Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4.

Maga hanya memandang bosan ke arah luar lewat kaca jendela. Hampir sepuluh menit kelas kosong dan tidak ada kegiatan belajar mengajar. Tentu saja semua anak sibuk masing-masing dengan urusan mereka. Alhasil suasana kelas ramai parah mirip pasar loak. Bukan rahasia umum jika anak-anak lebih suka bermain ketimbang belajar ditemani seorang guru. Buktinya saat ini kelas dipenuhi suara kebisingan.

Entah angin apa dalam sekejap kelas jadi hening. Rupanya kedatangan guru membuat mereka bungkam mendadak. Namun setelahnya beberapa detik suara riuh kembali terdengar malahan lebih berisik dari sebelumnya.

Kontan Maga menoleh ke arah depan kelas. Matanya melebar tatkala melihat seorang gadis berdiri di sana dengan wajah malu-malu. Menatap tak percaya membuat Maga mengerjap sesaat lalu menajamkan penglihatan supaya lebih akurat.

Sungguh dia tidak salah melihat, sama sekali. Lebih-lebih saat mendengar siswi baru itu bicara dalam satu tarikan napas. Sangat familier, Maga mengenalnya luar dalam.

"Perkenalkan nama saya Olin Nisaka Kei. Salam kenal."

Maga tidak menyangka akhirnya Olin berhasil keluar zona nyaman. Tidak ada yang memberi tahunya soal temannya itu bahkan Olin sendiri tidak berkata apa-apa soal sekolah formal perdananya. Jika diingat-ingat bagaimana pesan ayah Olin padanya waktu itu bukanlah isapan jempol semata. Mungkin mulai sekarang dia harus jadi baby sitter untuk menjaga Olin saat di sekolah. Membayangkan saja membuatnya repot sekaligus sebal.

"Maga," lirih Olin begitu melewati kursinya.

Tiada balasan apa pun dari mulut Maga kecuali melirik sekilas. Sementara Olin tersenyum manis sambil berjalan ke tempat duduknya yang berada di barisan belakang. Rasa senangnya berlipat-lipat karena bisa sekelas dengan Maga. Patutnya Olin harus bersyukur bisa seberuntung itu berkat usaha bantuan ayah yang memberinya kemudahan sampai seperti sekarang.

Kini dia bisa berkata bye-bye homeschooling!

Lain hal dengan Maga yang cuek bebek, malahan Olin sedang dalam mode on. Mood-nya sedang bagus. Dengan ceria dan terlalu pede dia melempar senyuman seramah mungkin pada teman sebangkunya yang berambut pendek.

"Hai, salam kenal. Aku, Olin," ucap Olin basa basi "Nama kamu siapa?"

Alih-alih disambut hangat oleh lawan bicaranya itu, Olin justru dibuat kiku sekaligus malu karena tak ada respons apa pun.
Cewek dengan rambut dikucir sebagia itu cuma mendesah tak berselera menanggapi usaha Olin yang super tulus.

Olin buru-buru mendudukkan  diri di sebelah siswi tadi lalu memilih fokus ke depan memerhatikan sang guru mengajar. Meskipun begitu, dia tidak bisa berbohong soal atmosfer canggung yang tercipta di antara keduanya. 

Siapa suruh sok akrab. Baru juga ketemu. Apa mungkin anak ini nggak denger aku ngomong? Masa sih?

Batinnya dalam hati. Kalau bakal tahu diperlakukan seperti itu pasti dia tidak akan bertindak nekad hanya untuk kenalan, percuma.

"Sksd."

Tanpa menoleh pun Olin tahu jika kalimat itu ditujukan padanya. Dia hanya bisa menenangkan perasaannya yang tersinggung atas ucapan tadi. Olin tidak mau merusak hari pertamanya sekolah, dia sudah berekspektasi tinggi untuk hari ini tapi memang tidak bisa dipungkiri bahwa manusia amat beragam jenisnya.

Olin memang tidak punya banyak teman kecuali Maga. Namun dia cukup tahu kalau sikap manusia bukan hanya baik tapi sebaliknya. Karena kesan jelek yang teman sebangkunya berikan, maka dia bisa menilai dan beranggapan buruk dipertemuan pertama.  

Senyum lebar yang tadinya menghias di wajah ayu Olin sedikit memudar akibat sikap cuek teman sebangkunya itu.

"Kita lanjutkan materi Minggu kemarin. Coba buka buku kalian ... sampai di halaman berapa kita bahas seputar elektron?"

Suara Pak Amad yang menyuruh seisi kelas supaya membuka buku paket membuat Olin ketar-ketir. Baru saja hendak mengangkat tangan Pak Amad lebih dulu menginterupsi.

"Oh, ya, buat Olin berhubung anak baru nanti bisa ambil buku di Koperasi sekolah. Sekarang berkongsi dengan Joeya dulu untuk sementara waktu."

"Baik, Pak!"

Mendengar namanya disebut membuat Joeya mendengkus pelan. Telinga tajam milik Olin mampu menangkap suara tersebut. Dia semakin tidak nyaman jika merepotkan Joeya. Sebab Olin pikir Joeya pun demikian merasa terusik akan kehadirannya yang tiba-tiba muncul sebagai murid baru.

Joeya. Nama yang bagus tapi sa ....

Tanpa dugaan buku berukuran cukup besar dan tebal yang ada di atas meja bergeser pelan ke dekatnya. Kontan Olin melirik tak percaya lalu mengucap dua kata sebagai bentuk balasan.

"Terima kasih."

***

"Maga!"

Secara spontan Maga menoleh tatkala Olin memanggilnya dengan nada nyaring. Bukan hanya dirinya yang dibuat terkejut beberapa anak yang masih ada di kelas ikut menoleh ke sumber suara namun mereka kembali sibuk dengan urusan masing-masing, terkecuali seorang siswi yang tengah berbincang bersama Maga.

"Kenapa?"

"Anterin aku ambil buku yuk, Ga," seru Olin sambil menarik-narik lengan cowok itu manja.

"Tapi."

"Sekalian ajak aku keliling sekolah. Aku pengin lihat-lihat lingkungan sekolah, tapi temenin."

"Nggak bisa lain kali aja?"

"Nggak, Maga. Sekarang, mau, ya-ya?"

Olin tak menerima penolakan apa pun. Dia bicara seperti memelas memasang muka sendu demi merayu Maga yang ingin menolak.

Di sampingnya teman Maga mengernyitkan dahi. Tampak jelas ekor mata itu menelisik dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Bicara empat matanya bersama Maga terganggu akibat kedatangan Olin.

"Bentar tunggu bentar," pinta Maga setelah menimang sesaat lalu kembali berbincang dengan teman perempuannya.

Olin tidak bisa menunggu diam saja melihat keduanya asik membicarakan sesuatu yang tidak dia pahami. Maka dari itu, Olin bersenandung kecil mengusir bosan. Dengan memasang mimik semanis mungkin dia tersenyum lebar kepada siswi itu yang sejak tadi memerhatikannya.

"Kenalan dulu kalian," tukas Maga akhirnya setelah cukup lama berbincang.

Segera keduanya menoleh bersama. Teman Maga bicara duluan dengan suara lembut. "Amakia."

"Amakia?"

"Iya."

"Ah, Olin," katanya sambil memikirkan sesuatu. Isi kepalanya mendadak berputar begitu nama siswi itu disebut. Makanya dia sempat mengulang nama tersebut sambil mengingat-ingat di mana pernah mendengarnya.

Olin ingat sekarang tentang cewek barusan. Nama yang sama  dan nama yang sering muncul di ponsel Maga saat di rumah. Ternyata sosok itu begitu cantik dengan wajah tirus dengan rambut panjang tergerai disertai poni lurus di sisi dahi. Olin jadi terkesima memandangi Amakia tanpa sadar.

"Nanti kita bicara lagi."

"Oke."

Setelahnya Maga pergi bersama Olin meninggalkan Amakia. Ekspresi cewek itu tidaklah bersahabat. Malahan lebih garang daripada yang Joeya tunjukkan. Entahlah Olin tidak bisa mendeskripsikannya. Keduanya sama-sama cuek tapi berbeda. Yang pasti Amakia terlihat seperti tak menyukai kedatangannya. Jelas sekali Olin berprasangka buruk sebab dia bisa menangkap seraut wajah penuh tanda tanya yang Olin sendiri tidak mengerti.

"Oh, itu yang namanya Amakia?"

"Iya."

"Cantik."

"Namanya cewek. Ganteng itu cowok."

"Berarti aku cantik dong, Ga?"

"Hm," jawab Maga singkat.

"Kok gitu doang jawabnya. Nggak ngakuin ya? Aku cewek loh, Maga!"

Kalau sudah begitu Maga bakal menjawab super singkat saja. Dia tidak suka berbelit-belit.

"Iya, ya, ya."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro