Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

27 ߷ Damn It



"Sumpah ya, Zhe. Gue harus ngomong apaan ke Tante Dhian nanti? Lo sih, pake jatuh segala. Elah, jadi ribet gini kan."

Zhenira mendelik mendengar penuturan Oscars. Sepupunya itu sedari tadi mengomel terus tiada henti. Bahkan dokter yang tengah menanganinya itu sampai geleng-geleng kepala melihatnya. "Heh! Daripada lo ngoceh nih ya, nyerocos terus kek burung kakak tua. Mendingan lo beliin gue makanan, gue laper."

Oscars mendengkus, sedikit tidak ikhlas tetapi tetap keluar dari ruangan dan berniat membelikan Zhenira makanan. Baru saja ia membuka pintu, terlihat teman-temannya malah duduk lesehan di lantai klinik sambil kipas-kipas. Bahkan Maxime sudah terlentang di lantai.

"Woy! Jangan nge-gembel lo pada. Mendingan lo semua pulang aja deh, Zhenira baik-baik aja."

Keenam remaja laki-laki itu menoleh begitu mendengar suara Oscars. Mereka dengan kompak berdiri dan menghampiri Oscars.

"Keadaannya gimana?"

"Kaki Zhenira nggak patah, 'kan?"

"Zhenira nggak lupa ingatan, 'kan?"

Oscars mendengkus, tangannya sudah terlipat di depan dada dan memandang satu per satu teman-temannya dengan sinis. "Gue bilang dia baik-baik aja. Nggak sampe patah kaki atau lupa ingatan segala."

Zero mendesah lega, bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman tipis. Jikalau boleh jujur, ia begitu khawatir dengan gadis itu, tetapi ia terlalu gengsi untuk menunjukkan kekhawatirannya. Bisa-bisa ia jadi bahan olokan teman-temannya.

"Gue mau keluar beliin makanan buat Zhenira bentar, lo pada mending pulang duluan. Biar gue yang jagain dia di sini. Toh, palingan habis diperiksa terus dapet resep obat juga langsung gue bawa pulang," ujar Oscars sekenanya.

Dalam hati, Oscars mengutuk sepupunya yang merepotkan itu. Namun, bagaimanapun juga ia sangat menyayangi Zhenira. Hanya Zhenira saudara satu-satunya yang dia punya. Sama seperti Zhenira, dia juga anak tunggal. Kakek dan Nenek mereka pun hanya mempunyai dua anak saja. Tante Dhian aka Ibunda Zhenira dan Rivaldo Reyhan aka Papanya. Itulah kenapa Oscars sangat menjaga sepupu satu-satunya itu.

"Lo gamau minta salah satu dari kita buat nemenin lo di sini?" tanya Trax yang sepertinya tidak begitu yakin ingin meninggalkan kedua temannya sendirian, apalagi dengan keadaan Zhenira yang terluka sekarang.

Oscars menyeringai dan menggeleng mantap. "Gue bisa sendiri, lagian kalo Zhenira rewel kan tinggal gue buang aja ke hutan atau gue balikin ke induknya," ujarnya dengan cuek.

Marcell mendelik, Shadow menghela napasnya, sementara Trax dan Maxime cuma bisa mengelus dada melihat kelakuan Oscars yang memang kadang suka bicara seenaknya itu. Namun, mereka tahu benar. Oscars memang sesayang itu pada sepupunya, Zhenira.

"Ya udah, kalo gitu kita balik duluan."

"Nanti kabarin aja kalo perlu apa-apa."

"Gue duluan ya, titip salam buat Zhenira."

Oscars mengangguk-angguk dan menjabat tangan dari satu per satu  teman-temannya, tentunya dengan memberikan smirk terbaiknya. Smirk yang terlihat sinis dan jahil di saat bersamaan itu memang sudah menjadi ciri khas Oscars sendiri. Dia pun merasa keren kalau sudah mengeluarkan seringai mautnya itu.

Setelah teman-temannya pulang, Oscars baru bisa benar-benar pergi mencari makanan untuk Zhenira dan dirinya sendiri. Tidak lama, hanya memakan waktu sekitar 15 menit saja dirinya sudah membawa 2 kotak styrofoam berisi mie ayam dan 2 botol air mineral.

Tok, tok, tok!

"Masuk."

Oscars langsung membuka pintu begitu mendengar suara dokter dari dalam yang mempersilakannya masuk. Ia melonggokkan kepalanya dan menutup pintu ruangan setelah dirinya benar-benar masuk ke dalam. Oscars berjalan ke arah ranjang di mana Zhenira masih terbaring di sana dengan pergelangan kaki kirinya yang sudah terdapat perban.

"Tidak ada yang mengkhawatirkan. Beberapa hanya luka lecet saja dan sudah saya bersihkan. Itu pergelangan kaki kiri Zhenira sepertinya tergores aspal dengan keras sehingga membuat luka gores yang cukup parah. Ganti perbannya cukup sehari 1× saja. Saya akan berikan resep obat untuk meredakan rasa nyerinya," ujar sang dokter menjelaskan panjang lebar.

Oscars dan Zhenira mengangguk mengerti.

"Setelah ini Zhenira sudah boleh pulang. Hati-hati saat berjalan, karena mungkin saja akan terasa nyeri nanti." Sang dokter tersenyum lembut dan izin keluar dari ruangan setelah menuliskan beberapa resep obat yang harus ditebus di apotek.

Drrtt ... drrtt ...

Oscars langsung merogoh saku celana seragamnya saat mendapati ponselnya bergetar. "Siapa?" tanya Zhenira. Oscars menatap layar ponselnya dan seketika wajahnya memucat saat melihat nama sang penelepon. 'Om Darren' itulah nama yang tertera di ponsel Oscars.

"Bokap lo telepon gue, anjirr! Gue harus jawab apaan?!"

Zhenira jadi ikutan panik. Gawat, ia bahkan lupa berpamitan kalau akan pulang terlambat, tetapi lihat sekarang. Masa iya dia pulang dalam keadaan pergelangan kaki diperban begini?! "Duh, gimana dong?! Masa gue pulang dalam keadaan begini?! Bisa kena omel gue!" serunya heboh.

Oscars mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia berjalan bolak-balik seperti setrikaan sembari memikirkan solusi terbaik. Ponselnya yang masih berdering bahkan ia letakkan di samping nakas tempat Zhenira berbaring.

Drrtt ... drrtt ...

"Oscars, bego! Seenggaknya jawab dulu itu telepon dari Ayah gue!"

"Gue nggak berani, Zhe! Bokap lo itu seremnya ngalah-ngalahin setan!"

"Sialan."

Zhenira dan Oscars saat ini frustasi sendiri. Keduanya tidak ada yang berani mengangkat panggilan dari ponsel yang terus bergetar itu. Hingga beberapa saat kemudian, ponsel itu mati dengan sendirinya. Oscars mengecek dan tertera 3 panggilan tidak terjawab di sana.

"Udah ayok ah, pulang aja. Gue udah boleh pulang kan kata dokternya tadi?" Oscars mengangguk singkat untuk menjawab pertanyaan sepupunya itu. Ia pun membantu Zhenira untuk turun dari ranjang dengan memapahnya.

"Ini mie ayam makan di rumah aja deh. Kita tebus obat lo dulu ke apotek," ujar Oscars kemudian. Zhenira hanya menurut tanpa protes apapun lagi. Kedua saudara itupun akhirnya keluar dari klinik setelah membayar biaya pengobatan.

🌌🌌🌌

"Kamu membawa putri Om ke mana sampai sore begini baru pulang Oscars?" Suara penuh penekanan itu menyambut kedatangan Zhenira dan Oscars yang bahkan belum memasuki area rumah Keluarga Evans. Oscars meneguk ludahnya susah payah begitu melihat tatapan tajam Om Darren yang ditujukan padanya.

"Eh! Om kapan pulangnya, Om? Kok Oscars baru tau? Hehe, makin ganteng aja si Om." Oscars merutuki dirinya yang terlihat begitu gugup sekarang. Netranya melirik pada Om Darren yang tampak bersedekap dada. Sementara Zhenira harus menahan mati-matian rasa sakit di pergelangan kakinya saat ini. Ia tengah berdiri tegak di samping Oscars sekarang seraya memasang fake smile andalannya.

"Zhenira, langsung masuk ke dalam dan bersihkan dirimu." Titah sang ayah langsung dilaksanakan Zhenira dengan patuh. Gadis itu bergegas masuk setelah sebelumnya menoleh dan meminta maaf pada Oscars lewat tatapan matanya karena tidak bisa membantu sepupunya tersebut. Kalau urusan dengan ayahnya yang tengah marah begini, dia tidak bisa ikut campur. Yang ada ayahnya akan semakin marah besar padanya. Jadi ia hanya bisa membantu dengan mendoakan Oscars sekarang.

"Jadi, bisa kamu jelaskan ke mana saja kalian pergi hingga sampai sore begini tanpa berpamitan?"



Hayolohh Oscars!
Disidang kan sama Om Darren😭🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro