Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26.

"Pada ngapain sih makan di sini! Meja gue bukan kantin kali!" ketus Joeya keras seraya melempar tatapan tajam ke semua anak yang duduk melingkari meja panjangnya. Tak terkecuali Olin yang menyebabkan satu anggota baru tidak diundang kedatangannya ikut bergabung. "Gara-gara lo, Lin."

Pura-pura budek lantas Olin mengalihkan matanya ke arah lain. Olin sebenarnya merasa tidak enak dengan Joeya yang merasa keberatan karena ketambahan kakak tingkatnya yang datang di jam istirahat akhir-akhir ini. Karena enggan makan di kantin sekolah, maka Kiki mengekori Olin sampai ke kelas demi bisa makan bareng.

Penolakan yang Olin lakukan sepertinya hanya angin lalu bagi Kiki. Saking keras kepalanya cowok berambut cepak dan rapi itu tak mau mendengarkan permintaan Olin. Dia berdalih sebagai kakak tingkat sekaligus senior ekskulnya perlu mengangkrabkan diri supaya lebih dekat.

Namun, siapa sangka malah Joeya--teman sebangkunya yang justru merasa risi sekaligus kesal melihat sosok cowok itu berada di dekatnya. Sudah tiga hari lamanya Kiki terbiasa datang ke kelas dan selama itu pula Joeya uring-uringan. Sementara Olin, cukup senang dengan kehadiran Kiki walaupun terkadang merasa aneh.

Olin masih mempertanyakan untuk apa Kiki melakukan tindakan seperti itu? Apa mungkin ada yang kakak tingkatnya inginkan?

"Nggak usah ribut mulu, mending kita makan sekarang daripada adu mulut." Andres menengahi sambil menepuk bahu Joeya sekali. Sahabatnya itu tidak takut mengahadapi Joeya yang mirip singa. Andres sudah terbiasa akan kegalakan Joeya jika menemukan hal yang tidak disukainya.

Joeya kian melotot tapi Andres tak peduli. Melihat makanan yang menebarkan aroma sedap membuat Andres ngiler.
Dia sangat tergoda dan tak bisa menahan diri untuk mencomot sesuatu. Namun, belum sempat menyentuh apa pun tangannya langsung ditepis kasar Joeya membuat Andres meringis lalu mengusap punggung tangannya yang kemerahan.

"Apaan weh main geplak-geplak aja Joe?"

"Urusan makanan aja lo nggak setia kawan!"

"Masalah perut laper nggak ada lawan, Jojo. Nih, jangan marah-marah terus mending makan dulu," suruh Andres dengan cepat memasukkan sepotong sosis ke mulut Joeya.

Kontan cewek itu terbelalak lalu mengunyah secara paksa.

"Lagian senior Kiki udah berbaik hati bawain makanan segala macem dan lo malah murka?"

"Makanan buat dimakan. Kan, kalo nggak dihabisin, sayang." Andres masih melanjutkan. Alis matanya bergerak-gerak menyindir kelakuan bar-bar sahabatnya yang kelewatan.

Diceramahi begitu hanya ditanggapi dengusan oleh Joeya, sedangkan Kiki ikut mengimbuhi, "Sorry-sorry kalo lo merasa terganggu karena gue, Jo. Gue cuma pengin makan bareng kalian kok tapi malah bikin ribut."

Joeya yakin sekali Kiki bicara tidak jujur. Dilihat dari mana pun ada maksud tersirat di mata coklat cowok berbadan tegap itu. Lebih-lebih ketika pandangannya terfokus pada Olin.

"Udah Kak, nggak usah dipikirin Joeya emang gitu anaknya. Ribet," sela Andres mencairkan suasana yang terasa panas.

"Kalo Joe nggak nyaman, kita bisa pindah kok nggak apa-apa. Iy--"

"Nggak perlu."

Akhirnya Olin diam tidak memperpanjang obrolan karena Joeya sudah mereda. Meski Joeya terlihat tak ramah sekali kepada Kiki, Olin memaklumi sikap teman sebangkunya itu yang tidak suka keramaian apalagi dengan kedatangan orang baru di lingkungannya. Dulu, Olin juga pernah merasakan pertama kali duduk sebangku dengan Joeya saat menjadi murid baru.

"Kak, besok-besok nggak usah dateng ke sini lagi."

"Nggak bisa."

"Kenapa?" tanya Olin masih sambil berbisik-bisik pelan.

"Soalnya lo nggak di kantin. Gue bosen makan bareng temen-temen gue yang kampret."

Olin terkikik sedikit mendengar penuturan Kiki soal teman-temannya yang suka heboh. "Yudah besok kita makan di kantin aja," putus Olin setelah menimang keributan kecil yang tercipta tadi. Dia tidak ingin menyusahkan Joeya yang sudah mau berteman dengan hanya karena keberadaan kakak tingkatnya.

"Bisik-bisik apa sih?" celetuk Andres penasaran melihat keduanya saling berdekatan.

Di sampingnya Joeya cuma melirik datar lalu beralih ke sembarang arah. Siapa sangka tatapannya berhenti pada mata hitam yang memicing setajam silet kemudian kembali melirik Olin. Dua kali Joeya mengulangi hal yang sama dan sisi lain dari dirinya menyadari sesuatu. Namun, Joeya tidak mau peduli. Dia lebih memilih pura-pura tidak tahu apa-apa.

***

Seperti biasanya, Maga bersama sohibnya yang aneh sering hendak keluar dari kelas mumpung bel baru saja menggema. Tentunya cacing di perut minta diisi karena sudah meronta-ronta hingga menimbulkan bunyi kruyuk yang tidak bisa dihindari.

Sembari menunggu Angga yang tengah sibuk menyalin tugas yang belum selesai, Maga duduk santai sambil memberesi buku-bukunya ke dalam laci. Belum genap semua benda itu berpindah tempat tangannya terhenti di udara. Tepatnya ketika melihat seorang cowok memasuki kelas dengan tangan terayun ke atas menyapa salah satu siswi di kelasnya.

Kiki, cowok resek yang membuatnya kesal tujuh turunan hanya karena melihat rupanya. Terlebih saat kakak tingkat itu berbincang bersama Olin dan dua teman Olin yang lain. Tanpa tahu dari mana sebabnya hati Maga jadi meradang, panas seperti tersulut bara api.

Sialnya lagi, Olin menanggapi Kiki tak kalah antusias. Karena pengelihatannya menangkap semua itu dalam detik berikutnya mood Maga tidak lagi baik. Dia jadi tak berselera melakukan apa pun.

"Udah belum Ga?"

"Belum, setengah lagi nih."

"Lama amat orang tinggal nyontek aja," sewot Maga tanpa sadar ketika mendengar Angga belum juga merampungkan latihan matematikanya.

"Sabar woi! Tangan gue cuma satu yang nulis. Lagian kenapa lo jadi cerewet gini, biasanya aja nggak peduli."

Angga jadi ikutan sebal lantaran Maga mengomentari kecepatan tangannya saat menulis. Padahal sekuat tenaga Angga tak memberi jeda atau kesempatan untuk berhenti, tapi mau secepat kilat pun di mata Maga yang lagi sensi bukan apa-apa.

"Gue laper. Nunggu lo lama."

Kursi berderit ketika Maga berdiri. Kontan Angga menoleh seraya menarik cowok itu untuk kembali duduk.

"Bentar, bentar duduk yang manis bisa nggak. Tumbenan amat lo yang nggak sabar buat makan siang?" Angga menggerutu tapi tangannya terus menulis. "Bantuin gue kumpulin ini ke kantor sekalian."

"Ini nih, udah dikasih jantung minta ginjal!" ketus Maga. Pasalnya Maga telah meminjamkan bahkan merelakan tugasnya disontek secara keseluruhan, tapi Angga masih saja meminta lebih.

"Yaelah sekalian. Abis itu kita langsung ke kantin, oke?"

Maga diam saja. Angga melanjutkan, "Lo kan sohib gue yang baik hati."

Cuih!

Cowok itu meludah seketika. Namun, tidak ada air liur yang terlontar dari bibirnya. Rasa geli menggelitik telinga Maga akibat rayuan sampah Angga barusan.

"Gue tunggu lima detik, kalo belum kelar juga gue tinggal."

"Mati aja gue, Ga!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro