Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30 ߷ Still Sick



Di sinilah Zero sekarang.

Unit Kesehatan Sekolah.

Setelah mendapat telepon dari Linda, ia langsung berlari ke UKS dan meninggalkan kelasnya. Tentunya ia harus mati-matian meminta izin dengan alasan se-logis mungkin agar diperbolehkan untuk keluar dan menjaga gadis yang masih belum membuka matanya sampai saat ini.

"Lo pingsan apa tidur sih, Zhe? Kok kaga bangun-bangun dari tadi?"

Bagaimana Zero tidak heran, sudah satu jam sejak ia diminta menjaga Zhenira yang pingsan di sini. Bahkan teh yang disediakan untuk gadis itu sudah tidak hangat lagi. Zero memerhatikan wajah manis Zhenira yang tampak sangat pucat. Keningnya mengerut heran saat mengusap dahi Zhenira yang berkeringat dingin.

"Kok sampe keringetan gini?"

"Zhe, Zhenira."

Zero menepuk-nepuk pipi gadis itu lantas mengambil minyak kayu putih di kotak obat yang ada di UKS dan langsung sedikit mengusapkan minyak kayu putih itu ke hidung Zhenira. Tentu saja, ia tengah berusaha untuk membuat gadis itu sadar dari pingsannya.

"Zhenira."

Gadis itu mengernyitkan keningnya saat indra penciumannya mencium bau menyengat dari minyak kayu putih yang dioleskan Zero pada hidungnya. Tidak lama setelahnya kedua kelopak matanya benar-benar terbuka dan pemandangan yang ia lihat pertama kali adalah ekspresi lega yang terpampang jelas di wajah cowok bermarga Dawson tersebut.

"Akh, kepala gue." Zhenira meringis dan memegang kepalanya yang terasa begitu pening. Zero membantunya untuk duduk. "Kenapa lo ada di sini?" tanya Zhenira sesaat setelah dirinya berhasil duduk dan bersandar pada bantal di belakangnya.

"Kedua sahabat lo minta tolong gue buat temenin lo sebentar di sini. Mereka mau ambil nilai buat materi basket katanya. Lagian kenapa lo bisa sampe pingsan gini sih, Zhe?"

Zhenira menggelengkan kepalanya pelan. "Lo tau sendiri kan pergelangan kaki gue masih sakit karena kejadian kemarin? Tadi pas main basket ada yang sengaja jegal kaki gue sampe gue jatuh. Kebetulan yang dijegal itu pergelangan kaki gue yang sakit itu."

Zero paham sekarang.

"Lepas sepatu lo, biar gue lihat."

Zhenira menurut dan melepaskan sepatu kirinya. Zero dan Zhenira sama-sama terbelalak kaget karena kaos kaki putih Zhenira sangat merah, penuh dengan darah yang keluar dari pergelangan kaki gadis itu yang terluka.

"Kok bisa sampe gini?"

Zhenira tidak bisa menjawab pertanyaan Zero, dirinya sudah tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Dia sangat syok.

Zero bergegas mengambil baskom dan keluar untuk mengambil air di wastafel yang tersedia di luar UKS. Kemudian langsung bergegas kembali ke dalam dan membantu Zhenira melepaskan kaos kakinya yang penuh darah tersebut.

"Pelan-pelan aja bukanya, Zhe."

Zhenira mengangguk mengikuti instruksi Zero dan lagi-lagi, ia harus terbelalak kaget karena perban yang membalut lukanya ternyata bergeser. Perban itu bahkan juga sudah dipenuhi dengan darah.

"Biar gue aja." Zero mengambil pinset dan mengangkat sisa-sisa perban yang menempel itu dengan perlahan, takut menyakiti Zhenira tanpa disengaja.

"Celupin kaki lo ke air. Bersihin dulu."

Zhenira menggeleng kuat. Nyalinya menciut saat melihat air yang berada di dalam baskom. Pasti lukanya akan terasa sangat sakit jika dia mencelupkan kakinya ke dalam baskom berisi air itu. Zero menghela napasnya, Zhenira jadi sedikit susah diatur. "Kaki lo harus segera diobatin, diperban lagi biar nggak infeksi nanti."

Zhenira meneguk ludahnya susah payah. "Harus banget ya pake air?" tanyanya takut-takut. Ia jadi bergidik ngeri sekarang.

"Ya harus, kalo nggak dibersihin bakal infeksi luka lo. Bisa aja lukanya itu kotor. Makanya harus dibersihin."

"Tapi nanti sakit ..."

"Kaga bakalan, percaya sama gue."

"Beneran? Ya udah, hati-hati ya tapi."

"Iyaaa, Zhenira."

Sepertinya Zero harus banyak-banyak bersabar menghadapi Zhenira yang lagi mode rewel seperti sekarang. Pantes aja Oscars selalu bilang kalo Zhenira itu ngerepotin. Ternyata  bener. Zero tertawa dalam hati.

Sekarang Zhenira benar-benar mencelupkan kakinya ke dalam baskom tersebut. Ia meringis begitu lukanya menyentuh air, sangat perih. Zero dengan cepat membersihkan luka Zhenira dari darah yang memenuhi luka dan telapak kaki gadis itu.

Kemudian, Zero mengeringkan kaki Zhenira dengan tisu yang sudah tersedia di UKS. Tentunya dengan sangat berhati-hati karena gadis itu sedari tadi mengomel padanya untuk pelan-pelan saat membersihkan lukanya.

"Tahan ya, gue mau nuangin alkohol."

Netra Zhenira membulat. "Eh, kenapa? Bakalan sakit banget ya?"

Zero menggeleng. "Kaga sakit, bakalan dingin doang," ujarnya dengan santai, Zero tidak menyadari kalau saat ini Zhenira ingin sekali memukulnya karena telah membuat gadis itu panik dan takut secara bersamaan.

Tanpa Zhenira sadari, Zero tengah tersenyum geli saat ini.

"Udah nih."

Zhenira melirik ke arah pergelangan kakinya yang sudah terbalut perban dengan sempurna. Lilitan perban yang rapi oleh seorang Farzero membuat senyum Zhenira seketika mengembang.

"Makasih, ya."

"Sebagai imbalan, pulang sekolah nanti pulang bareng gue."

"Kok gitu?! Wahh parah, nggak ikhlas lo ya?!"

"Ikhlas gue, cuma yang harus lo tau, Zhe. Di dunia ini gaada yang gratis."

"Sama aja berarti lo nggak ikhlas!"

Zero terkekeh, senyuman tipis tercipta di bibir pemuda itu yang membuat pipi Zhenira seketika memanas.

"Y-ya, ya udah."

"Ya udah apa?"

Zero mendekatkan dirinya pada Zhenira, menatap gadis yang tengah duduk di ranjang UKS itu dengan lekat. Tentu saja hal itu membuat Zhenira semakin dilanda kegugupan.

"Ya udah iya gue pulang bareng lo! Udah aaa, jauh-jauh dari gue!" jeritnya heboh. Zhenira memalingkan wajahnya berusaha menutupi rona merah pada pipinya yang semakin menjalar sampai ke telinganya. Zero tertawa melihat tingkah malu-malu Zhenira yang tampak begitu menggemaskan baginya itu.

🌌🌌🌌

Sementara itu, di sisi lain dunia.

Terlihat Allucaz yang tampak menggeram kesal kala melihat kedua partnernya yang berada di bumi masih belum memberi peringatan pada gadis itu. "Tidakkah mereka berdua terlalu membuang waktu?"

Neutraz tertawa kecil melihat Allucaz yang selalu tampak emosi itu. "Bersabarlah, semua itu butuh proses."

Allucaz berdecak kesal. "Kalau sampai mereka lama melakukannya, maka aku yang akan turun sendiri ke bumi untuk memperingatkannya." Ucapan penuh penekanan dan tatapan mata itu terlihat bersungguh-sungguh.

"Terserah kau sajalah." Uoranz yang sedari tadi diam akhirnya membuka suara. Sedikit tidak habis pikir dengan jalan pikiran Allucaz.

🌌🌌🌌

"ZHENIRAAA! LO GAPAPA, 'KAN?!"

"Duhh, jangan teriak-teriak kenapa Key! Sakit telinga gue dengerin suara lo yang cempreng itu."

Jelas saja Zhenira menggerutu. Lagi asik tidur juga malah terganggu gara-gara suara teriakan membahana Kesya. Ya, beberapa saat yang lalu Zero sudah kembali ke kelasnya karena Linda menelepon kalau dirinya dan Kesya sudah selesai olahraga dan berniat kembali ke UKS untuk menjaga Zhenira.

Jadi di sinilah mereka sekarang. Linda yang tengah duduk di samping Zhenira dan Kesya yang berbaring di lantai UKS. "Lo belum makan, 'kan? Ke kantin yok abis ini," ajak Kesya.

Linda menganggukkan kepalanya setuju dengan ajakan Kesya. "Iya, biar lo ada energi juga buat pelajaran selanjutnya. Makan dulu, ya?"

Zhenira tersenyum dan mengangguk mantap. Ketiga sahabat itupun akhirnya keluar dari UKS menuju kantin sekolah untuk mengisi perut. Baik Kesya, Linda, dan Zhenira tidak memedulikan bisik-bisik dan tatapan tidak mengenakkan yang tertuju pada mereka. Karena mereka paham benar, orang-orang hanya melihat dari cover luarnya saja. Orang-orang tidak mau tahu apa yang telah mereka lewati untuk sampai di titik ini.

Untuk sampai di titik di mana mereka berpijak dengan berani saat ini.

Tidak ada yang tahu.

Tidak ada yang mau tahu.



Memang, kebanyakan orang cuma merasa penasaran doang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro