14. Rutinitas pagi (part 2)
Note: POV ketiga
•••
"Ice! Apa yang terjadi?!"
Blaze tidak pernah seperti ini, jadi apa yang membuat saudara paling optimis di keluarga ini begitu cemas?
Di kamar dengan pintu berwarna biru tua―pintu kamar Taufan―yang terbuka, tampaklah Blaze memeluk Ice yang tertidur tanpa piyama dan Taufan yang duduk di kasur dengan bagian pinggang ke atas telanjang.
"Blaze, ada apa?!" Gempa, sebagai kakak rumah tangga yang baik, bertanya mewakili saudara-saudaranya.
"Taufan! Kamu harus tanggung jawab!" Tanpa menjawab pertanyaan Gempa, Blaze menunjuk Taufan dengan penuh amarah.
Sontak semua orang bingung dengan kata-kata Blaze. Kemudian, melihat bagaimana penampilan duo biru yang tanpa pakaian, tiba-tiba semua saudara―kecuali Thorn―mendapat lampu ilham yang sama. Mereka menatap Taufan dengan wajah kecewa yang dibuat-buat.
Taufan dengan gugup mengangkat kedua tangannya. "Hei, aku bisa jelasin."
Solar menggelengkan kepalanya dengan sedih. "Kak Taufan, aku nggak nyangka kalo kakak orang yang kayak gini ...."
"Ugh, tidak, aku―"
Gempa ikut menimpali, "Astaghfirullah, Taufan. Keterlaluan kamu! Masa adik sendiri diembat?!"
"Woy! Nggak gitu! Dengerin dulu ... !"
Halilintar, dengan wajah dinginnya, berkata penuh penekanan, "Taufan, lelucon ini terlalu berlebihan."
"Hali, aku nggak bercan―"
[Name] mengeluarkan ponsel entah darimana, kemudian memotret sosok Taufan dan Ice yang masih tanpa piyama. "Wow, koleksi baru~"
"Aduh, adik bingsit! Kita nggak 'gituan'!"
Gempa segera menegur, "Taufan, jaga mulutmu!"
Thorn melihat situasi tampak aneh dan tiba-tiba bertanya dengan polos, "Eh? Apa ini? Kak Taufan tidur bareng Kak Ice?"
Blaze―yang memakaikan piyama pada Ice―mendengar pertanyaan itu pun segera menjawab, "Ya, mereka 'tidur' bareng."
Mata hijau Thorn pun berbinar setelah mendengarnya. "Aku juga mau tidur bareng!"
Padahal konsep 'tidur' yang dimaksud Blaze berbeda dengan konsep tidur yang dipahami Thorn.
Solar dengan sigap segera menahan bahu saudaranya yang paling polos itu. "Ini bukan untuk anak kecil!"
"Eh? Tapi ... " Thorn mengerjapkan matanya dengan penasaran. " ... Bukannya waktu kecil kita sering tidur bareng, ya?"
"Emang sih, tapi sekarang beda." Tidak ingin Thorn bertanya lagi, Solar pun melanjutkan, "Kita udah gede, jadi gak bisa tidur bareng lagi."
"Ooh ... " Wajah Thorn berkerut kecewa.
[Name] menyimpan foto yang ia ambil dengan hati-hati, kemudian bertanya sambil menahan tawa pada saudara keduanya, "Pffft― Hei kak, siapa yang 'di bawah'?"
"[Name], jangan asal nge-ship saudaramu." Gempa tak kenal lelah dalam 'meluruskan' otak adiknya.
"Hey! Tolong beri perhatian pada saudara kalian yang terabaikan ini!!" Karena tidak kunjung diberi ruang untuk menjelaskan, Taufan pun memaksa masuk ke dalam obrolan.
Tiga menit kemudian ....
Gempa mengusap dagunya dengan ekspresi cerah. "Jadi, Ice tiba-tiba sleepwalking ke kamarmu ... Karena kamu gak nyalain AC, jadi dia melepas piyamanya, begitu?"
Blaze yang telah memakaikan piyama pada Ice pun mengangkat alisnya heran. "Trus, 'napa kakak gak pakai baju? Kepanasan juga?"
Taufan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Oh, kalo itu sih ... " Matanya melirik pada saudara beruang kutub yang masih tertidur. " ... Kena ilernya Ice."
Sontak semua saudara bengong di tempat.
Yang dibicarakan sepanjang episode; Ice―mungkin karena kebisingan di sekitarnya―terbangun dari pelukan Blaze dan menyapa keluarganya dengan mata setengah mengantuk, "Pagi."
Tampaknya saudara paling malas ini tidak tahu akibat dari perbuatannya semalam.
Yang lain hanya bisa mengelus dada ketika menghadapi saudara yang satu ini.
Taufan satu-satunya orang yang tidak terima atas perlakuan saudaranya yang lain. "Kalian memaklumi Ice, tapi kenapa aku beda?!"
"Jika itu kamu ... " Halilintar memberikan jawabannya dengan nada dingin, " ... Mungkin kejadian ini bukan sekedar 'kena iler', tapi beneran terjadi."
" .... "
Taufan hanya bisa menyerah menghadapi kenyataan kejam ini.
Akhirnya, kerusuhan di pagi hari berakhir dengan penuh kebingungan.
Mereka menuju dapur dengan suasana aneh menyelimuti.
Thorn bertanya-tanya dengan rasa ingin tahu, "Jadi Kak Ice bisa mengiler juga?"
Mendengar itu, Solar mendengkus kasar. "Emang dipikir cuma kamu aja yang mengiler?"
"Iya."
" ... Thornie, jujur boleh, tapi jangan berlebihan."
"Tapi kata Kak Gem, orang jujur disayang Allah."
Solar hanya bisa tertawa kering. " ... Makin pinter aja kamu."
Thorn pun tersenyum senang. "Hehe, pinter apa nih?"
"Pinter buat alasan."
Di sisi lain, Blaze membantu Ice yang hampir jatuh menuruni tangga karena masih mengantuk.
"Astaga kamu ini! Jan bikin orang jantungan tau!"
Entah karena kesurupan Thorn atau otaknya belum konek, Ice membalas dengan polos, "Sejak kapan kamu juga punya masalah jantung?"
Sebelum Blaze bisa menjawab, Ice kembali berbicara, "Lagian, kalo kamu jantungan, tidak bakal ada kebisingan di rumah ini."
Ini mungkin kali pertama bagi Blaze mendengar Ice mengucap lebih dari tiga kata. Apa karena habis bangun tidur dan jiwa belum terkumpul semua?
Sementara Blaze dan Ice berbicara, Gempa dan [Name] pun mengobrol satu sama lain.
"[Name], mana foto tadi?"
Dengan pasrah [Name] menyerahkan ponselnya pada kakak rumah tangganya. Tapi, ia tetap memohon pada sang kakak, "Plis, kak. Jangan dihapus, sayang jadinya. Jarang 'kan dapet versi live gitu ...."
" ... Siapa yang mau hapus?" Gempa pun mengeluarkan ponselnya, kemudian mengirim foto dari ponsel adiknya ke ponsel miliknya. "Biar ada kenangan."
" ... " Siapa menyangka Gempa juga orang yang seperti ini?
Ketika mereka tiba di dapur, Gempa menoleh ke belakang dan terkejut mendapati tidak ada siapapun di sana. "Tunggu, di mana Hali dan Taufan?"
Tepat setelah pertanyaan itu keluar, suara menggelegar yang berhasil mengalahkan suara Blaze sebelumnya terdengar hingga ke rumah tetangga.
"TAUFAN BREN*GSEK!! MATI KAU!!!"
Dengan cepat Solar, Blaze, dan Gempa menutupi telinga saudaranya―setidaknya berusaha mempertahankan kesucian telinga mereka.
Terdengar sangat jelas suara benda-benda yang di lempar dari kamar mandi, diikuti dengan sosok Taufan yang berlari lintang pukang dan segera menutup pintu kamar mandi. Kemudian, Halilintar yang terjebak di dalamnya mendobrak pintu dengan keras, sementara Taufan mati-matian menahan pintu agar tidak terbuka.
"Ah, mulai lagi dah," keluh Solar melihat kejadian yang beribu-ribu kali telah terjadi di rumah ini.
"Apa yang dibuat kakak kali ini?" Blaze justru tertarik pada kelakuan Taufan.
Gempa tidak berkomentar, ia hanya bisa geleng-geleng kepala.
Kapan ya waktu pagi bisa tenang tanpa ada keributan? Gempa sangat-sangat berharap pagi harinya bisa dilalui dengan kedamaian.
•••
Fakta delapan bersaudara:
Hobi Taufan nomor satu menjahili Halilintar, nomor dua menjahili Halilintar, dan nomor tiga menjahili Halilintar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro