihat Zhenira di mana?" tanya Trax pada Kesya.
"Di sekolah," jawab Kesya. "Dia kayak yang buru-buru banget gitu, dia juga bilang udah dijemput Om Darren. Terus langsung pamit pulang duluan."
"Apa mungkin, dia bohong waktu dia bilang udah dijemput?" celetuk Shadow. Mereka berlima langsung saling pandang dan menggumam.
"Bisa jadi kalau dia masih di sekolah."
"Bisa jadi sih, ya udah kita cari ke sekolah aja."
Kesya berdecak kesal. "Kenapa nggak coba telepon anaknya aja, sih?"
Oscars memutar bola matanya malas. "Lo pikir dari tadi gue nggak coba telepon dia? Salahin aja kebiasaannya yang suka me-silent ponselnya itu." Kesya menepuk dahinya keras. Ia lupa kalau Zhenira memang tidak suka akan bunyi notifikasi pada ponselnya.
"Ya udah, cari aja ke sekolah." Shadow memberi saran lagi, ia jadi ikutan stress kalau teman-temannya seperti ini.
"Gue ikut," sahut Kesya.
"Nggak usah Key, ntar kita kabarin aja."
"Tau lo, ikut-ikutan aja. Kaga muat mobil gue," ujar Trax yang membuat Kesya ingin sekali memukul cowok itu sekarang juga. Dengan terpaksa Kesya mengiyakan saja, toh lagi pula Trax memang benar. Dia mau duduk di mana kalau ikut?
🌌🌌🌌
Setelah berpamitan pada pemilik rumah, anak D'Most Saga langsung bergegas ke sekolah untuk memastikan. Sesampainya di sana, mereka tidak bisa masuk karena gerbang sekolah dikunci. Akhirnya dengan modal nekat, keempat remaja laki-laki itu menggunakan pintu terobosan. Letaknya tepat di sebelah ruang sekretariat.
Bruk!
Trax lompat lebih dulu dan mengkode ketiga membernya agar segera ikut memanjat dan lompat. Motor mereka tinggal di luar, menitipkannya pada pemilik sebuah warung nasi pecel di ujung jalan.
"Ayo buruan!"
Maxime mendelik. "Sabar napa anjir," gerutunya. Ia memanjat pagar tersebut dan melompatinya dengan mudah. Dilanjutkan dengan Shadow dan Oscars terakhir.
"Kita mencar, gue bakal terus telepon si Zhenira. Nanti kalo ketemu, langsung kabarin di grup." Oscars memberikan instruksi, Trax dan yang lain mengangguk setuju. Setelahnya mereka langsung berpencar mencari Zhenira di area sekolah mereka.
Jam saat ini sudah menginjak pukul 16.40, sudah semakin malam bukan? Oscars khawatir terjadi apa-apa dengan sepupunya itu. Menurut kesaksian Kesya dan Linda kan, Zhenira kemungkinan masih berada di sekolah. Jadi mau tidak mau, mereka harus mencari di sekolah terlebih dahulu. Jika memang tidak ada tanda-tanda keberadaan Zhenira di sekolah, terpaksa mereka harus melapor pada papanya, terutama Om Darren.
Oscars meringis ketika membayangkan dirinya akan terkena bogeman lagi dari omnya itu. Luka waktu itu saja kadang masih terasa nyeri, terutama bagian rahang dan pipinya. Namun, Oscars sudah biasa. Karena sedari kecil, om dan papanya mendidiknya dengan keras.
Oscars membuka ponselnya dan kembali mencoba menghubungi sepupunya tersebut. Helaan napas terdengar dari bibir pemuda itu. Masih tidak diangkat juga. Sebenarnya ke mana Zhenira?
🌌🌌🌌
Trax mencari di setiap kelas yang bisa dijangkau oleh penglihatannya. Sudah 20 kelas yang dia lewati, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Zhenira di sini. Dengan sedikit berlari, pemuda tersebut mencari ke ruang guru dan sekitar lapangan.
Saat melewati lapangan, netranya tidak sengaja melihat pintu perpustakaan yang terbuka lebar. "Bukannya perpustakaan harusnya udah di tutup ya sama Pak Slamet?" gumamnya bingung. Karena penasaran, Trax pun akhirnya berjalan ke perpustakaan. Dia tidak ada prasangka apa-apa sebelumnya, hanya iseng melihat.
Namun, siapa sangka jika dia menemukan orang yang sedari tadi dicari-cari oleh mereka, Zhenira. Trax kenal dengan kuncir rambut yang dipakai gadis itu. Dengan langkah pasti, ia memasuki perpustakaan dan dirinya harus dibuat geleng-geleng kepala karenanya.
Gadis itu sepertinya memang tertidur sehingga tidak sadar kalau hari sudah hampir malam. Dengan tumpukan raport dan satu buku bertuliskan 'rekapan nilai' di meja tersebut, akhirnya Trax paham masalahnya sekarang. Zhenira pasti ketiduran karena kelelahan mengerjakan rekapan nilai tersebut.
"Udah pasti sih ini di suruh Bu Erna," gumamnya. Trax kenal betul guru Fisika yang menjabat sebagai wali kelas di kelasnya Zhenira tersebut. Beliau memang sangat tegas dan keras dalam mendidik. Beberapa kali Zhenira memang pernah bercerita kalau dia diminta membantu Bu Erna untuk mengerjakan rekapan nilai. Mungkin ini salah satu contohnya.
Akhirnya dengan cepat, Trax membuka ponselnya dan mengabari teman-temannya kalau dirinya sudah menemukan Zhenira. Kemudian, ia membangunkan Zhenira yang tengah asik menjelajah dalam tidurnya.
🌌🌌🌌
"Sumpah ya Zhe, gue kurung juga lo lama-lama kalo kek gini terus."
Oscars masih saja terus mengomeli sepupunya itu sedari tadi. Telinga Zhenira sampai terasa panas mendengar omelan sepupunya yang bawel itu. Memangnya salah kalau dia ketiduran? Kan enggak, mana tahu juga kalau bakal ketiduran.
"Sstt, diem napa. Iya gue ngerti, harusnya gue kasih kabar. Ya gimana, namanya juga orang lupa, ketiduran."
Zhenira berjalan mendahului Oscars menuju kamarnya. Ia sebal karena orang-orang terus saja memarahinya. Nggak Oscars, nggak bundanya, sama saja.
Ngertiin dong kalo gue baru pulang, capek. Mana tadi respon Bu Erna nggak ngenakin banget, udah dibantuin juga. Dianterin ke rumahnya pula, kayak perintahnya tadi siang, tapi tetep aja gue disinisin kek gitu. Nyebelin banget, sih!
Sungguh, Zhenira tidak berbohong, ia benar-benar capek sekarang. Orang-orang dirumah malah semakin memarahinya, apalagi sepupunya itu yang sedari di perpustakaan tadi sudah mengomelinya. Iya, paham banget dia kalau mereka khawatir, tapi seenggaknya ngertiin dia juga dong.
"Bodo amat anj!"
Masih dengan wajah ditekuk dan lelah yang luar biasa, Zhenira lantas membuka dan membanting pintu kamarnya dengan keras. Ia langsung menenggelamkan wajahnya pada tumpukan bantal dan bonekanya. Air matanya turun tanpa diminta. Ia merasa masalah terus saja menghampirinya, tidak di dunia nyata, dunia mimpi, sampai perbatasan kedua dunia yang tidak dia mengerti pun juga.
Ia paham, paham banget kalau semua ini sudah takdir dari Tuhan. Ia sedang diuji sekarang. Tidak bisa apa, tidak bisa apa ia beristirahat sejenak? Sebentar saja, untuk memulihkan pikiran, hati serta tenaga. Ia hanya ingin hidup tenang, itu saja. Dengan perasaan yang lebih lega sehabis menangis, Zhenira memutuskan berendam sejenak untuk merilekskan badannya. Hmm, berendam mungkin memang solusi terbaik saat ini.
Malam itu, Zhenira menghabiskan waktunya dengan berendam dan menonton anime kesukaannya. Ya, sekedar untuk mengalihkan pikirannya dari masalah yang akhir-akhir ini membuat dirinya stress dan frustasi.
Hanya itu yang bisa dia lakukan untuk sekarang.
•
•
•
Orang rumah pada khawatir, pada nyariin. Eh, sang empunya malah ditemukan tidur di perpustakaan sekolah:')
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro