10
Ukh.
Berat.
Gelap.
Siapa yang menangis?
Kenapa berisik?
Apakah aku sudah mati?
Orang-orang menangisi kepergianku?
Apa Kak Nezia menangis?
Aku ingin sekali melihat tangisannya. Bukannya aku punya kesenangan absurd berkaitan air mata orang lain, tetapi ini adalah Kak Nezia. Keluargaku yang berharga. Aku ingin memastikan bahwa dia sangat sedih melepaskanku.
Bagaimana dengan keponakan cebanku?
Apakah dia menenangkan ibunya dengan benar? Atau dia ikut menangis sesenggukan?
Oh, keluargaku yang berharga. Aku akan sangat merindukan kalian. Semoga kalian tetap semangat setelah aku pergi. Sungguh perpisahan ini menyakitkan. Ehm, apa ini yang basah? Lengket?
Apa mereka lupa memandikanku?
"Mommy."
Kelopak mataku sontak terbuka. Kesadaranku terkumpul seketika. Cahaya terang dari atas kepala menusuk mata. Aku memicing, lantas memiringkan kepala. Mochi kacang merah bertoping mi gemes tersenyum lebar hingga gigi-gigi kecilnya tampak. Di belakangnya, Arnav dan pria-pria aneh memandangku cemas.
Jadi, aku belum mati.
Terus apa yang tadi basah dan lengket?
Tatapanku melesat ke tangan kananku yang dipegang mi gemes. Kemudian berpindah ke wajahnya. Coral menyedot ingusnya disusul menyeka pipinya menggunakan lengan. Nggak perlu kejeniusan untuk memahami apa yang terasa basah dan lengket.
Aku menarik tanganku. Susah payah mengangkat badan ke posisi duduk, aku bertanya dengan lemah, "Berapa lama aku pingsan?"
"Satu jam-"
"Satu jam, Sunshine," Bue menyela Arnav. Dia duduk di sisi ranjang dan mulai mengoceh, "Kami memanggil dokter. Dia memeriksamu. Denyut nadi, mata, mulut, juga menggunakan stetoskop. Dia bilang, kamu mengalami darah rendah. Sebaiknya kamu mengatur makananmu dengan baik, mengonsumsi vitamin, istirahat yang cukup, dan oh ya jangan stres. Dokter sudah memberikan resep obat dan kami sudah membelikan obat-obat yang bagus untuk kesehatanmu. Astaga, seandainya aku tahu kamu sedang sakit, kami bisa menyiapkan makanan lezat yang akan membuat badanmu sehat. Coral kami yang lucu menangis selama menunggumu siuman, tapi dokter berpesan untuk membiarkanmu istirahat. Karena itulah kami tidak membiarkanmu, walau Coral sangat khawatir kalau-kalau penyebab pingsanmu adalah karena dirinya. Kami sudah menjelaskan. Anak ini sulit sekali mengerti."
Aku melirik Coral. Kemudian memerhatikan satu per satu orang dewasa yang ada di situ. Ingatanku kembali pada saat sebelum aku hilang kesadaran.
"Kalian..." Aku menggigit bibir bawah. Rasa-rasanya aku belum pernah mendengar ada cerita sehoror situasiku. Terjebak di antara orang yang bukan orang. Cewek-cewek lain bisa terjebak romansa Cinderella bersama pria super kaya yang rela membeli sebuah hotel demi mendapatkan hati mereka atau dihunus pedang penjahat demi melindungi si cewek. Aku meneguhkan hati untuk memecahkan kebingunganku. "Kalian bukan manusia?" tanyaku agak bergetar.
Arnav melirik pemuda berwajah masam, lalu mengangguk. Pemuda berwajah masam itu menarik Bue berdiri, lalu menggendong Coral dan membawa mereka keluar dari kamar.
Petr mengangkat kedua alis kelabunya yang tebal sembari berseru, "Haruskah aku keluar?"
"Sebaiknya kau keluar sebelum Joaquin..." Arnav mengarahkan tangannya ke pintu.
"Sangat membosankan. Kau glubokiy yang membosankan. Payah," gumam Petr dengan jengkel. Berberat hati, pria tua itu menyeret kakinya keluar.
Arnav menutup pintu di belakang Petr. Dia tersenyum canggung saat menatapku sebelum berjalan perlahan mendekat. "Apakah kamu mau makan sesuatu?"
"Aku butuh penjelasan. Siapa kalian?" sahutku tegas.
KRUYUUUUK!
Dan semesta ketawa.
Aku malu banget. Ketegasan yang aku tampilkan ditendang kenyataan kalau perutku butuh asupan.
"Dokter menyarankan kamu untuk makan sebelum minum obat. Aku akan meminta Joaquin untuk menyiapkan makanan," kata Arnav.
"Bentar," cegahku.
Arnav berbalik. Senyuman lembut merekah pada wajah rupawannya. "Joaquin akan menyiapkan makanan manusia. Tidak perlu khawatir," katanya seolah memahami untuk pertama kalinya.
Wajahku memanas. Kekhawatiranku terbaca. Aku menunduk saking malunya. Sementara Arnav keluar kamar.
Nggak sampai lima detik, daun pintu terbuka. Muncul kepala mi gemes. Matanya yang bulat dan besar memandangku cemas.
Aku berpura-pura nggak sadar sedang diintip secara intens. Aku nggak sedang berminat berhubungan dengan anak ikan itu. Meskipun aku tahu penyebab pingsanku kali ini bukan diakibatkan si mi gemes, aku masih ingin merentangkan jarak di antara kami. Aku paling nggak suka sama cewek yang menjawab cowok yang nembak pakai jawaban klise 'Kita jadi adik kakak aja'. Makanya aku juga nggak mau jadi orang yang memberikan harapan tanpa pertanggungjawaban because it's not my style.
Lama-kelamaan, serangan mata Coral tambah berat untuk aku cuekin. Kegigihannya menggangguku.
"Kamu nggak tidur?" tanyaku berbasa-basi.
Coral tersentak kaget. Dia benar-benar polos, mengira aksi mengintipnya nggak tertangkap radarku. Dia menggeleng kuat-kuat, lalu menghilang di balik pintu.
Aku memandangi pintu yang kini kosong. Anak aneh, nilaiku. Perhatianku berpindah ke tangan kanan. Telapak tangan yang tadi basah dan lengket mengering. Aku butuh mencuci tangan. Kering bukan berarti bekas ingus Coral hengkang dari sana. Aku mencoba bangun dari ranjang. Badanku lemas. Kepalaku agak pusing. Namun masih bisa aku tahan. Pelan-pelan aku berjalan menuju kamar mandi dalam kamar.
"Sunshine," panggil Arnav saat aku sedang mencuci tangan.
"Di sini," jawabku. Aku masih menggosok tangan di bawah kucuran air.
Arnav muncul di muka kamar mandi. Wajahnya diselimuti kepanikan. "Kamu baik-baik saja?"
"Ya." Aku nggak begitu mengerti alasan kepanikannya hingga satu ingatan muncul. Aku pernah bertemu klien yang super kaya. Rumahnya punya enam kamar super luas, lapangan tenis, hingga kolam renang dalam ruangan, tapi pelitnya bikin mengelus dada. Karena kelalaian mengelap kusen jendela di dapur kotor, dia memaksa kami memberikan korting. Padahal tinggal mengajukan keluhan, kami bersihkan, dan beres. Dia malah minta ganti uang. Bukan nggak mungkin Arnav juga memiliki kecenderungan yang sama soal uang. "Aku nggak akan kabur kalau kamu takut aku nggak mengganti biaya dokter dan obat."
"Bukan itu." Arnav menghampiri. Dia meletakan tangannya pada punggung dan belakang lututku. Aku panik, tapi masih kalah cepat dari Arnav yang mengangkatku dalam gendongannya yang bergaya bridal.
"Aku bisa jalan!" pekikku panik.
"Kamu masih sakit. Aku tidak ingin melihat kamu jatuh dan terluka," sahutnya.
Melihat kesungguhan pada mata Arnav, aku langsung nano-nano. Pedas, asam, manis. Pokoknya kayak gitu perasaan yang menyerangku. Menyebabkan jari-jari tanganku ingin mencakar sesuatu, menonjok sesuatu, dan meremas sesuatu.
AKU NGGAK DISIAPKAN UNTUK INI! JANTUNG, BERTAHANLAH!
Arnav memboyongku kembali ke ranjang. Dia menurunkanku dengan lembut dan hati-hati. Wajahku menunduk, nggak berani memandangnya karena takut tertangkap basah tersipu oleh perlakuannya barusan.
Arnav menunduk lebih rendah untuk melihat wajahku. "Kamu merah sekali? Apa sangat sakit?" tanyanya.
Aku ingin teriak, "SEMUA KARENA LO! LO YANG BIKIN MUKA GUE MERAH DAN PANAS!" Semua itu aku telan kembali. Percuma berteriak di depan Arnav dan mempermalukan diri.
"Lapar," desisku. Aku menggunakan perut keronconganku sebagai dalih.
"Makanan datang!" Bue menerjang masuk. Dia menggotong meja berkaki pendek di atas kepala.
Aku membelalak. Dan dibuat tambah membelalak saat meja yang dia bawa ditaruh di atas ranjang persis di depanku. Bue mengangkat Coral naik ranjang.
"Aku akan menyiapkan makananmu. Semuanya yang terbaik dari yang terbaik," kata Bue. Dia merebut nampan yang dibawa pemuda berwajah masam untuk diletakan di atas meja. "Mari kita makan."
"Mari? Kita?" Arnav mengernyit.
Aku memahami kebingungannya. Sebab makanan yang Bue siapkan terlalu banyak untuk porsi seseorang yang baru bangun pingsan.
"Tentu saja kita. Makan bersama akan menimbulkan suasana menyenangkan. Mereka, manusia, senang makan bersama. Tarik kursimu sendiri. Merapatlah." Bue duduk di ranjang berseberangan aku yang menganga. "Sunshine, isi mulutmu dengan makanan. Jangan dibiarkan terbuka saja."
Aku terhenyak sambil merapatkan mulut. Kegilaan lain. Jika aku berhasil pulang ke kosan tanpa pingsan lagi, aku akan mandi air kembang supaya kegilaan yang menempeliku lepas.
###
09/08/2022
Lama banget gak apdet Sunshine dan Coral. Kangen gak???
Btw, aku nunda ngelanjutin part bonus Coral yang di KaryaKarsa karena aku perlu atur ulang timeline-nya yang di sana. Catatanku yang panjang tentang background nereid masih ada bolong dan kayak ga lengkap gitu pas dibikin cerita. Sementara aku apdet di sini ya.
Yang kangen Coral, angkat tangan!!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro