Bagian 9 : Sepotong Kue dari Pangeran
Aku sangat kesal dengan Reb. Dia selalu menguji kesabaranku. Tapi, bukan itu yang menjadi masalahku sekarang.
Ini masalah Blue. Suara Blue telah dirampas oleh Ratu Evilsa. Bagaimana cara dia mengambil suara seseorang? Aku tidak tahu, tapi kemarahanku padanya terasa semakin meningkat. Dia lebih membuatku kesal daripada Reb.
Aku melempar Reb dengan asal, lalu kembali melihat Blue yang masih berdiri di depanku. Dan masih tersenyum.
Rasanya aku ingin menangis lagi.
"Nona, kenapa kau selalu kasar pada kelinci menggemaskan sepertiku?" Reb mencerocos tidak penting ketika mulutku akan mengatakan sesuatu kepada Blue. Dia mengganggu saja.
"Kau itu memang menggemaskan, tapi juga menggelikan!" balasku berpaling sebentar padanya yang berada tak jauh dari belakangku, lalu aku kembali menoleh ke ...
"Blue?"
Dia menghilang. Oh, ya ampun, kenapa dia menghilang tanpa bilang-bilang akan pergi ke mana?
Aku tidak mau ... dia menghilang dariku lagi, batinku.
"Kau melihatnya pergi ke mana?" tanyaku kepada Reb.
"Entahlah, Nona. Aku tidak sempat melihat pangeran pergi ke mana," jawab Reb. "Nona, kenapa matamu seperti ingin menangis? Jangan sedih, Nona. Pangeran pasti kembali."
"Apa? Tidak. Aku tidak apa-apa," kataku berpaling darinya. Dia benar-benar kelinci yang menyebalkan.
Meskipun aku sudah bertemu lagi dengan Blue, tetap saja mataku ingin menangis. Dan itu disebabkan oleh Ratu Evilsa yang membuat keadaan Blue menjadi tidak baik.
Aku ingin sekali menghajarnya.
"Nona, kau mau ke mana?" tanya Reb sambil melompat mengikutiku berjalan.
"Tidak tahu. Aku ingin mencari Blue. Dan aku ingin mengetahui bagaimana cara aku mengalahkan Ratu Evilsa," jawabku sambil tetap berjalan dengan tangan terkepal.
"Nona bersabarlah. Nona pasti bisa mengalahkan Ratu Evilsa."
"Dengan cara?" Aku menghentikan langkahku, membuat Reb menabrak belakang kakiku karena tak sempat menghentikan langkahnya. Dia berjalan di belakangku.
"Pangeran mengetahui caranya," jawab Reb. "Namun hanya bisa dilakukan olehmu."
"Bagaimana Blue bisa memberitahukan caranya padaku dengan suaranya yang dirampas?" tanyaku dengan kesal dan frustasi.
"Oh, itu mudah, Nona. Kau lihat saja apa yang akan pangeran lakukan untuk memberitahukan caranya padamu," jawab Reb membuatku bingung dan penasaran.
Reb terlihat menyembunyikan sesuatu dariku. Dia ingin Blue yang memberitahukan itu padaku. Tapi, di mana Blue sekarang?
"Apa tidak ada yang lain selain gula di sini?" tanyaku sambil melihat sekitar.
"Kalau kau ingin yang lain, kau bisa pergi ke tempat di mana ada rasa manis yang lain selain gula," jawab Reb.
"Oh! Begitu." Aku mengangguk-angguk mengerti. "Aku tak paham."
"Sudah kuduga. Kalau begitu, mari kita ke sana!" Reb melompat mendahuluiku berjalan.
"Ke mana?"
"Ke tempat di mana pangeran mungkin ada di sana."
Terserah. Dia selalu membuatku bingung dan penasaran. Tapi aku tetap mengikutinya berjalan. Sambil berjalan, aku memegang perutku yang mulai berbunyi. Sudah seharian aku tidak memakan apapun. Aku lapar.
Aku menengadah melihat langit. Oh, langit biru muda. Aku jadi ingat, saat aku berada di daerah berwarna biru dan ungu, harinya malam. Ternyata hari di sini berbeda. Atau, apa sudah berganti hari? Membingungkan.
Aku harap Ayah dan Ibu tidak terlalu mengkhawatirkanku. Semoga mereka baik-baik saja. Aku merindukan mereka.
"Kita sampai!" seru Reb. "Di sebuah tempat yang terdapat banyak kue berlapis krim beku yang tercipta secara ajaib!"
"Woah ...!" Aku takjub ketika melihat sekelilingku.
Ada banyak kue bahkan besar-besar seperti bangunan! Lebih mengasyikkan dilihat dibandingkan tempat yang aku kunjungi sebelumnya. Dan perutku semakin mengamuk minta diisi. Aku ingin makan kue!
Aku berlari dengan riang. Memandang semua kue yang ada di depan mataku. Bagaikan berada di surga, aku bisa menghirup betapa harumnya kue manis dan enak di sekelilingku. Ada bermacam-macam rasa. Aku lebih suka rasa stroberi dan coklat.
"Baiklah! Aku akan mencari kue rasa stroberi! Di mana, ya?"
Reb menarik-narik bajuku.
"Tunggu dulu, Nona!"
Dia selalu menggangguku! Apa tidak ada yang bisa dia lakukan lagi selain menggangguku?
"Ada apa, Reb? Kau tahu, seharian aku tidak makan apa-apa. Aku harus mencicip kue yang kusuka untuk menghilangkan rasa laparku!"
"Tapi Nona, kue-kue di sini bukanlah kue biasa! Kalau Nona salah memakan kue, kau bisa terkena efek dari kue itu!"
Efek? Kelinci ini membuat kepalaku pusing saja. Dia telah menyita waktu pencarian kueku. Aku harus menyingkirkannya dulu.
"Reb," kataku sambil mengangkatnya. "Kau bisa diam? Aku lapar dan ingin makan kue. Jadi, jangan menggangguku dulu. Oke?"
"Tapi Nona-"
Tidak sempat dia melanjutkan kata-katanya. Aku dengan ancang-ancang, melemparnya dengan kekuatan maksimal. Aku lihat dia mendarat di salah satu kue raksasa yang letaknya cukup jauh dari tempatku berdiri. Untuk sementara, dia tidak bisa menggangguku.
"Menyingkirkan kelinci jadi-jadian sudah selesai. Waktunya aku mencari kue impianku!!"
Aku pun menjelajah sendirian. Tiba-tiba tak lama aku berjalan, aku telah berada di bagian kue rasa stroberi! Yeay! Aku akan kenyang!
"Oh! Bagaimana kalau kue yang itu?"
Aku melihat dan mengambil sepotong kue rasa stroberi yang telah ada di atas piring kecil dan ada sendok di samping kue tersebut. Selain yang kuambil, ada banyak potongan yang lain. Di sini seperti tempat makan kue impian. Tahu saja kalau aku perlu piring dan sendok.
Sebelum makan, aku harus mencari tempat duduk. Ah! Ada kursi putih tak jauh dariku. Sebaiknya aku duduk di sana saja. Di sana juga ada meja kecil. Entahlah, aku merasa sebelumnya tidak ada dua benda itu di sekitarku. Ajaib sekali.
Aku pun duduk tenang di kursi itu. Langkah terakhir, memakan kue stroberi! Nyam-nyam!
Tanganku mulai mengayunkan sendok ke arah kue. Ketika sendok yang telah terisi oleh sesendok potong kue itu aku arahkan ke mulutku, tiba-tiba saja ada tangan yang menahan tanganku agar tidak memakan kueku.
Apa-apaan ini? Pasti ini tangan Reb. Dia berubah wujud menjadi manusia dan ingin aku mati kelaparan. Aku akan buat dia menyesali perbuatannya.
"Reb! Kau itu tidak ada habisnya membuatku kesal, ya!" Tanganku meronta ingin lepas dari cengkeraman tangannya. Aku menengadah untuk melihat wajahnya.
Tapi ternyata, aku salah menduga.
"Blue?"
Aku melihat Blue menggelengkan kepala. Ekspresinya menggambarkan tak menerima sesuatu. Apa maksudnya?
"Kenapa kau menggeleng? Kau ingin mengatakan apa padaku?"
Oh iya, aku lupa. Bagaimana aku bisa lupa? Dia kan tidak bisa bicara.
Blue melihat kue yang kupegang. Dia merampas kue itu dan membuangnya. Lho? Kenapa dia membuang kueku? Apa dia benci melihat kue stroberi?
Blue menggeleng lagi. Aku cuma bisa memasang tampang bingung. Berusaha aku memikirkan apa alasan dia membuang kueku.
Oh! Apa jangan-jangan yang dikatakan Reb padaku sebelumnya itu berkaitan dengan alasan Blue membuang kueku?
"Hm, kau membuang kueku karena ada efek samping yang terkandung di dalamnya?" tanyaku kepada Blue.
Blue mengangguk seraya tersenyum. Oh, ternyata benar. Aku jadi penasaran efek apa yang aku dapat jika memakan kue itu. Ah, sudahlah itu tidak terlalu penting.
"Oh iya, kenapa tadi kau menghilang? Tadi pergi ke mana?"
Sejak tadi, tangan kanan Blue disembunyikan di belakang punggungnya. Tapi, aku tak terlalu memperhatikan. Ketika dia menampakkan tangan kanannya, ternyata dia membawa sesuatu.
Sepotong kue rasa coklat!
Blue mengarahkan jari telunjuknya ke arah kue yang dibawanya, kemudian menunjuk ke arahku.
"Untukku?" tanyaku yang dibalas Blue dengan anggukkan. "Terima kasih!"
Aku menerima kue itu dengan senang hati dan segera menikmati makananku.
Woah! Rasa kuenya enak! Manisnya pas dilidah. Tidak pernah aku merasakan kue seenak ini. Rasanya sempurna.
"Blue, mau?" tawarku pada Blue.
Blue menggeleng sambil tersenyum.
"Ayo ikut makan bersamaku. Sedikit saja tidak apa-apa, kok," tawarku lagi.
Blue pun mengangguk. Dia melangkah mendekatiku agar aku bisa memberikan kueku padanya. Jarinya menunjuk sendok yang kupegang.
"Tidak, aku saja yang menyuapimu, karena kaulah yang sudah memberikanku kue enak ini," kataku.
Tiba-tiba Blue terlihat panik. Wajahnya sedikit memerah. Ada apa dengannya? Huh. Andaikan dia bisa bicara, mungkin aku akan mengerti semua maksud segala ekspresinya.
"Buka mulutmu. Aku akan menyuapimu sekarang," suruhku sudah siap dengan sesendok potong kue pada sendokku.
Blue menurut. Dia membuka mulutnya dengan ragu. Begitu terbuka, aku langsung menyuapkan kue ke dalam mulutnya. Selesai menyuapinya, Blue mengunyah kuenya sambil menunduk.
"Kenapa, Blue? Kau tidak apa-apa, kan?" tanyaku. "Apa rasanya tidak enak di dalam mulutmu?"
Blue menggeleng. Dia kembali mengangkat kepalanya. Dia sudah selesai memakan sesendok potong kuenya. Acungan jempolnya membuatku mengembangkan senyumku.
"Blue, ketika kita kembali bertemu seperti ini, aku bingung harus bagaimana dan berkata apa. Apakah aku harus senang atau marah padamu? Perasaanku campur aduk. Aku tidak tahu mana yang benar. Tapi yang jelas, aku bersyukur bisa bertemu denganmu lagi. Mungkin ada sedikit rasa kesal dan marah padaku. Kau tiba-tiba menghilang. Itu membuatku bertanya-tanya selama bertahun-tahun, ke mana perginya kau? Bahkan pergi tanpa meninggalkan pesan. Aku jadi bingung, apa kau itu benar sahabatku atau teman biasa saja? Jika bukan sahabat atau teman biasa, itu berarti kau telah menganggapku sebagai mus-"
"Elly!"
Blue tiba-tiba memelukku. Ini membingungkan. Apa aku harus membalas pelukannya atau tidak? Kenapa dia memelukku? Aku tidak mengerti.
"Kau tahu, setiap hari aku berusaha melupakanmu. Tapi, warna kesukaanku selalu mengingatkanku padamu. Aku tidak bisa melepaskan memoriku tentangmu. Jadi, aku memilih menangis di dalam kerinduanku."
Blue semakin erat memelukku. Aku memilih tidak membalas pelukannya. Mungkin aku sedang marah. Dan aku sedang melampiaskan semua kemarahanku selama ini padanya. Terlihat, Blue hanya bisa memelukku. Mungkin artinya, dia menerima semua yang aku katakan untuknya.
"Sepertinya kau tidak menerima aku menyebut diriku adalah musuhmu. Bagaimana aku tidak bisa mengatakannya? Kau telah menganggapku sebagai orang asing yang tidak perlu diberikan pesan terakhir sebelum pergi. Kau tidak tahu perasaanku saat itu bahkan sekarang aku masih bisa merasakannya. Sakit."
Aku mendengar Blue menangis walaupun terdengar samar-samar. Hatiku ingin membalas pelukannya agar dia tenang. Tapi, untuk sementara aku ingin menjadi orang yang egois.
"Aku merindukanmu, Blue. Sampai sekarang, aku hanya bisa memilikimu sebagai sahabatku. Aku sama seperti dulu, tidak bisa mendapatkan satu pun teman. Sendirian, aku menjalani hari sekolahku. Walaupun aku punya teman sebangku, dia tidak pernah menyapaku. Termasuk teman sekelas yang lain. Semua menganggapku tidak ada. Aku kesepian.
"Aku harap kau bisa satu sekolah dan sekelas denganku. Aku ingin kau menjadi teman sebangkuku. Lalu, kita bisa mengerjakan tugas bersama, pergi ke kantin bersama, mengobrol dan canda tawa bersama. Seperti yang mereka lakukan. Jika aku lihat mereka bersenang-senang seperti itu, rasa iriku pun tumbuh. Aku juga ingin merasakan kesenangan itu. Tapi, aku sendirian.
"Nyata ataukah mimpi, aku bisa merasakan dengan jelas kau kembali padaku. Memelukku begitu erat, memberikan kehangatan dan isak tangis kecilmu yang membuatku ingin menenangkanmu. Tapi, aku ingin memarahimu juga. Bagaimana cara aku memarahimu? Aku tahu, aku tidak bisa memarahimu. Aku hanya bisa melempar semua yang aku pendam selama ini.
"Dan yang ingin aku ketahui padamu adalah, apa kau juga merindukanku?"
To be continue ...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro