Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21 ߷ Blue Eyes Man



"Kasih gue alasan yang bagus, kenapa gue harus maafin dia." Zhenira menarik sudut bibirnya membentuk sebuah seringaian saat melihat Zero yang justru bungkam.

"Jujur, gue nggak punya alasan apapun buat bilang semua ini ke lo. Gue cuma minta tolong demi persahabatan gue."

Zhenira terkekeh sinis. "Lo terlalu naif."

Zero mengangkat kedua bahunya tak acuh. "Ya terserah lo. Gue juga nggak maksa, 'kan? Gue cuma minta tolong. Semua keputusan ya cuma ada di lo. Kalo semisal lo gamau maafin dia ya udah, gue bakal cari cara lain buat balikin keutuhan persahabatan mereka."

"Cih. Oke kalo itu mau lo. Selamat berjuang ya, Farzero."

Usai mengatakan itu, Zhenira langsung berdiri dan menghampiri bagian kasir untuk membayar pesanannya. Setelah itu, ia benar-benar pergi keluar dari cafe tersebut tanpa menoleh sedikitpun pada Zero yang menatap punggungnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Setelah kepergian Zhenira, Zero memutuskan untuk berdiam diri beberapa saat di cafe tersebut. Namun, sapaan dari suara yang tidak asing di telinganya membuat Zero menoleh.

"Eh ada Zero, sendirian aja nih?"

Marcell yang tengah bersama Linda di sampingnya langsung menghampiri meja di mana Zero duduk. Kedua pemuda itu langsung bertos ria ala-ala cowok. Sementara Linda hanya tersenyum tipis dan ikut mendudukkan dirinya di samping sang kekasih.

"Kalian lagi kencan nih ceritanya?" tanya Zero pada kedua pasangan tersebut.

Linda mengangguk dan tersenyum malu-malu, sementara Marcell terkekeh pelan. "Iya nih, mumpung gue lagi ada waktu luang. Akhir-akhir ini kan gue disibukin sama itu acara kontes pencarian bakat. Kan itu tinggal 2 minggu lagi acaranya."

Zero mengangguk mengerti. "Eh, gue kira-kira bakal terlibat nggak sih di acara itu?" Zero mengingat-ingat dan memikirkan kontribusi apa yang akan dia berikan untuk acara sekolahnya itu.

"Jelaslah! Kan lo anak jurnalistik, pasti bakalan dokumentasiin setiap acara. Jelas bakal terlibat, 'kan?" jawab Marcell, ia melirik ke arah Linda yang sedari tadi diam. "Lo pesen makanan dulu aja Beb, sekalian pesenin gue yak?" ujarnya kemudian.

Linda tersenyum, ia mengangguk pelan dan beranjak ke arah bar cafe untuk memesan makanan. Dia tidak perlu bertanya lagi kepada kekasihnya, mau pesan apa. Secara dia sudah hafal di luar kepala makanan kesukaaan sang pacar.

"Cappucino sama Greentea Lattenya ya Mbak, sama dua porsi Pasta aja."

"Oke Mbak, silakan ditunggu ya."

Linda mengangguk dan memutuskan untuk duduk di salah satu kursi sembari menunggu pesanannya. Manik matanya menoleh pada Marcell dan Zero yang tampak serius. Beruntung dirinya peka, makanya ia mengiyakan saja saat Marcell menyuruhnya memesan makanan.

🌌🌌🌌

"Marcell, gue boleh minta tolong?"

Marcell mengangkat sebelah alisnya. "Minta tolong apa? Gue bantu sebisanya."

Zero mengatupkan bibirnya dan menghela napas. "Ini perihal Kevin, Oscars, dan Zhenira."

"Bentar, bukannya Oscars sama Zhenira itu sepupuan? Kok bisa sama Kevin, maksudnya? Mereka terlibat cinta segitiga gitu?" tanya Marcell bertubi-tubi. Zero menepuk dahinya keras. Gemas dengan Marcell yang ternyata belum tahu apa-apa tersebut.

"Lo dari mana aja sampe gatau apa yang terjadi sama temen-temen lo?" Zero bertanya dengan senyuman sinis yang tercipta di bibirnya. Sementara Marcell? Ohh lihatlah Ketos kami ini, bukannya merasa bersalah, malah cengiran lebar yang dia tunjukkan.

"Ya gimana ya, gue sibuk banget akhir-akhir ini sama persiapan acara. Kan tadi gue juga udah bilang," ujar Marcell tidak enak hati. "Emang ada apaan, sih? Hal penting apa yang gue lewatin?" tanyanya kemudian.

"Kevin waktu itu ngajak Zhenira jalan katanya, terus ditolak. Karena ditolak, Kevin malah mau nyium si Zhenira. Nah, kebetulan banget tetiba di situ ada Oscars lewat. Ya, lo tau sendiri apa yang terjadi selanjutnya."

Marcell memijit batang hidungnya sebentar, menggelengkan kepalanya. "Kevin, kevin. Heran gue sama tuh anak. Nggak pernah kapok, khilaf terus aja alasannya. Kasih tau napa, Zer."

Zero berdecak kesal. "Lo pikir gue nggak pernah nyoba kasih tau dia? Udah, berkali-kali bahkan. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri," ujar Zero dengan tatapan mata berkilat-kilat emosi. Pemuda itu meraih cangkir kopinya dan meminum cairan hitam itu hingga tandas. "Makanya gue mau minta tolong sama lo, kali aja lo punya cara biar Oscars sama Kevin kembali baik hubungan pertemanannya."

Marcell mengangguk mengerti. "Nanti gue bantu pikiran solusinya."

Zero menyeringai. "Thank's. Gue balik dulu ya, masih mau revisi naskah soalnya. Belum kelar," pamit Zero seraya berdiri dan menepuk pundak Marcell sebelum benar-benar meninggalkan tempat. Marcell pun hanya mengangguk dan menyunggingkan senyumannya sebagai jawaban.

Tidak lama setelah Zero keluar dari cafe, Linda kembali menghampiri meja sang kekasih hati dan langsung mendudukkan dirinya di salah satu kursi di sana. "Kalian tadi ngomongin apa, sih? Kok kayaknya serius banget," tanya Linda.

Marcell menatap Linda dengan tajam. "Apa aja yang nggak kamu ceritain ke aku?"

Linda gelagapan, berusaha menyusun kalimat yang pas. Bukannya tidak ingin menceritakannya pada Marcell, dia cuma takut menambah beban pikiran pemuda itu.

"Sebenarnya ..."

Mengalirlah semua cerita dari Linda. Linda menceritakan permasalahan yang terjadi antara Kevin dan Oscars karena Zhenira. Kemudian dia juga menceritakan perihal dirinya dan Kesya yang masuk ke mimpi Zhenira dan menjadi istri sekaligus selir dari seorang raja yang begitu terkenal.

Marcell mendengarkan setiap kata yang dilontarkan kekasihnya dengan serius. Dia tidak ingin ada satu cerita pun yang terlewatkan. "Kenapa gue baru tau kalo Zhenira punya keistimewaan kayak gitu? Kok kamu nggak pernah cerita? Terus si Kevin juga, ya pantesan aja lah Oscars marah, orang Zhenira yang jadi sasaran." Marcell mengepalkan tangannya kuat, dia tidak habis pikir sama sekali.

Linda mengelus tangan Marcell yang terkepal di meja itu dengan lembut. "Maaf ya, aku nggak bermaksud buat sembunyiin apapun dari kamu. Aku cuma menjaga rahasia sahabat aku aja. Terus masalah Kevin dan Oscars itu, aku nggak cerita karena gamau bebanin kamu. Kan kamu lagi sibuk sama OSIS, aku gamau kamu kepikiran." Linda menundukkan kepalanya, jadi merasa bersalah kepada sang kekasih karena tidak cerita.

Marcell menghela napasnya, ia berdiri dan menghampiri Linda, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Maafin aku juga, tapi kamu salah. Aku sama sekali nggak pernah merasa terbebani. Ayo kita bantu mereka, nanti aku pikirin caranya. Aku bakal minta bantuan anak D'Most Saga dan Zero juga. Maaf ya, aku juga terlalu sibuk sampe kadang aku ngabain kamu," ujarnya seraya mengelus pelan rambut panjang Linda. Kemudian mengecup puncak kepala gadisnya.

Linda mengangguk pelan, menyamankan dirinya di dalam pelukan sang pujaan hati. Kedua sejoli yang tengah kasmaran itu bahkan tidak sadar, kalau di sekeliling mereka, para pengunjung cafe tengah baper berjamaah melihat keromantisan keduanya.

🌌🌌🌌

"Zero tuh apaan-apaan, sih?! Maksud dia apaan coba? Ya kali gue harus maafin Kevin gitu aja. Orang dia aja nggak minta maaf ke gue!" Zhenira mengomel sepanjang jalan menuju rumahnya. Gadis itu bahkan tidak peduli dengan sekitarnya, beruntung saja karena jalanan saat itu sedang sepi.

Zhenira mengerutkan keningnya saat melihat seorang pemuda dengan pakaian serba hitam dan topi di kepalanya tengah terduduk di pinggir trotoar pada sudut jalan. Gadis itu memutuskan untuk memperlambat laju motornya dan akhirnya berhenti tepat di depan pemuda tersebut.

"Halooo, lo tersesat apa gimana deh? Gatau jalan pulang? Kok duduk sendirian di sini?" tanyanya bertubi-tubi. Bukannya menjawab atau apa, pemuda tersebut bahkan tidak bergeming sama sekali dari tempatnya. Zhenira mengerutkan keningnya, jadi sedikit takut.

"Lo lagi nunggu temen, ya? Apa emang sengaja duduk di sini? Lo lagi gabut?" tanya Zhenira lagi, tapi tetap saja. Pemuda itu masih tidak bergeming dari tempatnya. Namun tiba-tiba saja, pemuda tersebut sudah berdiri dan menatap Zhenira dengan tatapan elangnya. Hal itu membuat Zhenira sedikit gentar, tapi anehnya pemuda itu malah langsung pergi tanpa mengatakan apapun. Zhenira menatap punggung lebar itu dari atas jok motornya dengan penasaran.

"Itu warna mata, asli atau lensa ya?"

Zhenira sungguh dibuat takjub sekaligus heran dengan warna mata sebiru laut milik pemuda itu. Wajahnya tidak kelihatan karena pemuda tersebut menggunakan masker. Hanya warna mata itu yang dapat diingat Zhenira sekarang.

Entah kenapa gue ngerasa bakalan ketemu lagi sama tuh cowok.



Wahh, siapa ya cowok bermata biru itu?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro