O1. Awal
___________________________________
Dia itu terlalu dingin.
–[Name]–
________________________________
Matahari naik dan menurunkan bulan. Pagi yang cerah untuk pergi ke sekolah. Dan ini adalah semester pertama di tahun ketiga ku menginjakkan kaki di sekolah menengah atas Pulau Rintis.
Aku mulai melangkahkan kakiku melewati gerbang sekolah. Sejenak aku menatap sekitar, menatap adik kelas yang baru, aku baru ingat kalau hari ini adalah hari terakhir MPLS di sekolah ini.
Sebenarnya aku malas lewat gerbang depan karena baru saja aku melewati pintu gerbang sekolah, tiba-tiba––
"KYAAAAA!! KAK [NAME]!!"
"KAK [NAME]!! AYO JADI PACARKU!!!"
"TUAN PUTRI!!! MARI KITA MENIKAH!!"
"MAKIN HARI KAK [NAME] MAKIN CANTIK!!"
"KAK [NAME]!! AYO BERFOTO!!"
"I LOVE YOU DARLING!!!!"
"IKAN HIU MAKAN TOMAT, I LOVE YOU SO MUCH!!"
"MORNING SAYANG!!"
"RATUKU!!! JADIKAN AKU KEKASIH HATIMU!!!
––ya, begitulah.
Selama aku berjalan melewati mereka, aku hanya bisa tersenyum manis walaupun dalam hatiku, merepotkan.
Untungnya aku sudah terbiasa mendengar teriakkan insan-insan ini sejak tahun pertama aku menginjakkan kaki di sekolah ini. Walaupun sebenarnya udah dari SD seperti ini, tapi pas SD dan SMP, orang-orang hanya mengagumi ku diam-diam, bukan teriak-teriak.
Tapi terkadang aku bingung, apa yang membuatku jadi terkenal seperti ini. Bukannya aku tidak bersyukur, tapi terkadang aku risih dengan mereka yang mengagumiku, mereka terlalu ceplas-ceplos. Ya, mungkin ini lebih baik daripada ada stalker atau ada yang terobsesi denganku. Membayangkannya saja udah mengerikan.
Kadang saat didepan cermin aku sering termenung menatap diriku sendiri sambil bertanya-tanya apakah karena penampilanku jadi terkenal? atau apa karena sifat ku? Atau karena aku berprestasi? Entahlah, aku jadi bingung, hingga pada akhirnya aku bodo amat, mau aku terkenal atau enggak, itu tidak akan berdampak pada kehidupanku. Begitulah pikiranku.
Tapi untungnya ada juga orang yang tidak berteriak-teriak seperti mereka saat bertemu denganku. Dia adalah––
"KYAAAAA!!! HALII!! I LOVE YOU!!!"
"KAK TAUFAN!! AYO BERFOTO!!"
"GEMPA!!! AYOK KITA KE KUA!!"
"KAK BLAZE MAKIN GANTENG AJA!!!"
"KAK ICE!! AYO TIDUR DENGANKU!!"
Gila.
"KAK THORN IMUT BANGET!!! GA KUAT!!"
"SOLAR!! KAPAN KITA KE PELAMINAN!!!!"
"MAKIN HARI MEREKA MAKIN CAKEP!!"
"RAJAKU!! JADIKAN AKU RATUMU!!!"
––Boboiboy bersaudara.
Baru aja di omongin udah muncul aja.
Ya, seperti yang aku bilang barusan, Boboiboy bersaudara itu jika bertemu denganku, mereka biasa-biasa aja. Apa mungkin karena sejak SD selalu satu sekolah? Sepertinya begitu.
Kami ini bagaikan dua kubu. Jika Boboiboy bersaudara itu memiliki sebagian besar fans perempuan, maka sebagian besar fans aku adalah laki-laki. Dan aku tidak heran mengapa Boboiboy bersaudara itu terkenal, karena mereka itu cukup tampan untuk anak laki-laki seusia mereka, berprestasi, dan mereka termasuk keluarga terpandang atau bahasa singkatnya anak orang kaya.
Karena kami sudah kenal sejak SD, bisa dibilang aku cukup akrab dengan Boboiboy bersaudara, terutama Taufan.
Taufan, bisa dibilang dia itu Bestie ku sejak SD. Kami itu se-frekuensi, dan karena kebetulan dia itu juga humoris, aku jadi tertarik setiap dia bercerita dengan topik yang berbeda-beda setiap hari. Saking dekatnya kami berdua, pernah muncul gosip kalau kami berpacaran pas SMP, dan untungnya Taufan mau klarifikasi bahwa kami ini sudah sahabat sejak SD. Bahkan aku dan Taufan sepakat untuk jadi sahabat sampai mati.
Walaupun aku cukup akrab dengan mereka, aku masih tidak akrab dengan satu orang diantara mereka, Halilintar.
Jujur, sesering-sering nya aku ngobrol dengan mereka, hanya Halilintar yang sangat jarang berbicara denganku. Sampai sekarang aku tidak bisa menebak apa yang ada di pikiran nya.
Menurutku, dia itu terlalu dingin.
Saat SMP, aku sempat mengajaknya ngobrol, tapi dia hanya menjawabnya dengan singkat dan wajahnya sedikit memerah. Kupikir dia sakit, jadinya aku tidak melanjutkan obrolanku dengannya. Semenjak saat itu aku hanya mengobrol seperlunya saja dengannya. Dia terlihat seperti tidak ingin diganggu, pikirku saat melihatnya.
Oke, balik lagi ke sekarang.
Saat ini aku sudah berada di dalam ruangan OSIS. Karena ini adalah hari terakhir MPLS, aku sebagai wakil otomatis harus bergerak untuk mempersiapkan penutupan nanti. Dan sepertinya yang lain sedikit terlambat, buktinya hanya aku sendiri di ruangan ini.
Aku menyusun beberapa berkas yang berisi pidato penutupan MPLS yang akan dibacakan oleh ketua OSIS, Gempa.
Baru beberapa menit aku menyusun berkas itu, tiba-tiba ada seseorang yang nyelonong masuk dengan tergesa-gesa ke dalam ruangan OSIS, dia ketua keamanan, Halilintar.
Aku menatapnya heran, kayak abis dikejar setan, pikirku.
Sesaat tatapan kami bertemu, dan dia berjalan ke arahku atau lebih tepatnya ke arah meja yang cukup besar berada di dekatku. Setelah mendekati meja itu, ia langsung bersembunyi dibawah kolong meja itu sambil berjongkok.
Dari bawah, dia menatapku sambil berbisik, "sembunyikan aku." Walaupun bisikan itu sangat kecil, untungnya aku bisa membaca gerak mulutnya, sebagai jawaban dari bisikannya, aku mengangguk mengerti.
Lalu tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu. Dengan cepat aku melangkahkan kakiku menuju pintu. Begitu aku membukanya, terlihat tiga orang perempuan yang aku duga mereka adalah anak baru kelas 10 yang sedang mencari Halilintar.
"Ha-halo kak [Name]." Ucap salah satu dari mereka.
Aku tersenyum ramah, "iya, ada apa adik manis?" Setelah aku mengucapkan hal itu, terlihat wajah mereka sedikit memerah, mungkin karena malu setelah dipuji olehku.
"Kak [Name] ada melihat kak Hali tidak?" Tanya temannya.
"Hali? Maaf ya, aku tidak melihatnya." Jawabku sambil berbohong dan tersenyum manis menatap mereka.
"O-oke. Makasih kak [Name]." Ucap mereka serentak dengan wajah malu-malu dan segera pergi dari sana.
Imut. Entah kenapa mereka mengingatkanku dengan ponakanku. Aku mengangguk sebagai jawaban dan membiarkan mereka pergi.
Setelah mereka pergi, aku kembali masuk dan menutup pintu. Lalu aku berjalan ke arah meja yang dimana Halilintar bersembunyi.
"Mereka sudah pergi." Ucapku pada Halilintar. Terlihat kalau dia mengangguk dan keluar dari kolong meja itu.
Baru satu langkah dia berjalan, tiba-tiba dia tersandung, dan––
Bruk!
Cup.
––jatuh diatas tubuhku dengan bibir kami yang saling menempel.
.
.
.
.
.
.
_________________________________
To be continued...
____________________________
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro