Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 8

- - BATAS CINTA --
Selamat Membaca❤

Dinginnya malam cukup menusuk kulit. Beberapa orang memutuskan pulang ke rumah, sementara yang lainnya masih di luar. Zery belum kembali setelah pulang kerja dikarenakan sedang berkumpul dengan kedua sahabatnya. Sambil menikmati live music, Zery meneguk segelas bir bersama Tomi, dan Rudi.

"Gue denger dari Virgo, lo punya gebetan baru. Ceritain dong." Tomi membuka obrolan. Sejak lima belas menit lalu mereka hanya menikmati suguhan lagu yang dinyanyikan penyanyi bar, belum sempat membicarakan apa-apa.

Lihat kan, mulut embernya Virgo bahkan bisa nyebar sampai ke telinga sahabatnya.

"Namanya Izzy. Dia anak buah gue di kantor," serobot Rudi.

"Serius? Tumben Zery nggak gebet model? Udah bosen sama model-model papan atas?" tanya Tomi makin penasaran.

Semua orang yang mengenal Zery pasti hafal kalau Zery hanya ngegebet model. Cantik, tinggi, langsing, ya mirip boneka Barbie keluaran pabrik yang sama. Tipe-tipe anggun nan berkelas. Izzy sangatlah jauh dari tipenya, bahkan mendekati saja tidak karena Zery menyukai perempuan kalem dan tenang.

Rudi mengangkat bahu. "Izzy ini langsing, tapi bagian atasnya lebih berisi dari gebetan-gebetan Zery yang dulu."

Zery risih mendengar Rudi mengomentari bagian yang tak seharusnya disebut. "Nggak usah bahas fisik. Gue nggak suka."

"Sori deh, Bro. Gue kan cuma mau bilang gitu aja," ucap Rudi merasa bersalah.

"Kalo gitu kita harus rayain hal ini karena akhirnya Zery punya gebetan baru." Tomi menaikkan gelas birnya--berusaha mencairkan suasana ketika Zery mulai protes soal hal sebelumnya. "Yuk, ah!"

Mereka bertiga bersulang, mendentingkan gelas masing-masing sambil berkata 'cheers'. Setelah meneguk bir sampai setengah gelas, Tomi kembali bersuara.

"Eh, Zer. Gue denger Freya udah pulang. Lo belum ketemu dia?"

Spontan gelas yang dipegang Zery terhenti di udara beberapa saat ketika akan diteguknya lagi. Lalu tanpa menjawab, dia meneguk habis birnya.

Rudi segera menyadari perubahan ekspresi Zery dan kemudian menendang kaki Tomi dari bawah meja--memberi kode melalui mata untuk tidak membahas soal nama yang disebutnya barusan. Untungnya Tomi paham.

"Eh, Zer. Kapan-kapan kenalin sama Izzy dong. Gue mau lihat Izzy kayak gimana. Nanti gue ajak pacar gue sekalian." Tomi mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Lo mau ngajak janda kesayangan lo gitu? Aduh, tobat kenapa, Tom. Demen amat sih sama janda," sela Rudi geleng-geleng kepala.

Kalau Zery suka model, Rudi suka karyawan baru, maka Tomi suka sama janda baru cerai. Semua orang sampai hafal sudah ada berapa banyak janda yang dipacari sama Tomi.

"Janda itu amazing tau. Gue suka janda karena mereka bisa manjain gue," jelas Tomi. "Daripada jadi tukang incer karyawan baru kayak lo, Rud. Hobinya seks di kantor lagi," sindir Tomi sekenanya.

"Sialan!"

Obrolan mereka terpaksa berhenti sesaat menyadari Zery tidak ikut nimbrung atau menimpali seperti biasa. Rudi memelototi Tomi. Akibat ulahnya mungkin Zery memikirkan satu nama itu.

"Eh, Zer..."

"Gue balik duluan," potong Zery cepat seraya mengeluarkan beberapa lembar uang pecahan seratus di atas meja.

"Loh, kok lo balik?" tanya Rudi. Sayangnya pertanyaannya hanya angin lalu karena Zery sudah pergi lebih dulu. Pandangan tajamnya langsung tertuju pada Tomi. "Lo sih bahas-bahas Freya! Bikin mood dia rusak aja lo!"

"Ya habis gimana, gue kan cuma mau bilang Freya udah di sini. Cepat atau lambat mereka pasti ketemu."

"Udah deh, lo diem aja. Mending telepon janda lo tuh!"

👔 👔 👔

"Tau nggak sih, waktu reunian tempo hari Alvan nanyain lo. Dia bilang..." Amira--sahabat Izzy dari SD menceritakan panjang kali lebar selama mengemudikan motor bebek miliknya--memboncengi Izzy yang tidak bisa mengemudikan motor.

Malam-malam begini sepulang kerja, mereka ingin pergi ke restoran untuk bertemu sahabat mereka yang lain yang kebetulan baru sempat ke Jakarta karena menetap di Lombok.

"Lo ngomong apa sih? Kayak kumur-kumur!"

"Ah elah... bolot! Capek mulut gue ngoceh sampai berbusa tapi telinga lo swasta!"

"Lagian lo ngomong kayak lagi mendesah. Udah gitu kena angin, makin kedengeran kayak mengerang nikmat!"

Amira mencoba sabar. Padahal dia tidak mengenakan masker, dan membuka sedikit penutup helm-nya, tapi tetap saja Izzy lebih bolot dari dugaannya.

"Capek ah. Nanti aja gue ceritanya kalo kita udah sampai tujuan."

"Yowes. Itu lebih bagus."

"Eh, tapi kita ke mana nih? Naik ke atas jembatan atau lewat bawah?" Amira menepikan motornya di pinggir jalan sembari menoleh ke belakang--melihat Izzy yang bertugas menjadi penunjuk arah dengan handphone super canggih melalui google maps.

"Katanya naik ke atas."

Amira manggut-manggut, bersiap mengemudikan kembali motornya. Belum sempat berbelok, ada motor lain berkecepatan tinggi menabrak motor Amira dari belakang. Akibatnya, motor yang dinaiki Amira dan Izzy jatuh hingga menimpa kaki mereka. Tangan kedua perempuan malang itu lecet karena tergores aspal yang keras.

"Aduh... kaki gue..." Amira meringis kesakitan. Izzy ikut meringis namun masih sanggup menahan diri, tidak seperti Amira yang menangis.

Orang-orang berdatangan mencoba membantu Amira dan Izzy bangun dari jatuhnya. Beberapa di antara mereka mengomeli si penabrak yang memasang wajah melas karena ngebut seenaknya. Izzy berusaha menenangkan Amira yang tak berhenti menangis karena kakinya tidak bisa digerakkan.

Beruntung saja ada mobil yang berbaik hati membawanya dan Amira ke rumah sakit terdekat. Sedangkan motor yang rusaknya tidak terlalu parah dikemudikan oleh salah seorang saksi mata, dan pengemudi yang menabrak ikut ke rumah sakit.

"Kaki gue sakit, Zy..." Amira terus menangis begitu sudah rebahan di atas brankar. "Kayaknya gue kualat sama ortu. Udah dibilang nggak boleh jalan tapi masih aja maksa jalan."

"Udah jangan ngoceh mulu. Tenang dulu. Lo masih syok. Tahan ya, sakitnya nanti hilang kok." Izzy mencoba menenangkan sembari mengusap lengan Amira berulang kali. Begitu melihat dokter datang, Izzy menyingkir.

Izzy meringis sakit melihat kakinya bengkak, dan berdarah. Juga, tangannya gemetaran seperti Amira namun dia berusaha semua baik-baik saja. Lagi pula tidak terlalu parah. Begitu pikirnya. Jadi dia menolak diperiksa.

"Kamu nggak mau diobatin? Kaki kamu berdarah."

Izzy mendongak saat melihat seorang lelaki bersneli muncul di depannya. Kebetulan dia sedang menunggu Amira selesai diperiksa.

"Loh..."

"Izzy Pucella?"

Izzy mengangguk. "Aydin bukan?"

"Betul. Nggak nyangka ketemu kamu di sini, Zy."

Aydin Wicaksono Natawijaya--nama dokter berwajah ganteng yang dulunya pernah satu kampus dengan Izzy. Aydin kelihatan lebih keren mengenakan sneli layaknya dokter-dokter handal dalam tv serial Grey's Anatomy.

Ini menjadi pertemuan pertama mereka setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Wajah simpatik Aydin terlihat menarik kedua sudut bibir hingga menciptakan senyum menarik yang tidak bisa Izzy lupakan begitu saja.

"Kaki kamu luka. Aku periksa dulu ya?"

"Eh, nggak usah. Aku baik-baik aja," tolak Izzy menggeleng.

"Nggak boleh, kamu harus diperiksa. Kata suster kamu korban ditabrak dari belakang. Takutnya ada luka dalam yang nggak kelihatan. Jangan nolak ya? Aku yang periksa kok," bujuk Aydin.

Izzy terpaksa setuju. Aydin memapahnya sampai duduk di atas brankar. Selama Aydin mengobati dan memeriksa kakinya, Izzy tak berhenti memandangi wajah lelaki itu. Izzy tidak pernah lupa rupa Aydin--yang dulunya selalu--digemari gadis-gadis kampus. Walau mereka lulus bertahun-tahun yang lalu, wajah Aydin masih tetap sama. Kegiatannya mengagumi kesempurnaan Aydin terpaksa terhenti karena Aydin sudah selesai. Aydin menjelaskan bahwa kakinya baik-baik saja dan Izzy menatap tanpa berkedip.

"Kamu pulang sama siapa, Zy? Ada yang jemput?" tanya Aydin setelah selesai dengan penjelasannya akan kondisi kaki Izzy.

Izzy tersadar mendengar pertanyaan Aydin. Dia menjawab pelan, "Aku pulang sendiri soalnya sahabatku dijemput ayahnya."

"Aku anterin pulang ya? Rumah kamu masih yang lama?"

"Masih yang lama kok, cuma kan jauh banget dari sini. Aku pulang naik taksi aja."

"Lebih baik dianter aku daripada kamu keluarin ongkos. Ya, kan?"

Izzy membenarkan perkataan Aydin. Dia tidak bersungguh-sungguh ingin pulang naik taksi karena tarifnya pasti mahal. Kesempatan emas ini tidak boleh dia tolak. Tanpa pikir panjang Izzy mengangguk.

"Kalo gitu tunggu sebentar. Kasih aku waktu lima belas menit untuk beres-beres sebentar. Setelah itu, aku anter kamu pulang. Oke?" ucap Aydin, yang diikuti oleh anggukan setuju Izzy.

Izzy sudah pamit dengan Amira, kebetulan kakaknya Amira sudah datang jadi dia izin pulang. Persoalan yang nabrak, dia serahkan pada keluarga Amira karena sahabatnya itu yang paling terluka. Sebelum benar-benar pulang, dia menunggu di kursi yang tersedia di lobi rumah sakit selama lima belas menit--seperti yang diminta Aydin. Saat tangannya sibuk membalas pesan Zery, dia melihat kaki beralas sepatu pantofel muncul di depannya. Sebuah tangan terulur menyodorkan susu kaleng padanya.

"Maaf ya udah buat kamu nunggu lama. Ini untuk kamu, Zy."

Izzy mengambil susu kaleng dan mengucapkan terima kasih.

"Kalo gitu kita balik sekarang. Takut makin malem, kasihan kamu."

Izzy berdiri namun saat kakinya melangkah maju, dia merintih. Kakinya terasa sakit menginjak lantai.

"Kaki kamu masih sakit banget? Aku gendong aja ya?" tawar Aydin.

Izzy menggeleng. "Eh, nggak usah."

"Sebentar..." Aydin meminta Izzy memegangi tasnya, lantas menggendong Izzy tanpa aba-aba. Izzy terkesiap sehingga terpaksa mengalungkan tangannya pada leher Aydin. "Gini lebih baik. Supaya kaki kamu nggak sakit juga," ucap Aydin.

Beberapa suster yang melihat tindakan Aydin langsung melempar ledekan-ledekan jahil, dan beberapa menyuruh Aydin membawa pulang Izzy sebelum dicecar penggemar Aydin.

Satu-satunya orang yang tidak pernah melihat Izzy konyol adalah Aydin. Ada sisi yang Izzy coba sembunyikan supaya tidak membuat lelaki itu ilfeel. Dan sikapnya Aydin sekarang membuat semburat merah di wajahnya muncul. Apalagi dia dapat melihat wajah Aydin dari dekat.

Sontak, tindakan yang dilakukan Aydin mengingatkan Izzy akan masa-masa dulu ketika dirinya jatuh di taman kampus sampai kakinya keseleo. Aydin yang saat itu sedang duduk santai di taman langsung menolongnya. Walau mereka beda jurusan, tetapi Aydin terlihat atraktif dan sekarang pun makin hot kayak saus sambal.

"Aku makin ganteng ya makanya dipandangin kamu terus?" goda Aydin setengah bercanda.

Izzy tersentak. "E-eh, nggak. Pede amat sih!" Dalam hati Izzy meralat, iya emang ganteng banget! Heran, manusia apa titisan dewa Yunani sih??

Aydin tertawa pelan. "Kalo gitu kamu yang makin cantik. Lebih tepatnya kelihatan feminin banget, dan ya... agak berat," canda Aydin lagi.

Izzy memelototi Aydin, sementara Aydin masih menikmati tawanya sambil tetap menggendong Izzy ke parkiran. "I'm kidding. Kamu masih seenteng dulu."

Alamak! Begini aja dia langsung tersipu malu. Ampun deh... dia gila pujian, atau nggak kuat karena yang bilang adalah Aydin?

"Tunggu sebentar..." Aydin menurunkan Izzy, membukakan pintu, dan menjadikan tangannya batas supaya kepala Izzy tidak kebentur. "Masuknya pelan-pelan. Bisa kan?"

Setelah Izzy berhasil duduk, barulah Aydin memutari mobilnya, dan ikut masuk ke dalam mobil. Aydin meninggalkan rumah sakit dengan cepat sebelum malam semakin gelap.

Sepanjang perjalanan tidak ada yang dibahas. Bukan karena tidak memiliki pembahasan, tetapi karena Izzy jatuh terlelap dengan mulut menganga. Satu jam perjalanan rasanya tidak cukup bagi Izzy, bahkan setibanya di depan rumah, Izzy tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun sehingga Aydin menunggu Izzy bangun dengan sendirinya karena tidak tega membangunkan.

Aydin memandangi Izzy yang tertidur sambil menarik senyum. Bertepatan dengan itu, Izzy membuka kelopak mata, meneleng ke samping dan kaget melihat wajah Aydin.

"Good morning, Izzy. Udah pagi nih, gimana tidurnya?" canda Aydin.

Izzy mengedarkan pandangan, kemudian menepuk keningnya cukup keras. "Aduh, aku tidurnya kelamaan ya? Maaf ya, Aydin."

"Nggak pa-pa. Aku tau kamu capek."

"Aduh, malu-maluin aja!" gumam Izzy pelan.

Aydin terkekeh sebelum akhirnya turun dari mobil, mengitarinya, dan membukakan pintu untuk Izzy. Setelah Izzy sudah turun, Aydin menutup pintu mobil.

"Makasih banyak ya udah nganterin. Aku ngerepotin banget nih," ucap Izzy sambil melempar senyum manis.

"Nggak masalah, Zy. Istirahat yang cukup. Jangan terlalu diforsir dulu kakinya. Kalo udah diurut, baru deh banyakin gerak."

Izzy mengangguk. "Kalo gitu aku masuk ke dalem. Makasih sekali lagi, Aydin."

Aydin tersenyum sembari melambaikan tangan. Sebelum Izzy membuka pintu, Aydin bertanya lebih keras. "Zy, kalo besok kita ketemu lagi boleh?"

Entah apa yang merasuki diri Izzy sampai dia mengatakan 'boleh'. Setelah masuk ke dalam rumah, dan menutup pintu, Izzy menyentuh dadanya yang berdetak tidak karuan.

Dari jauh Zery yang berada di dalam mobil--tepat di seberang rumah Izzy--menyaksikan kedekatan Izzy dengan lelaki lain. Kedatangannya ke sini karena ingin memastikan keadaan Izzy setelah diberitahu ditabrak dari belakang. Ada perasaan yang sulit dia jelaskan. Rasanya kepala dan hatinya mendidih.

Pandangan Zery terhadap lelaki yang mulai meninggalkan rumah Izzy segera teralihkan sesaat melihat layar ponselnya.

Panggilan masuk: Freya

👔 👔 👔

Jangan lupa vote dan komen kalian🤗🤗🤗😘

Apakah ini konflik? Apakah ini mulai panas? '-')/

Follow IG: anothermissjo

Yang kiri versi seksi, yang kanan versi kalem😂😍

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro