Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 8 : Reb Suka Membuat Putri Kesal

Aku tidak mengerti alasan Blue bersembunyi dariku. Tapi yang jelas aku harus turun dari pohon ini. Oh iya, apa aku berada di atas Sugar?

"Nona, apa kau ingin turun?" tanya suara yang aku yakini adalah dari Sugar. Ternyata memang benar, aku berada di dahannya.

"Iya, hehe," jawabku agak malu.

Suara Sugar itu seperti suara kakek-kakek. Jadi, pohon ini jelas lebih tua daripada aku. Aku harus menghormati orang yang lebih tua. Tapi, aku malah berada di atasnya. Oh iya, dia kan pohon.

"Aku akan menurunkanmu," kata Sugar. Bagaimana cara dia menurunkanku dari sini?

Tiba-tiba saja dahan pohon yang aku tempati bergerak seperti menuju ke bawah. Aku terkejut dan langsung berpegangan agar tidak terjatuh. Sampainya Sugar mengarahkan dahannya ke bawah, aku turun dari sana dengan hati-hati.

Uh, lega rasanya sudah turun. Tidak pernah terbayang ada pohon yang bisa bergerak. Aku pikir dia hanya bisa bicara saja.

"Terima kasih!" ucapku seraya memberinya senyum.

"Sama-sama, Nona. Senyumanmu manis sekali, seperti gula. Aku merasa bahagia saat melihatmu tersenyum seperti itu," balas Sugar sambil memuji senyumanku.

Seperti gula? Apa senyumanku semanis itu? Aku senang dengan Sugar. Dia memang baik dan berhati lembut. Kalau saja dia manusia, mungkin dia bisa menjadi kakekku.

"Apa Kakek melihat Blue?" tanyaku.

Sugar tidak menjawab. Lho? Kenapa dia mendadak diam? Bukankah dia tadi berbicara denganku?

Aku melihat Reb yang masih berada di atas Sugar. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menyentuh jidat seperti orang yang sedang frustasi. Kenapa juga dengan dia? Oh ya ampun, aku tidak mengerti dengan kedua makhluk di hadapanku.

"Nona, kau harus mengetahui ini. Sugar tidak suka dipanggil Kakek," kata Reb membuatku bingung.

"Kenapa? Bukankah dia sudah tua?" tanyaku lagi meminta penjelasan yang bisa kumengerti.

Reb menepuk jidatnya sendiri. Apa ada nyamuk yang hinggap di jidatnya itu? Ekspresinya tampak tidak menikmati pembicaraan ini.

"Nona, Sugar itu mudah terbawa perasaan. Kalau Nona menyebut Sugar itu Kakek satu kali saja, dia tidak akan mau lagi bicara denganmu," jawab Reb menjelaskan.

Astaga, mungkin aku sudah tidak sopan kepada Sugar. Aku tidak tahu kalau dia bisa begitu. Bagaimana cara dia mau lagi berbicara padaku?

"Dia marah padaku, ya?"

"Bisa dibilang begitu."

"Bagaimana cara aku membuatnya bicara lagi padaku?"

"Entahlah, Nona. Orang lain juga pernah memanggil Sugar itu Kakek. Dan ... selesai. Sugar tidak akan mau lagi bicara dengan orang yang pernah memanggilnya Kakek."

Oke, Sugar marah padaku dan tidak mau lagi bicara padaku karena aku telah melakukan kesalahan. Wajar kan aku salah, karena aku tidak tahu kalau dia tidak suka dipanggil Kakek. Jika aku tahu dari awal, aku tidak akan memanggilnya Kakek.

Aku menghadap Sugar, si pohon gula yang besar, rindang, sangat indah, dan manis. Di atas kelebihannya, ada kekurangan di bawah dirinya, yaitu mudah terbawa perasaan.

"Maafkan aku, Sugar. Tapi, aku berusaha menghormati orang yang lebih tua dariku. Jadi, aku refleks memanggilmu Kakek karena suaramu itu. Mungkin itu salah bagimu, tapi tidak bagiku. Perbuatanku ini benar. Aku memanggilmu Kakek. Dan aku ingin kau menjawab pertanyaanku. Apa kau melihat Blue pergi ke mana?"

Lama aku menunggu jawaban dari Sugar, tetapi tak ada jawaban. Yang aku dapatkan hanyalah ...

"Krik! Krik!"

Suara Reb yang berusaha menyamakan suara jangkrik. Dia mengejekku. Kelinci sialan.

"Oke! Aku akan mencarinya sendiri!" kesalku menjauh dari Sugar dan melangkah pergi.

Reb melompat turun dari Sugar dan mengikutiku.

"Kau tidak mengajakku, sayang?" tanya Reb. Menggelikan.

"Aku malas mengajak orang lain. Tapi kalau kau mau membantuku, itu akan berguna untukku," jawabku.

"Baiklah, aku akan membantumu! Aku melihat pangeran pergi dan bersembunyi di suatu tempat, lho!"

Mendengar itu, kedua tanganku langsung mencengkeram dan mengangkat kerah bajunya seperti ingin mengajaknya berkelahi.

"Kenapa tidak bilang dari tadi?"

Reb tampak tersiksa dengan cekikkanku. Memangnya aku sedang mencekiknya?

"Hyahahahaha!!"

BUM!

Tiba-tiba asap mengelilingi Reb, membuatku terpaksa harus melepaskannya. Aku menjauh dari asap itu dan mencari keberadaan Reb.

Ketika asap itu menghilang, ternyata asap itu berasal darinya. Dia mengubah wujudnya menjadi seekor kelinci putih. Dasar licik.

"Karena Nona tidak bertanya padaku, jadi aku tidak memberitahukan di mana pangeran berada!" jawab Reb dengan suara kelincinya yang lucu, tetapi bagiku tetap saja aneh.

"Alasanmu bodoh sekali. Ya sudah, tunjukkan padaku di mana Blue," suruhku tak ada niat sekali untuk berdebat dengannya.

Reb memunculkan wortel di tangannya secara ajaib, lalu memakannya dengan santai.

"Di belakangmu, Nona."

Oh, ternyata dia ingin dihajar. Kakiku sudah siap melayangkan seranganku untuk seekor kelinci jadi-jadian seperti dia. Kaki? Kenapa bukan tangan? Karena dia itu cebol, jadi aku harus menggunakan kaki.

Dengan cara menendangnya.

Kakiku mulai memgangkat ke belakang. Sebentar lagi Reb akan menjadi bola untuk dimasukkan ke dalam gawang kekesalanku.

"Elly?"

Aku yang tidak jadi menendang Reb, membalikkan badanku untuk melihat siapa yang memanggilku walaupun aku sudah tahu siapa orang itu dari mendengar suaranya saja.

Ternyata Blue benar-benar ada di belakangku.

Tatapanku bengong. Blue sekarang ada di hadapanku! Aku harus bagaimana? Apa yang harus aku katakan?

"H-hai!" sapaku.

Bodoh sekali kau, Elly! Masa hanya sapaan biasa! Aku sudah lama tidak bertemu dengannya dan aku hanya memberinya kata ... HAI?! ARGHH!!! kataku kesal di dalam hati.

Blue tidak membalas. Mata birunya tidak henti menatapku. Kenapa dia tidak membalas? Apa aku telah salah menyapanya? Atau ... dia membenciku?

"Baiklah, aku tak tahu apa alasanmu diam tidak membalas sapaanku. Sebenarnya aku bingung tidak tahu harus berkata apa. Kita sudah tidak lama berjumpa, kan? Bahkan, lihatlah. Kita sudah beranjak remaja. Selain itu, Sugar membenciku karena aku menyebutnya sebagai Kakek. Kalau kau membenciku, bolehkan aku tahu alasanmu?"

Air mata tiba-tiba saja keluar tak sempat kubendung. Biarkan saja aku menangis di hadapan Blue, agar dia tahu selama aku menunggu untuk bertemu lagi dengannya, selama itu juga aku merasakan sakit karenanya.

Reb tiba-tiba seenaknya bertengger di atas kepalaku. Kelinci jadi-jadian ini mengganggu saja!

"Oh iya, kau harus tahu ini juga, Nona. Pangeran Blue tidak bisa berbicara seperti kita karena suaranya diambil oleh Ratu Evilsa. Dan seharusnya, pangeran tidak bisa memanggil Nona. Tapi, kenapa bisa, ya?"

Apa?!

Aku menurunkan Reb dari atas kepalaku. Kini dia berada di peganganku. Dengan kesalnya, aku memekik di depan wajahnya.

"KENAPA KAU TIDAK BILANG DARI TADI??"

To be continue ...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro