Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9.

Senin pagi semua murid tumpah ruah di lapangan. Tempat lapang yang biasanya sepi kini berganti riuh dan dipenuhi anak-anak berbaris rapi. Mulai dari kelas sepuluh hingga dua belas turut serta dalam acara rutinan di awal pekan.

Upacara bendera sudah jadi hal wajib yang harus dilaksanakan seminggu sekali. Kendati pun banyak yang mengeluh akan hal itu tetap saja mereka mengikuti kegiatan tersebut, tak terkecuali Olin yang baru saja merasakan upacara perdananya selama ini. Dia cukup antusias bisa melewati pengalaman itu setelah sekian lama sekolah di rumah.

Bermodalkan atribut sekolah lengkap Olin siap memulai aktivitas pagi bersama seluruh murid di sekolah. Dengan tinggi badan berukuran rata-rata Olin berdiri di barisan depan, sedangkan Maga berada di belakang karena postur tubuhnya yang lumayan tinggi.

Mulanya semua berjalan lancar baik petugas upacara maupun para peserta yang mengikutinya. Namun, perlahan beberapa anak tumbang hingga membuat barisan berantakan. Ada dua anak jatuh pingsan karena tidak lagi sanggup berdiri sampai akhirnya harus dibopong oleh petugas PMR ke unit kesehatan.

Olin sempat menoleh ke samping  tempat di mana siswi dari kelas lain ambruk tak sadarkan diri. Suasana sempat heboh tapi kembali tenang setelah ada intrupsi dari beberapa guru pengawas. Sebenarnya hal seperti itu bukanlah hal baru saat upacara berlangsung. Sebab tak jarang di hari sebelumnya pun ada saja satu dua anak yang mengalami hal serupa.

Murid-murid kepanasan akibat terik matahari yang tak biasa membuat mereka mundur perlahan. Olin sendiri merasa sekujur tubuhnya dipenuhi keringat terutama bagian dahi dan punggung, basah. Pakaian yang dia kenakan terasa lembab sekaligus lengket. Sesekali Olin mengusap peluh dengan tangannya. Dia masih berusaha tenang berdiri di posisi yang sama dalam waktu lama.

Dia pikir tidak perlu khawatir karena upacara akan segera usai tapi siapa sangka semakin lama Olin bertahan justru terasa begitu lama. Pidato pembina di depan podium tak kunjung usai sementara kakinya mulai gemetar. Titik-titik air semakin banyak membasahi wajah Olin dan itu membuatnya tak bisa tenang.

Entah berapa kali tangannya terkibas menghalau gerah tapi sia-sia yang dia dapat. Sengatan matahari seakan menyerap semua air di tubuhnya dan berakibat buruk. Penglihatannya memburam terganti dengan kunang-kunang yang berterbangan. Seharusnya Olin sadar jikalau dirinya tidak bisa terus bertahan tapi dia terlalu keras kepala untuk menyingkir dari lapangan.

"Ugh, gatel," gumamnya ketika mengusap kulit kening yang terasa kering. Olin kehilangan kelembaban, jika diingat-ingat dia lupa memakai lotion pagi tadi. Pantas saja kulitnya begitu kasar hingga kulit sensitifnya bereaksi memunculkan gejala menyebalkan.

Bukankah itu sangat tidak tepat untuk sekarang?

Tanpa peduli pada gatal yang mulai menjalar Olin terus menggaruk sampai puas. Alih-alih mereda justru sensasi gatal disertai bentol makin berkembang. Tapi Olin masih bisa menguasai diri.

Olin tidak sadar sekeliling memperhatikannya yang terus bergerak gelisah, dan tanpa persiapan apa-apa seorang telah menyeretnya keluar barisan. Kontan Olin terkejut saat mendapati lengannya digandeng paksa.

"Ayo ke UKS!"

Olin terhuyung dan hanya menurut saja sampai dia sadar bahwa yang membawanya keluar lapangan adalah Maga.

"Udah tau nggak kuat masih aja baris!" katanya tegas sambil memapah Olin dan terus berjalan menuju ruang kesehatan secara beriringan. "Lo mau pingsan?"

"Ya, nggak gitu. Masih kuat kok."

Suaranya lemah sangat terdengar tidak baik. 

"Yakin?" tanya Maga penuh penekanan. Telunjuknya terangkat menunjuk Olin dengan ekspresi serius. "Liat muka lo pucat."

Meski Olin menyangkal baik-baik saja, nyatanya pandangannya tak bisa bohong disertai kepala terasa pening dan berat. Olin tidak bisa menutupi kondisinya yang tidak sehat. Sepertinya dehidrasi memperburuk keadaan Olin yang dipenuhi keringat dingin.

Keduanya bersitatap tapi kemudian Olin mengakhiri detik itu juga ketika menyadari dirinya semakin tidak nyaman.

"Masih ngeyel? Penyakit lo mulai kambuh udah mirip monyet garuk-garuk."

Maga tak pernah sungkan bicara sekasar itu jika lawan bicaranya adalah Olin. Kendatipun begitu Olin malah senang karena menganggap Maga lebih perhatian dalam kondisi seperti sekarang. Apa yang Maga katakan memang benar terlihat kacau dengan beberapa bentol-bentol yang tampak di permukaan kulit putihnya akibat gesekan pakaian seragam.

Tanpa pikir panjang selain tidak mau mendapat masalah lebih besar Maga langsung bertindak secara spontan mengajak Olin menepi ke pinggir lapangan, mencari tempat teduh.

"Duduk, gue pergi bentar."

Dia mendaratkan pantatnya di salah satu kursi yang berjajar panjang di depan kelas. Lemas juga pegal di kakinya tertolong tepat waktu. Olin menghirup banyak-banyak oksigen di sekitarnya. Terasa lebih baik karena duduk di tempat teduh ketimbang berada di bawah terik matahari seperti tadi.

Tak selang berapa lama Maga kembali dengan membawa sebotol air mineral.

"Nih, minum!"

Olin menurut dan langsung meneguk air dalam botol. Dahaganya menghilang bersama tenggorokan yang basah akibat air minum. Meski pusing di kepalanya masih bersarang, tapi bisa dibilang Olin merasa baikan. Olin tak menyangka bisa semudah itu kalah dengan cuaca terik pagi ini yang membuatnya hampir pingsan.

"Makasih, Maga."

Terdengar decakan sebelum Maga membalas, "Nyusahin aja sih."

Olin tersenyum mendengar ucapan Maga barusan.   Jarang-jarang dia diperlakukan  sebaik mungkin dan dijaga supaya tidak terjadi hal buruk. Biasanya Olin yang terus minta perhatian dan sampai mencret pun Maga menolaknya. Namun,  tindakan kecil di mana dia diambikan minuman walaupun tujuannya untuk memberi pertolongan. Tetap saja membuat Olin gembira terhadap sikap Maga yang manis dan langka.

"Sekarang kamu perhatian, ya?" kata Olin setengah meledek setelah tenaganya berangsur pulih.

"Mending lo diem daripada ngomong yang nggak penting."

Maga mendesah kasar tak habis pikir pada Olin yang malah bicara omong kosong. Pertanyaan yang terlontar dari mulut gadis itu membuat Maga berpikir ulang soal apa yang tengah dia lakukan. Ada sedikit penyesalan yang mengendap di hati kecilnya. Kalau tahu bakal merepotkan begitu Maga lebih milih tutup mata, tapi dia tidak bisa abai.

Setelah menunggu beberapa menit dan melihat kondisi Olin yang lebih baik akhirnya Maga memutuskan.

"Kita ke UKS."

"Lho, bukannya balik upacara lagi?"

"Nggak usah, mending lo istirahat daripada cari masalah."

"Tapi--"

"Udah buruan."

Maga berhenti berjalan dan kembali menoleh ketika menemukan Olin masih di tempat yang sama. Satu decakan lolos dari mulut Maga lantas dia mengulurkan tangan dan langsung diraih Olin.

"Berdiri."

"Makasih, Ga," ucapnya disertai kekehan karena Maga mau memapahnya berjalan.

Sejujurnya Olin tidak selemah itu sampai harus dibantu berjalan. Hanya saja dia iseng dan ternyata keusilannya malah membawa keberuntungan. Aroma wangi langsung tercium oleh indra penciuman Olin. Dia menyukainya, tidak ada jarak di antara keduanya, tanpa ke UKS pun sebenarnya dia sudahlah baikan. Terbukti kepalanya yang sempat puyeng sirna begitu Maga mendekat.

"Mending lo istirahat dulu di sana, bentar lagi dokternya dateng," suruh Maga sambil menunjuk ke arah ranjang kosong di sudut ruangan.

Sesampainya di UKS pemandangan pertama yang mereka lihat kesibukan masing-masing orang. Karena hari ini banyak murid-murid yang sakit juga jatuh pingsan maka UKS lumayan penuh. Dokter serta petugas PMR yang bertugas pun punya kegiatan sendiri untuk menangani mereka semua termasuk Olin yang harus mengantri diperiksa.

"Mau ke mana?" tanya Olin saat Maga hendak berjalan.

"Gue balik ke kelas. Lo bisa sendiri kan?"

"Nggak mau nemenin nih? Atau aku balik ke kelas aja deh."

"Nggak bisa. Daripada ke kelas mending lo minum obat sekarang biar gejala penyakit lo nggak makin parah."

Sesaat Olin sadar bahwa gatal-gatal di tubuhnya belumlah sirna. Keberadaan Maga sempat membuat Olin teralihkan sementara waktu seolah penyakitnya tidak pernah kambuh. Seharusnya dia tidak perlu minum obat, seharusnya Maga lah obatnya?

Bicara soal Dermatograpia, dia sudah terbiasa oleh penyakit itu. Jadi, tidak bisa dikatakan kalau bencana besar tengah menimpanya. Sebab dengan  perlahan bisa sembuh sendiri tanpa bantuan obat, meski butuh waktu setengah jam dan harus menahan gatal juga panas terbakar.

"Ah, iya obat."

"Biar gue yang ambil sekalian izin ke guru."

Belum sempat Olin menjawab, Maga keburu pergi dengan tergesa. Maga tidak rela ketinggalan mata pelajaran sekali saja. Oleh karena itu dia meninggalkan Olin.

Baginya Olin bukanlah bayi yang perlu dirawat 24 jam intens. Maga sudah melakukan upaya pencegahan supaya tidak berakibat masalah. Sisanya dia serahkan kepada Olin setelah membawakan obat dari kelas. Olin perlu lebih peduli pada dirinya sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro