Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37 ߷ Direct Warning



"Nahh, Zhenira. Perkenalkan, kami adalah The Guardian. Penjaga perbatasan kedua dunia. Kami sebenarnya ada delapan orang, yang dua lagi sedang menjalankan tugas." Geraldz berkata dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya. Pemuda itu memang yang paling terlihat berwibawa di antara lainnya.

Benar-benar karakter seorang pemimpin.

Zhenira berdiri dan membungkukkan badannya beberapa derajat, lantas bangun dan tersenyum tipis. "Salam kenal, saya Zhenira Silvanna Evans. Senang bertemu dengan kalian." Zhenira berujar dengan sopan, sungguh dia tidak pernah melakukan perkenalan sesopan ini sebelumnya. Namun, ia saat ini tengah berhadapan dengan makhluk yang bukan manusia. Jadi, dia harus sedikit menunjukkan rasa hormat.

"Manis sekali kamu."

Pemuda yang memiliki warna rambut ungu memandangnya dengan mata yang berbinar-binar. Zhenira sampai harus dibuat bergidik geli melihatnya.

"Jaga sikapmu Neutraz," tegur pemuda pemilik rambut coklat keemasan yang tadi menatapnya tajam.

"Ahh maaf, aku hanya berkata jujur."

Zhenira tersenyum kikuk.

Situasi macam apa ini?! Kalau di film-film, mungkin sudah ada perempatan sudut di pelipisku.

"Silakan duduk dulu, Zhenira."
Dengan senang hati Zhenira menuruti perintah Geraldz, gadis itu langsung mendudukkan dirinya kembali.

"Aku hanya akan mengatakan ini sekali padamu Zhenira. Jadi, dengarkan baik-baik."

Nada bicara Geraldz mulai terdengar serius, Zhenira sampai harus meneguk ludahnya yang terasa kering di kerongkongan. Ia memfokuskan dirinya menghadap Geraldz dan bersiap untuk mendengarkan.

"Kamu berada dalam bahaya. Keistimewaan yang kamu punya, sudah membuat kedua dunia tercampur aduk. Kami para Guardian hanya bisa memperingatkanmu. Selebihnya, hanya dirimu sendiri yang bisa memutuskan. Apakah tetap seperti itu, atau kamu mau berhenti."

"Tunggu, saya tidak mengerti."

"Wajar kalau kamu tidak mengerti. Aku akan memperjelasnya."

Geraldz berdiri dan berjalan ke arah sebuah dinding. Pemuda itu melayangkan tangannya pada dinding yang tertutupi tirai itu. Seketika Zhenira kembali dibuat takjub karena dinding tersebut mengeluarkan gambar. Mirip seperti bioskop, tapi ini lebih besar.

"Ini adalah alat yang kami gunakan untuk memantau kedua dunia."

Geraldz terlihat memejamkan matanya dan membaca mantra, kemudian pemuda itu mengayunkan tangannya lagi. Seketika dinding tersebut menayangkan dirinya, Kesya dan Linda yang memakai pakaian kerajaan. Ia ingat betul mimpi ini, saat mereka bertiga berada di Kerajaan Majapahit tempo hari yang lalu.

"Kamu dan Zero mempunyai keistimewaan untuk mengendalikan alam mimpi sesuka kalian. Namun, semua itu ada batasannya Zhenira. Kamu tidak bisa mengundang mereka seenaknya. Kali pertama saat kamu mengundang Kesya ke dalam mimpi kamu, kami di sini sudah sangat marah dan terkejut."

"Jadi, selama ini aku salah?"

"Ya, kesalahan yang sangat besar. Keistimewaan itu tidak diperuntukkan bagi orang yang tidak memilikinya. Apalagi sampai ikut menikmati keistimewaan yang bukan miliknya. Kedua temanmu sudah merasakannya dan karena hal itulah sekarang kamu dalam bahaya."

"Tunggu dulu, dalam bahaya gimana maksudnya?"

Zhenira tidak mengerti dengan semua ini. Semuanya terasa berputar-putar di kepalanya. Ini terlalu tiba-tiba, hati dan pikirannya tidak bisa menerima begitu saja.

"Sang Pencipta bisa saja marah, Zhenira. Karena perbuatan kamu membuat kedua dunia jadi campur aduk."

Geraldz kembali mengayunkan tangannya dan terlihat di sana, Zhenira dan Raja Bhre Ketabhumi tengah berbincang.

"Ingat momen ini? Di sana dengan gamblangnya kamu mengatakan ke Raja Majapahit itu kalau kamu bukan dari dunia mereka. Hal yang kamu lakukan bisa saja mengubah sejarah, Zhenira. Apakah kamu pernah berpikir sampai ke sana?"

Zhenira menggeleng dengan kaku. Matanya sudah berkaca-kaca sekarang, Zhenira tidak tahu kalau kesalahannya sudah se-fatal itu. Ia kembali mendongak saat Geraldz mengayunkan tangannya lagi.

Kali ini, Zhenira ingat betul tempat itu. Tempat yang sangat gelap di mana hanya ada setitik cahaya saja di sana.

"Itu adalah Black Zone, dan itu adalah tempat terlarang, Zhenira. Entah bagaimana kamu bisa sampai ke sana dengan mereka. Kami saja hanya mendengar Black Zone dari cerita para leluhur. Kami tidak pernah bisa ke tempat itu, sampai ke tempat itu."

Zhenira menganga, kepalanya menggeleng cepat. "Saya sendiri tidak tau kenapa saya bisa sampai ke sana!"

Geraldz mengangguk-angguk. "Kami pun sama tidak tahunya dengan kamu, Zhenira. Namun, ini semua rasanya sungguh tidak benar. Kami hanya memperingatkanmu, keputusan akhir tetap ada pada diri kamu sendiri."

Zhenira mengacak rambutnya frustasi. Tatapannya seketika menyendu, membuat para Guardian yang melihat itu jadi ikut merasakan betapa berat beban yang dipikul oleh gadis itu.

"Jadi, aku harus bagaimana?"

Geraldz tersenyum, pemuda bersurai silver itu turun dan menghampiri Zhenira, lantas menggenggam tangannya.

"Kami akan membantumu dan mencari tau lebih lanjut. Kami tau kamu adalah gadis yang baik. Untuk sekarang, kembalilah ke duniamu. Orang-orang yang paling kau sayangi tengah menunggu di sana."

"Apa yang-"

Wush!

Belum sempat Zhenira menyelesaikan kalimatnya, ia merasakan kalau tubuhnya dihempaskan dengan kuat. Cahaya terang memasuki kedua kelopak matanya yang memaksa dirinya untuk menutup mata.

🌌🌌🌌

Kelopak mata itu akhirnya terbuka, mengerjap pelan menampakkan manik kecoklatan yang sudah dua hari ini bersembunyi. Sang pemilik mata itu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Indra penciumannya mencium bau obat-obatan khas rumah sakit.

Zhenira meringis saat merasakan sakit di kepala belakangnya. Ia meraba bagian itu, dirinya cukup terkejut ketika menyadari kalau kepalanya terlilit perban. Ingatannya kembali ke saat-saat terakhir, di mana ia berada di kelas waktu itu. Rasa sakit akibat benturan itu membuatnya kembali meringis.

Ahh, mungkin gue langsung di bawa ke rumah sakit waktu itu. Btw, ke mana semua orang ya? Kenapa sepi?

Zhenira melirik ke arah ponselnya yang berada di atas nakas, sepertinya ponsel itu tidak tersentuh sama sekali. Dengan perlahan, ia mencoba mendudukkan dirinya dan bersandar pada kepala ranjang. Lantas meraih ponselnya dan membukanya.

Pukul 23.30.

Zhenira menoleh ke arah jendela kamar yang ditempatinya, senyuman samar tercipta di bibir mungilnya. "Pantes aja sepi banget. Pasti udah pada pulang, ya? Hmm, tapi gue gatau juga sih siapa yang jagain gue di sini."

Gue haus ...

Zhenira baru merasakan kalau tenggorokannya begitu kering. Entah sudah berapa lama ia tidak minum, tapi kenapa tidak ada air sama sekali? Netranya menyapu seluruh ruangan, berharap menemukan setidaknya segelas air. Namun nihil, tidak ada air atau makanan sama sekali.

"Udah malem banget, ya kali gue keluar. Hng, tapi gue haus, laper juga."

"Ah, bodo amatlah. Kali aja ada orang jualan di luar kalo semisal kantin rumah sakit udah tutup."

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Zhenira memutuskan untuk pergi keluar cari makan. Ya, ia nekat keluar sembari membawa infusnya saat ini. Kepalanya masih terasa sakit, tapi masih bisa ia tahan. Perutnya harus diutamakan dulu untuk saat ini.

Suasana rumah sakit cukup sepi malam-malam begini. Ia juga heran, bisa-bisanya tidak ada satupun orang yang menjaganya di kamar. Gaada yang khawatir kali ya sama gue? Zhenira menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran anehnya. Ia tiba-tiba harus kembali meringis karena rasa sakit pada lukanya.

"Gapapa, cobaan cewek cantik emang gaada abisnya. Semangat Zhenira!"

Dengan senyuman ceria, Zhenira kembali melangkahkan kakinya dengan perlahan menuju pintu keluar rumah sakit. Alih-alih ke kantin, ia lebih memilih mencari makanan di luar saja. Siapa tahu di depan pagar rumah sakit ada orang jualan, kan?

Netra gadis itu berbinar saat di luar mendapati ada orang jualan nasi goreng. Orang-orang di sekitar rumah sakit memandangnya dengan aneh. Yahh, mungkin mereka berpikir 'mau ke mana pasien sepertinya keluar tanpa pengawasan satupun'. Setidaknya itulah yang dipikirkan Zhenira sekarang.

"Mang, nasi gorengnya satu porsi ya."

"Siap, Neng."



Keknya Zhenira doang ini satu-satunya pasien yang berani keluar malem-malem buat nyari makanan tanpa pendamping😭

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro