Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6 : Pengawal Ice Cream Chilli

Jangan lupa Vote and Comment ya readers~



Descleimer © animonsta



Yaya tahu seharusnya kemarin ia tidak meladeni Adit.

Seharusnya setelah keluar dari ruang OSIS Yaya berlari ke kelas dan tidak menanggapi panggilan Adit. Yaya tarik soal sopan santun. Sopan santun bisa dilanggar jika diperlukan. Bodohnya Yaya hingga harus menanggung akibatnya.

Well—terima kasih untuk Adit. Berkat laki-laki itu, sekarang Yaya harus rela menahan malu karena membangkitkan jiwa posesif Boboiboy. Mengakibatkan dirinya harus selalu diikuti kemanapun.

Ku ulangi. Diikuti. Kemana pun. Bahkan ke toilet sekalipun.

Berawal dari kemarin—dimana Yaya yang terpaksa mendahului pulang beserta kelima persona Boboiboy. Entah apa yang dikatakan Gempa kepada guru piket,yang jelas mereka berenam berhasil pulang dan langsung melesat ke rumah Yaya lalu merawat gadis kesayangan mereka.

Rumah Yaya sudah seperti rumah kedua bagi Boboiboy. Selain karena sejak kecil sering mampir untuk main, pun setelah kedua resmi berpacaran, Boboiboy jadi lebih sering mampir untuk alasan apapun sehingga dikenal baik oleh orang tua Yaya. Mereka bahkan sudah mempercayakan putri sulung mereka untuk di jaga Boboiboy. Hebat.

Karena itu tidak mengherankan melihat Halilintar, Gempa, Taufan, Blaze ataupun Ice halu-lalang di dalam rumah Yaya.

"Mulai besok kami akan bergantian menjagamu. Kemanapun kamu pergi salah satu dari kami akan ikut denganmu." Ucap Halilintar kala itu.

"Apa? Tapi kenapa?" saking kagetnya Yaya bahkan bangun dari posisi tidurannya.

"Kan biar tidak ada lagi yang macam-macam dengan kamu, Yaya." Jawab Taufan santai seraya bermain tisu dengan anginnya.

"Macam-macam bagaimana? Kalau ini soal yang tadi, aku janji tidak akan berurusan sama Adit lagi kecuali masalah OSIS, beres, kan?" protes Yaya.

"Tapi tidak ada jaminan kalau cowok tadi tidak akan mendekatimu lagi Yaya. Bisa saja lain kali ada cowok lain akan memaksamu lagi." ujar Ice menyahuti protesan sang kekasih. Mata biru samudra milik Ice menatapnya sayang hingga Yaya hampir mengiyakan perkataan pacarnya.

Tapi tidak, Yaya tidak mau. Memangnya dia artis hingga lain kali ada yang memaksanya seperti Adit. Sungguh, Yaya tidak merasa ia secantik itu.

"Demi tuhan, Yaya ku yang cantik~! Kamu itu nggak nyadar apa?! Kamu itu selain cantik juga pinter, meski rada galak tapi justru itu membuatmu imut dan menggemaskan. Nggak terhitung berapa cowok yang diam-diam suka kamu, Yaya." Seru Blaze menggebu-gebu karena gemas dengan sikap Yaya yang aslinya itu polos sekali. Liat itu, sekarang wajahnya memerah. Blaze kan jadi pengen cubit. Haish.

Gempa datang menghampiri Yaya dan mengelus puncak kepala Yaya yang tertutup kerudung, "Ini untuk kebaikanmu Yaya. Pikirkan juga perasaan kami saat tahu ada cowok yang mau merebutmu. Aku bahkan ingin sekali mengubur Adit hidup-hidup saat bilang kamu bisa putus dari kami, Boboiboy."

"Jika saat itu bukan di sekolah, Katua OSIS sialan itu sudah habis kuhajar." Geram Halilintar. Ya benar, kalau saja bukan di area sekolah, Adit akan menyaksikan sendiri wujud nyata kemarahan seorang Boboiboy.

"T-Tapi-tapi—" Yaya berusaha berkelit. Ia ingin mengatakan sesuatu tapi otak pintarnya mendadak kosong.

"Tidak ada tapi-tapian. Mulai besok kamu tidak akan lepas dari pengawasan kami. Mengerti, Yaya?!" putus final Halilintar. Persona itu memang berucap lembut tapi tersirat nada tak ingin dibantah. Oh, jangan lupakan tatapan mata ruby itu. Begitu dalam dan posesif.

Yaya mengerang frustasi, "AHGGG! Terserah kalian. Terserah. Aku pusing, mau tidur. Sana kalian pergi. Kalian semua menyebalkan."

Dan beginilah. Yaya berada bersama Ice di ruang kerja OSIS.

Semua anggota OSIS kembali mengadakan rapat. Rapat kecil hingga tidak semua anggota harus hadir. Tapi sebagai anggota inti, Yaya berkeharusan hadir. Dengan Ice yang duduk belakangnya.

Yaya tidak tahu apa yang dilakukan kelima Boboiboy, hingga anggota lain tidak terganggu dengan kehadiran Ice. Bahkan Yaya juga melihat Adit seperti biasa-biasa saja mendapati orang yang bukan anggota masuk ruang kerja OSIS. Ah, sikap ketua OSIS itu juga berubah—Adit jadi terlihat sedikit menjaga jarak dengannya.

Apa dia sudah menyerah? Bagus deh, pikir Yaya senang.

"Dana sponsor kita tidak mencukupi—Event kita terlalu besar. Ada usulan untuk sponsor yang sekiranya bisa kita datangi? Kita butuh dana tambahan secepatnya" Kata Adit setelah mendapati laporan adanya masalah keuangan dari bendahara, Suzy.

"Kita tutupi saja dengan iuran anggota OSIS, bagaimana?" usul Imran selaku ketua perlengkapan.

Adit lantas menggeleng, "Tidak akan cukup. Kecuali kita mau iuran setidaknya satu juta per anggota mungkin bisa tapi aku tidak yakin kita sanggup."

Glup

Kesepuluh anggota OSIS yang mendengarkan meneguk ludah susah payah. Satu juta per anggota? Gila. Jelas mereka tidak akan sanggup. Yang ada malah membebani orang tua.

Mata Adit tiba-tiba jatuh pada Yaya, "Yaya, Kamu punya usul lain?"

"Eh? Aku?" Yaya terkesiap. Tidak menyangka Adit akan meminta pendapatnya.

"Iya, Kamu. Sebagian besar sponsor kita berkat usulanmu. Mungkin kali ini kamu punya rekomendasi lagi?" jelas Adit seraya tersenyum. Merasa geli karena ekpresi terkejut Yaya yang lucu baginya.

Namun dua detik berikutnya, senyum Adit lenyap. Matanya sedikit bergetar mendapati sepasang mata Aqua memandangnya tajam dari balik punggung Yaya.

"Ah! Ice, jangan mengagetkanku." Bisik Yaya kesal lantaran Ice yang memeluk pinggangnya tiba-tiba.

Gadis itu tidak menyadari persona yang membawa elemen Es itu tengah mengancam Adit lewat tatapannya. Pelukan yang dilakukan Ice seolah mengatakan pada Adit bahwa Ice terganggu dengan cara Adit memandang Yaya. Pelan-pelan suhu ruangan turun tanpa mereka sadari.

Adit yang mengerti lantas tersenyum getir dan mengangkat rendah tangannya—memberi isyarat bahwa ia menyerah dan tidak memiliki niatan macam-macam pada Yaya.

'Sekarang tidak, masih ada lain hari.' Batin Adit menyeringai.

Setelah yakin Adit tidak akan mencari kesempatan lagi pada Yaya, Ice melepas pelukannya dan menormalkan kembali suhu yang membuat para anggota tanpa sadar kedinginan kecuali Yaya.

"Sudah coba mendatangi Kedai Choco Tok Aba?" celetuk Ice tiba-tiba.

Yaya yang sedang berpikir keras lalu menoleh cepat, "Eh? Belum. Aku tidak berani mengusulkan tempat Tok Aba, tidak enak." Jawab Yaya seraya mengusap dahinya pelan.

Ice tersenyum kecil lalu mengelus sayang pipi kekasihnya—masa bodoh dengan banyak mata yang memandang, "Tok Aba tidak akan keberatan kok—apalagi kalau kamu yang minta. Aku akan bicara dengan Atok nanti."

Ucapan Ice segera menjadi kabar baik mereka semua. Masalah terselesaikan. Rapat selesai. Semua anggota nampak lega termasuk Yaya.

"Terima kasih, Ice. Kami tertolong." Ucap Anita manis, si wakil panitia.

"Apapun itu untuk Yaya, aku tidak masalah." Balas Ice teramat lancar dan santai. Tidak tahu ucapannya melunturkan senyum manis Anita dan delikan tajam kepada Yaya. Segera gadis berambut panjang itu pergi dengan perasaan kesal.

Yaya meringis. Ia tahu benar, Anita itu salah satu dari siswi di SMA Rintis yang menaruh suka pada Boboiboy. Ia juga tahu Anita sangat membencinya. Kabar bahwa Boboiboy berpecah jadi lima sempat menumbuhkan harapan gadis itu tapi nyatanya Anita harus kembali patah hati karena Yaya mendapat semua hati persona Boboiboy.

"Mulut mu itu Ice. Sangat manis juga beracun. Sadar tidak kalau kamu baru saja mematahkan hati seseorang?" tanya Yaya seraya menggandeng tangan Ice keluar ruangan.

Ice berpikir sejenak lalu mengangkat bahu cuek, " Tidak. Selama bukan hatimu Yaya, aku tidak peduli yang lain."

'Uhhh~. Mama, calon menantumu ini sangat pintar menggombal.'

"Begitu ya? Haruskah aku berterima kasih?" Yaya bertanya sarkas.

Keduanya berhenti, tepat di depan pintu kelas mereka berdua yang ternyata sedang kosong pelajaran. Yaya menatap Ice yang menggelengkan kepalanya.

"Tidak, aku tidak mau terima kasih darimu."

"Lalu?"

Dari balik topi birunya yang turun hingga nyaris menutupi muka, Ice menyeringai, dengan gesit ia meraih pinggang Yaya dan—

Cup

—mencuri ciuman lembut.

Yaya terbelalak. Tubuhnya menegang dan kaku layaknya patung.

Disaksikan oleh semua penghuni kelas 2-1, Ice melepas Yaya perlahan kemudian menyeringai kecil mendapati wajah kaku Yaya.

"Lain kali bayar pake ciuman lagi ya, Yaya ku."

"KYAAAA!"

"Wahhh...Ice ternyata bisa nakal juga ya~..."

"Ice sialan. Aku juga pengen~..."

Wajah Yaya sudah merah semerah-merahnya. Telinganya terbakar mendengar pekikan teman-teman perempuannya ataupun sorakan jahil para cowok. Ditambah seruan memalukan yang ia yakini suara milik Blaze.

Bisa Yaya lebih merah daripada ini?



"Tuhan. Kuatkan hatiku..."





End of Chapter

Salam Hangat



Ellena Nomihara

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro