Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37.

Olin meletakkan ponselnya setelah selesai melakukan panggilan dengan Maga. Hari ini Olin tidak masuk sekolah dan meminta Maga untuk menyampaikan surat izinnya kepada guru di sekolah. Sebenarnya kondisi Olin terbilang baik, hanya meninggalkan luka memar dan sedikit pegal di kaki kirinya yang sempat terjatuh kemarin. Kalau untuk sekolah Olin masih bisa berangkat sendiri walaupun harus berjalan tertatih-tatih, tapi ayah tidak memperbolehkan. Dia disuruh istirahat total supaya lekas sembuh seperti sediakala.

Akhirnya ayah bersuara setelah Olin meletakkan ponselnya di atas kasur.

"Kalo gitu kamu istirahat sekarang. Ayah mau ke bawah. Janji nggak akan protes lagi?" titah sang ayah supaya Olin tidak berbuat hal yang neko-neko.

"Iya, Yah." Olin mengangguk patuh lalu memeluk ayahnya yang berdiri di dekatnya.

Olin tentunya hanya menurut kemauan ayahnya. Dia sudah kapok jadi anak nakal secara diam-diam. Kemarin pergi bersama Kiki pun Olin tanpa meminta izin, dia hanya mengatakan kalau akan menonton pertandingan Maga bersama teman-teman di sekolah. Ujungnya, karena sudah banyak berbohong Olin kena karma sampai mengalami kecelakaan dan semua kebohongannya terkuak. Sehingga Olin harus berkata jujur bahkan soal ekskul Pramuka yang dia ikuti selama ini. Olin membeberkan semua dengan sangat menyesal dan dia bersyukur ayah mau memaafkannya.

"Kamu inget kan perjanjian kita di awal masuk sekolah?"

Olin tidak akan lupa soal janjinya yang harus bisa menjaga diri ketika berada di luar rumah tanpa pengawasan dari ayah. Gadis itu telah diberi kepercayaan dan dia tidak boleh membuat masalah apalagi menyusahkan ayahnya. Bisa-bisa Olin kembali home schooling kalau melanggar.

Dia sudah kapok!

"Tentu. Sekali lagi Olin minta maaf udah ngecewain Ayah dan bohong selama ini."

Menarik napas dalam ayah kemudian berkata, "Bagus anak Ayah udah sadar. Jangan diulangi apalagi bikin Ayah marah."

"Makasih ya, Yah."

Ayah mengelus puncak kepala Olin lembut lalu mengecupnya sekali. "Kalo gitu Ayah keluar dulu."

***

Di parkiran sekolah Maga memandang jauh ke arah dua murid yang tengah berjalan ke arahnya. Dia mendengkus sesaat karena lelah menunggu nyaris lima belas menit. Maga melambaikan tangan begitu salah satu siswa menyerukan namanya.

"Sorry rada lama ya. Yuk kita pergi sekarang." Siswa itu berujar singkat seraya menyikut lengan temannya.

"Ikuti mobil gue. Lo berdua beneran naik motor?"

"Iya, santai aja. Gue sama Joeya boncengan biar nanti gampang baliknya. Kan, Joey?" tutur Andres lagi-lagi menyikut temannya itu yang dari tadi diam seribu bahasa.

"Iyaa."

Entah ide dari mana duo sejoli itu ingin menjenguk Olin. Lebih tepatnya Andres yang mengusulkan supaya Joeya yang statusnya teman sebangku sekaligus teman yang Olin anggap berharga supaya membesuk Olin pasca kecelakaan kemarin.

Joeya sebenarnya tidak seperhatian itu terhadap Olin, hanya saja sebenarnya Joeya punya sisi tersembunyi yang jarang dia tunjukkan kepada orang lain selain Andres yang sudah paham akan sifat dinginnya. Walaupun Joeya tidak banyak berkomentar tapi dia menyetujui saran Andres untuk bertemu Olin dan menghiburnya nanti. Lagi pula selama ini mereka memang lebih akrab dan sering bermain bersama di sekolah.

"Oke, kalo gitu. Kita berangkat sekarang."

Lantas Andres dan Joeya mengambil motornya sedangkan Maga hendak masuk ke dalam mobil. Tapi secara tiba-tiba Amakia muncul dan menahan pintu tersebut membuat Maga menoleh.

"Ngapain lo?" tanya Maga tampak heran menatap Amakia yang muncul tanpa permisi.

"Nih, gue titip ini."

Belum sepenuhnya paham pada tingkah Amakia yang menyerahkan sebuah benda dalam plastik transparan membuat dahi Maga mengerut.

"Apaan nih?"

Kantong itu berpindah tangan ketika Amakia mengangsurkan kepada Maga tanpa penjelasan. Amakia terlihat ragu-ragu sebelum akhirnya menghela napas dan berkata, "Buat Olin. Gue titip sama lo kasihin ke dia."

"Oh," sahut Maga pendek lantas melanjutkan, "Kenapa nggak kasihin sendiri ke orangnya langsung?"

Sebelum menjawab Amakia diam sebentar nampak berpikir kemudian melempar senyum tipis. "Gue nggak bisa lain waktu aja. Kayak gini lebih baik menurut gue. Thanks, Ga. Kalo gitu gue duluan ya."

"Aneh."

Maga mencibir kepergian Amakia yang menurutnya tidak jelas tapi Maga tidak menyangka kalau Amakia punya sisi baik terlepas dari masalah yang pernah melibatkan Olin dan dirinya. Ya, semenjak itu Maga telah menjaga jarak dari Amakia. Dia hanya berurusan dengan cewek itu seperlunya saja terutama kalau ada tugas sekolah. Selebihnya, tidak ada.

Tin! Tin!

Kontan Maga berjingkrak sambil mengelus dadanya yang bergemuruh kencang akibat suara klakson milik Andres. Rupanya Andres dan Joeya sudah menunggu Maga dari tadi. Karena dirasa tidak kunjung muncul oleh karena itu Andres segera tancap gas mendekati mobil milik Maga yang masih terparkir rapi di tempatnya.

"Buruan, Ga. Malah bengong."

Maga menatap kesal pada Andres yang cengengesan.

Tanpa banyak bicara kemudian Maga masuk ke dalam mobil dan meninggalkan halaman sekolah diikuti motor Andres yang mengekor di belakangnya.

Sementara itu, di kamarnya Olin hendak turun ke bawah karena dilanda bosan. Seharian waktunya cuma dihabiskan untuk tidur-tiduran. Olin memutuskan untuk pergi menonton barang kali bisa menghibur dirinya yang kesepian.

Baru hendak turun dari kasur Olin dikejutkan oleh suara ketukan pintu.

"Masuk Aya--" kalimatnya terjeda ketika melihat sosok Maga beserta dua temannya yang berdiri di depan kamarnya. Wajah Olin merekah diiringi senyuman.

"Lho, kalian?"

"Nih temen lo mau jenguk tapi nggak tau rumah lo. Jadi, gue anterin sekalian." Maga mulai menjelaskan.

"Hai, Lin?" Andres menyapa ramah diikuti Joeya yang mengangkat tangan.

"Masuk, jangan berdiri aja."

Maga yang pertama mendekat lalu menyodorkan plastik bening  kepada Olin.

"Ini ada titipan dari Amakia."

"Buat aku?" tanya Olin tak percaya lalu menerima barang tersebut dan melihat isinya yang dipenuhi roti dengan berbagam rasa plus susu juga madu, tentu makanan kesukaan Olin.

Senyum di bibir Olin terkembang mengingat kebaikan Amakia yang pernah membencinya. Dengan begitu tandanya Amakia ingin berdamai. Kabar gembira yang membuat hati Olin melega.

"Ini Lin, dari kita. Gue sama Joeya nggak bisa kasih apa-apa selain doa baik biar lo cepet sembuh ya." Andres mengungkapkan isi hatinya sambil memberi keranjang buah yang dibawanya sejak tadi.

"Ngapain repot-repot. Ini lebih dari cukup. Kalian dateng aja aku udah seneng. Makasih ya, Andres," tutur Olin tulus, "Joeya makasih juga ya."

Kali ini Joeya yang menjawab. "Sama-sama. Semoga cepat sembuh lo."

"Gue kemaren kaget denger lo kecelakaan tau. Padahal niatnya pengin nonton lomba eh malah nyasar ke rumah sakit," cerocos Andres dengan ekspresi cemas.

"Iya, nih. Syukurnya nggak parah."

"Terus lo kapan bisa sekolah lagi, Lin?" Andres bertanya penasaran sedangkan Maga dan Joeya menyimak obrolan keduanya.

"Belum pasti sih, mungkin besok kalo Ayah ku ngizinin. Aku bisa sekolah."

Andres sedikit memajukan kepalanya bicara lirih seolah-olah tengah berbisik. "Jangan lama-lama ada yang kangen."

"Eh, siapa?"

"Joeya katanya kesepian nggak ada lo sehari aja," seru Andres puas meledek Joeya yang kemudian meninju lengan cowok itu kuat.

Sontak mereka tertawa melihat tingkah dua manusia yang kadang akrab kadang bertengkar hanya karena masalah sepele. Seperti sekarang Joeya yang aslinya malu mengakui fakta itu hanya bisa melampiaskan rasa kesalnya pada Andres karena banyak omong. Dalam hati Olin merasa senang tanpa bisa dijelasin dengan kata-kata. Dia diam-diam melirik Maga dan ternyata cowok itu juga tengah menatapnya sambil menahan senyum.

TAMAT

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro