Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7.

Terjawab sudah teka teki selama ini yang membuat Olin heran soal Maga selepas pulang sekolah. Meski dia telah menduganya tapi semua terlihat lebih bagus dari yang dia pikirkan. Dengan pelan tapi pasti Olin mengikuti Maga tanpa ketahuan. Dia rela dicurigai sebagai penguntit atau apalah sebutannya karena berhasil mengendap-endap mirip mata-mata demi memecahkan rasa penasaran yang menghinggapi hati kecilnya.

Walau waktu sekolah telah berakhir menjelang sore bukan berarti sekolah sepi. Ada saja kesibukan yang dilakukan oleh murid-murid di jam tersebut terutama bagi mereka yang mengikuti ekskul. Olin ingat Maga dulu pernah memberitahukan seputar kegiatan itu. Ada banyak jenis ekskul di SMA Nusa Pelita tapi Olin tahu dan yakin pada satu ekskul, renang.

Suatu hari Olin pasti akan meminta Maga untuk mengajaknya berkeliling sekaligus mengenalkan satu persatu ekskul di sekolah. Olin tidak sabar untuk menantikannya. Pasti bakal menyenangkan jika dilakukan bersama Maga. Sementara ini, dia hanya mampu melihat sekilas beragam kegiatan di sekitarnya dan secara sadar kalau dia juga menginginkan itu.

Di ujung bangunan Maga berbelok melewati kolam renang tempat yang seharusnya Maga datangi. Buru-buru Olin mengejar secepat mungkin supaya tidak kehilangan jejak. Akan sangat disayangkan jika berakhir begitu saja.

Tanpa merasa aneh sedikit pun Olin terus melangkah semakin cepat tapi dengan mudahnya dia melakukan kesalahan. Sebab Maga telah menunggunya tepat di sisi gedung yang ternyata adalah jalan buntu.

"Lo mau ke mana?" Maga bertanya dengan bersandar ke dinding sambil menatap Olin serius. Maga telah menyadari jika Olin mengikutinya berjalan dari belakang sejak keluar kelas. Otaknya berpikir cepat untuk mengakhiri aksi tak jelas itu.

"Eeh!?"

Olin terkejut bukan main sampai hampir terjungkal ketika menemukan Maga di sana. Sementara Maga berdiri santai melihat Olin yang kelabakan karena tertangkap basah.

"Lo ngikutin gue?" tuduh Maga dengan keyakinan penuh.

"Ng-nggak, kok."

"Terus?"

"Aku cuma jalan-jalan aja keliling sekolah," ucap Olin sembari melirik ke sembarang arah menghindari tantapan Maga yang seakan ingin menelannya hidup-hidup. "Terus kebetulan ketemu kamu deh," katanya melanjutkan berupaya mengelak.

Namun tak bisa dipungkiri Maga yang paham betul pada tingkah Olin yang tidak pandai berbohong hanya mendesah kasar. Maga tidak suka ditipu, mau bagaimana pun Maga tahu jika Olin hanya bicara omong kosong. Semua tergambar jelas di wajahnya yang dipenuhi gelagat mencurigakan.

"Kebetulan banget ya," sindir Maga seraya menatap Olin yang terus menghindari tantapan matanya.

Merasa tidak perlu lagi menyembunyikan kebenaran akhirnya membuat Olin berseru, "Iya, deh, iya aku ngaku ngikutin kamu. 'Kan, mau pulang bareng, suruh siapa pergi nggak bilang-bilang ya aku ikuti kamu, Ga."

"Lo pulang duluan aja, gue ada ekskul."

"Ya, nggak apa-apa ku tungguin, Ga."

"Lama. Bisa sampe sorean."

"Iya, nggak apa-apa sekalian kan liat kamu renang. Aku belum pernah lihat kamu renang di sekolah lho."

Percakapan terus berlanjut seolah Maga amat enggan jika Olin mengikuti kegiatan rutinnya. Namun apa boleh dikata yang namanya Olin selalu bikin repot dan keras kepala bila menginginkan sesuatu. Dia tipikal anak yang ulet demi memenuhi keinginannya.

"Ayah lo gimana?" Maga bertanya mengingatkan pada sosok yang dianggap wajib tahu soal keberadaan Olin. Dia berani bertaruh kalau Olin menghilang tanpa kejelasan atau tidak memberi kabar usai pulang sekolah bisa berakibat fatal. Orang pertama yang akan disalahkan adalah dirinya. Oleh karena itu dia tidak mau mendapat masalah sekecil apa pun yang berhubungan dengan ayah Olin, menurutnya sangat merepotkan.

Terlintas kenangan dulu kala di saat Maga masih kecil. Layaknya anak-anak yang suka bermain, Maga dan Olin pun sering main petak umpet bersama. Waktu itu Maga yang jaga dan Olin pergi bersembunyi di lemari tapi setelah berjam-jam mencari keberadaan Olin yang tak kunjung ditemukan membuat ayah panik. Ayah Olin marah besar pada Maga karena tidak menjaga Olin dengan baik. Bahkan orang tua Maga jadi ikut kena imbasnya, terjadi percekcokan. Namun semua berakhir ketika Olin yang tertidur dalam lemari berhasil ditemukan oleh Maga. Sungguh itu pengalaman buruk bagi Maga. Dia tidak pernah lupa pada kejadian beberapa tahun lalu.

Spontan Olin terpekik cukup keras lalu merogoh ponsel di dalam tasnya. Dengan cepat jari-jari Olin menekan tiap tombol dal hitungan detik. "Nah, beres. Aku udan izin sama ayah, nggak usah khawatir."

"Kalo gue larang lo juga nggak bakal dengerin. Jadi, terserah."

Nyengir lebar tiada sangkalan apa pun yang keluar dari bibir Olin. Cewek itu cuma menampakkan deretan gigi kecilnya dalam beberapa detik kemudian mulai mengekori Maga lagi.

Melewati pintu utama di area kolam renang yang amat luas membuat Olin berbinar. Dia tidak tahu berapa ukuran gedung
itu, yang pasti cukup besar untuk menampung banyak murid-murid di dalamnya. Olin tidak menyangka Nusa Pelita memiliki fasilitas sekolah sebagus ini.

Mata besar bulatnya mengedar ke segala arah mengamati semua yang ada di sana. Kolam renang berisi air penuh berada tepat di tengah ruangan seperti pada umumnya. Namun, sebagian dinding terbuat dari kaca yang tembus pandang sehingga sinar matahari maupun hujan bakal terlihat dari dalam. Tempat itu didominasi warna putih serta biru langit, kesan terang tampak menghiasi ruang tersebut.

"Lo kalo mau tunggu di sini. Gue ke sana dulu."

Olin mengangguk patuh saat Maga menyuruh duduk di salah satu kursi kemudian secara tiba-tiba pandangan Olin beralih pada seorang yang menyapa Maga.

"Tumben baru dateng?"

"Iya, ada sedikit masalah tadi."

Sekilas Maga melirik Olin lalu kembali menatap siswi di hadapannya. Olin yang merasa sebagai penyebab keterlambatan bagi Maga memasang tampang acuh, pura-pura tidak mendengarkan.

"Biasanya paling rajin." Siswi cantik yang mengenakan pakaian renang super ketat itu terlihat akrab bersama Maga, sedangkan Olin cuma jadi pendengar dari keduanya. "Siapa nih, cewek lo?"

Refleks Olin menoleh kepada Maga antusias menanti kalimat yang akan diucapkan.

"Bukan."

Rasanya aneh tidak sesuai yang dia harapkan. Tapi memang kenyataannya begitu, Olin mau jawaban yang seperti apa coba?

"Temen. Gue salin baju dulu, Sa."

Meski merasa tidak puas atas fakta yang ada kalau dirinya cuma sebatas teman saja membuat Olin tidak suka. Dia mulai mengubah ekspresi lagi ketika siswi tadi mengajaknya bicara.

"Sakura," katanya sambil mengulurkan tangan dan Olin langsung menjabatnya, "nama lo siapa?"

"Olin."

"Temennya Maga, kan? Baru pertama kita ketemu ya?"

"Iya. Aku anak baru di sekolah. Kebetulan mau pulang bareng jadi sekalian nunggu Maga selesai latihan renang."

Ramah, Olin memberi nilai plus terhadap cewek yang baru dikenalnya itu. Baru pertama kali dia dapat teman seperti Sakura yang tanpa canggung. Olin jadi senang bisa mengenal Sakura.

Sakura manggut-manggut tanda mengerti. Diam-diam Olin memperhatikan sosok Sakura yang menjulang tinggi dengan postur tubuh ideal, hidung bangir, kulit putih dan bersinar. Jika dibandingkan dengan dirinya tentu tidak ada apa-apa. Olin sedikit minder melihat Sakura yang cantik di matanya.

"Kalo tertarik gabung aja sama kita, Lin."

"Iya, kupikirin dulu deh."

Sebenarnya Olin mau saja ikut ekskul renang, selain bisa menambah pengalaman tentunya bisa terus bareng Maga. Pasti bakalan seru dan menyenangkan tapi Olin berpikir kurang cocok jika dia bergabung di ekskul tersebut. Olin tidak pede memakai pakaian ketat dengan lekuk badannya yang tak sebagus orang lain. Dari tadi di terus mengamati anak-anak berpakaian swimsuit yang tengah berkumpul di sekitar kolam renang.

"Oke, gue tinggal dulu ya, santai aja di sini." Sakura berlalu meninggalkan Olin sendiri kemudian bergabung dengan yang lainnya termasuk Maga di sana.

Ternyata kedatangannya ke sana malah berbuah manis. Olin tidak menyesalinya sama sekali sudah memata-matai Maga sampai ketahuan seperti tadi. Berkat itu dia bisa menyaksikan Maga berlatih renang bukan hanya di rumah tapi di sekolah. Olin ingin jadi orang pertama yang selalu mendukung keinginan Maga!

Tanpa di sadari dari kejauhan seorang mengamati gerak-gerik Olin sejak menginjakkan kaki di gedung tersebut. Raut sinis dan tak suka kentara di wajahnya. Perasaan mengganjal di hatinya kian besar begitu melihat Olin datang bersama Maga.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro