Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 03

Zelda menarik tangan Anwar yang masih setengah telanjang dan hanya berbalut handuk sampai ke pinggang. Tidak dapat dipungkiri, Anwar memang memiliki tubuh yang atletis dengan bahu lebar.

Bagaimana rasanya bergelayut manja di balik punggung Anwar? Pikiran Zelda mendadak membayangkan sesuatu yang tidak-tidak. Zelda menggeleng pelan untuk menghapus jejak imajinasi liar yang tidak boleh bertamu pada isi kepalanya.

"Apa yang harus hamba lakukan, Tuan Putri?" Anwar memandang Zelda dengan nada cibiran.

"Kenakan pakaianmu dan kita segera ke bandara," jawab Zelda seraya merapikan ujung dress setali yang dikenakannya. Warna kuning cerah memang membuat wajah Zelda yang blasteran semakin nyaman dipandang mata.

"Kita mau kemana?" Anwar dengan kasar menghempas tangan Zelda seolah jijik karena tangan mereka masih saling terkait.

Zelda tidak ambil pusing dengan perilaku kasar Anwar. Bagaimanapun juga Zelda sadar tindakannya untuk memaksa Anwar mengikuti keinginannya telah membuat lelaki itu merasa tidak adil. "Tentu saja pulang ke kampung halamanku, Anwar Aydem. Mau kemana lagi?"

"Kemana?" Anwar bersikukuh untuk mendapat jawaban pasti dari Zelda.

"Sudah jangan banyak tanya. Kau tidak memiliki ruang untuk melakukan tawar menawar denganku. Cepat ganti baju! Ingat ya, kau tidak bisa kabur atau melapor ke pihak berwajib. Selama di Indonesia, paspor milikmu aku tahan. Aku hanya akan mengembalikannya jika kau patuh pada perintahku," hardik Zelda sambil berkacak pinggang di ambang pintu kamar.

Anwar hanya mematung memandang Zelda dan tidak berniat bersuara lagi. Zelda merasa di atas angin. Ternyata tidak sulit mengancam lelaki sejenis Anwar! Setidaknya kini ia bisa pulang membawa calon suami untuk diperlihatkan pada kakeknya. Senyum Zelda mengembang lebar sampai ke ujung pipi dan langkahnya pun terasa ringan.

[Penampakan Zelda setelah berhasil membuat Anwar mengikuti kemauannya agar menjadi calon suami pura-pura untuk dikenalkan pada kakeknya.]

***

Beberapa saat kemudian, Anwar, Zelda dan dua sahabatnya sudah berada di bandara. Zelda memang sudah menyiapkan tiket pesawat untuk kepulangannya dari Jakarta menuju kampung halamannya kakeknya di Pulau Buton.

Aira dan Dru menghimpit Anwar agar tidak melakukan kabur atau melaporkan tindakan lain yang mencurigakan. Zelda berterima kasih pada kedua sahabatnya karena sudah mengajukan cuti dan menemaninya pulang ke kampung Kakek.

Zelda tidak bisa membayangkan bagaimana jika ia harus menghadapi kakeknya sendiri. Apalagi kakek sudah menyiapkan calon suami lain untuk Zelda. Semoga dengan keberadaan sahabatnya Dru yang sudah dikenal kakek sejak kecil, Zelda dapat meyakinkan bahwa Anwar adalah calon suami yang dipilihnya.

"Apa kau yakin tetap ingin duduk di sebelah Anwar, Zelda?" Dru bertanya setelah menyuruh Anwar duduk pada kursinya di samping jendela.

Zelda mengangguk pendek, "Aku perlu berbicara banyak dengan Anwar. Lagi pula Anwar akan bersikap manis sepanjang penerbangan. Betul kan, Anwar?"

Anwar menebalkan telinganya dan sengaja tidak menjawab pertanyaan yang diajukan Zelda.

"Lihat, calon suamiku memang manis bukan?" Zelda tersenyum pada Dru yang memberi jalan agar ia bisa duduk. "Tenang saja, kami akan baik-baik saja selama enam jam ke depan."

Dru mengangkat tangan dan membiarkan Zelda untuk duduk di sebelah Anwar. Dru lalu mengambil posisi di samping Aira yang duduk tepat dua bangku di belakang mereka.

Selama perjalanan menuju Bau-Bau, Zelda tidak banyak bicara karena Anwar benar-benar terlelap di kursinya. Tentu saja lelaki itu lelah, penerbangan jauh dari Turki menuju Jakarta lalu dihantam ancaman Zelda dan kini mereka melanjutkan penerbangan lain menuju kampung halaman keluarga kakek.

Beruntung Zelda mendapatkan jatah empat kursi pada penerbangan pagi ini. Perjalanan dari Jakarta menuju Bau-Bau biasanya menempuh waktu hampir sepuluh jam karena pesawat setidaknya harus transit satu kali di Bandara Sultan Hasanuddin.

Zelda mengeluarkan laptop dengan harapan dapat melanjutkan pekerjaannya yang terbengkalai. Jabatannya saat ini sebagai Manajer Pengembangan Bisnis PT. Matra Food membuat Zelda harus memantau proses kerjasama dengan perusahaan lain yang berminat pada produk yang dijual oleh perusahaan keluarganya.

Hanya saja ternyata konsentrasi Zelda kini mendadak terpecah oleh percakapan terakhirnya dengan kakek beberapa minggu lalu.

"Pokoknya Zelda tidak mau menikah dengan Galip, Kakek!" Zelda berdiri dari kursi dengan kesal. Tindakan Zelda membuat beberapa pasang mata memandangnya dengan tiba-tiba.

Kakek menyadari bahwa Zelda kesal karena ucapan terakhirnya. Mengunjungi Zelda di Surabaya tidak membuat cucunya serta merta senang dengan kehadiran Sang Kakek. Kakek memberi isyarat agar Zelda kembali duduk dan berbicara dengan kepala dingin.

Zelda menangkap isyarat kakek karena kini keduanya berada di restoran. Zelda menekan emosi dan mengikuti perintah kakek.

Kakek mengangguk dan tersenyum pada beberapa pasang mata yang tadi memperhatikan Zelda. Tatapannya seolah menyiratkan agar mereka tidak perlu memperdulikan percakapannya dengan sang cucu.

Zelda meraih orange juice pesanannya untuk meredam jengkel yang masih menggelegak di dalam hati.

Kakek memperhatikan Zelda dan melanjutkan perkataannya, "Kalau tidak dengan Galip, maka dengan siapa?"

Zelda hampir tersedak karena kakek masih menyeret nama Galip, mantan tunangannya dalam pembicaraan mereka. "Galip itu ular. Kakek tahu kan waktu Galip ketahuan selingkuh? Nanti kalau cucu Kakek dijadikan istri kesekian oleh Galip, bagaimana?"

"Kakek sendiri yang akan menaruh golok di leher Galip. Meski rencana kerja sama dengan usaha keluarganya harus hancur, Kakek akan pasang badan."

"Zelda tidak mau. Titik. Lebih baik melajang sampai mati dibanding harus menjadi tunangan dan istri Galip untuk kedua kali."

"Kalau begitu bawa calon suami ke hadapan Kakek."

"Ca- calon suami?"

"Ya, calon suami. Siapa lagi yang akan melanjutkan usaha Kakek kalau bukan calon suamimu, Zelda."

"Tapi, Zelda kan cucu Kakek. Mengapa harus orang lain yang melanjutkan usaha Kakek?" Zelda meremas gelasnya yang sudah setengah kosong. Kalau tidak ingat bahwa pria paruh baya di hadapannya adalah kakeknya, sudah pasti Zelda akan melempar gelas itu.

"Tidak bisa!" Kakek bersikukuh dengan jawabannya.

Jawaban kakek membuat Zelda mematung. "Mengapa, Kakek? Mengapa Kakek bersikeras bahwa Zelda harus menikah dengan Galip?"

"Karena kau perempuan, Zelda. Tugas perempuan itu mengurus anak dan suami."

"Tapi, Zelda sudah sekolah tinggi, Kakek! Bahkan, Zelda magang keluar negeri demi belajar hal baru. Jauh-jauh Zelda harus bertekuk lutut di kaki suami? Zelda tidak mau!"

"Kalau begitu biar Zelda hidup sendiri. Kalau Kakek sakit maka semua salah Zelda."

"Kakek, egois!"

"Zelda lebih egois!"

Zelda mengalihkan pandangan untuk memutus ingatan percakapannya dengan kakek. Apa pun yang terjadi rencananya kali ini harus berhasil! Membawa Anwar pulang ke hadapan Kakek dan mengakui lelaki itu sebagai calon suaminya. Lebih baik bersandiwara dibanding dinikahkan dengan pria macam Galip. ***

Add this book to your library! Love and Vote!


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro