Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 13 : Sang Penyelamat Datang

Aku tidak mengerti apa maksud Maya mengatakan itu padaku. Yang jelas, apa yang dia katakan sama sekali bukan hal yang masuk akal.

Kau tidak akan bisa mengembalikan buku itu lagi. Meskipun kau berusaha untuk membuang ataupun membakarnya. Untuk membuat buku itu lengkap terisi, kau harus mengikuti cerita yang ada di dalam sana.

Dia membicarakan tentang buku biru yang kupinjam, bukan? Atau, mungkin saja dia sedang menghapal naskah dramanya pada ekskul teater.

Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak, tidak. Ini baru awal pelajaran semester. Belum ada membahas ekskul," gumamku membuyarkan pikiranku tadi.

Sekarang yang harus aku lakukan adalah pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku biru aneh ini.

"Elly!"

Aku terkejut mendengar sekali lagi suara gadis itu. Apa dia mengejarku?

Aku menoleh untuk melihat ke belakang. Ternyata memang benar, Maya mengejarku. Dia berlari ke arahku dan itu membuatku langsung panik. Apa dia akan mengatakan sesuatu yang aneh lagi?

"Apa aku sedang mimpi buruk??" Aku kembali menghadapkan wajahku ke depan dan segera berlari agar dia tidak menjangkauku. "Jangan ikuti aku!!"

"Aku mengatakan yang sesungguhnya, Elly!" seru Maya yang masih saja mengejarku. "Buku biru itu, akan selalu bersamamu!"

"Siapa yang peduli!!"

Aku membalas seruannya lebih keras yang membuat perhatian murid-murid yang baru datang memandang kami dengan heran. Kakiku tetap berlari dan lebih kencang. Tidak peduli dengan pandangan yang melihat kami. Sampai akhirnya ...

BRUK!

Bertambah sialnya aku menabrak seseorang yang ada di depan. Aku tidak tahu siapa yang telah kutabrak. Begitu aku melihat siapa yang kutabrak, ternyata aku telah menabrak seorang laki-laki. Dia tidak sekelas denganku. Hanya saja yang membuatku bingung, kenapa pakaian sekolahnya berbeda dengan yang lain?

"Ma-maafkan aku! Aku tidak sengaja menabrakmu. A-aku permisi!" Aku meminta maaf dengan cepat agar aku bisa melanjutkan lariku karena mungkin Maya masih mengejar.

Aku ingin melanjutkan lariku yang tertunda, tapi langkahku tertahan karena ada tangan seseorang yang menahan tanganku. Aku menoleh melihat tangan siapa sebenarnya ini.

"Eh?" Aku terkejut karena lelaki itulah yang menahan tanganku.

Laki-laki berambut coklat tua itu menarikku dan spontan langkahku pun berjalan mengikutinya.

"Ikuti aku."

Daripada harus terkejar oleh Maya, tak ada pilihan lain selain mengikuti lelaki ini. Kami terus menelusuri banyak koridor sampai kami masuk ke ruang olahraga yang sepi.

Hah ... Syukurlah aku selamat. Walaupun yang mengejarku tak tentu adalah berbahaya, tapi gadis itu sukses membuatku takut karena perkataannya dan saat dia memutuskan mengejarku tanpa sebab.

Rasa bingungku pun bertambah begitu ada satu pertanyaan masuk ke dalam pikiranku.

"Kenapa kau membawaku ke sini?" tanyaku langsung kepada lelaki ini. Aku juga ingin bertanya kenapa dia menarikku untuk menyelamatkanku dari Maya yang bertingkah aneh. Tapi dari semua tempat, dia memilih ruang olahraga.

Murid laki-laki yang tidak aku kenali ini menatap mataku setelah dia melepaskan genggamannya. Aku sedikit curiga mengenai apa yang dia lakukan padaku. Jangan-jangan dia sama anehnya dengan Maya? Tapi aku jangan berprasangka buruk dulu. Siapa tahu dia anak baik.

"Karena aku pikir, kau membutuhkan pertolongan seseorang," jawab laki-laki bermata ungu itu. Wow, mata ungu. Aku baru pertama kali melihat warna mata ungu seindah miliknya. Tapi, aku masih lebih suka warna mata biru milik Blue.

Ahh, Blue lagi. Mengingat namanya kembali di dalam pikiranku, rasanya sungguh menyakitkan karena hatiku sangat sensitif jika mengenai Blue.

"Hei," Dia menjentikkan jarinya di depan mataku, membuatku terkejut dan kembali sadar ke waktu nyata. "Kau melamun. Apa ada yang kau pikirkan?"

Aku menggeleng cepat dan memberikan senyuman kecil. "Tidak ada. Aku tidak tahu siapa kau, tapi terima kasih sudah menolongku dari Maya. Ah, tunggu. Kau ini siapa? Kenapa seragam sekolahmu berbeda dengan kami?"

"Sama-sama," jawabnya ramah. "Oh, iya. Aku adalah murid baru di sekolah ini. Seragam baruku belum selesai dibuat, jadi aku memakai seragam sekolah yang dulu," jelasnya membuatku akhirnya mengerti alasannya mengenakan seragam yang berbeda.

"Siapa namamu?" tanyaku. "Namaku Ellysia Serton."

Lelaki itu mengulurkan tangannya padaku. Oh iya, seharusnya aku mengulurkan tanganku lebih dulu karena aku sudah duluan memperkenalkan diri. Aku melupakan hal sepele.

Aku memberikan senyuman tulusku dan menjabat tangannya. Kemudian menunggunya menjawab pertanyaanku sebagai perkenalan dirinya padaku.

Dia juga tersenyum. Senyuman yang manis. Aku menyukainya. Ya, aku suka melihat orang lain tersenyum disaat orang itu merasa senang dalam alasan positif. Tidak mudah membuat senyuman manis seperti itu---menurutku. Karena, aku hanya bisa tersenyum manis disaat melihat Blue terlihat senang.

"Namaku Taro. Senang bisa bertemu denganmu, Ellysia," kata Taro telah menyebutkan namanya padaku.

"Taro, ya. Ah, jangan memanggilku seperti itu, terlalu panjang. Panggil aku Elly saja. Oke?"

"Baiklah, Elly."

Kami saling melempar senyum dan melepaskan jabat tangan. Hening beberapa saat sampai aku bersuara kembali mengajaknya untuk segera pergi dari ruang olahraga ini.

"Mari kita pergi dari sini. Aku rasa dia sudah tidak mengejarku lagi," ajakku.

"Iya," jawabnya. "Apa dia penggemarmu?"

Aku menatap datar. "Bukan. Dia Maya, teman sekelas. Tapi tingkahnya selalu aneh padaku dan mengatakan hal-hal aneh juga. Aku bingung padanya."

Kami berjalan bersama keluar dari ruang olahraga. Aku melihatnya tertawa kecil. "Mungkin dia ingin berteman lebih dekat denganmu."

"Apa? Tidak," Aku mengibaskan tanganku. "Kalau dia ingin berteman lebih dekat, seharusnya dia bilang. Bukannya bertingkah seperti orang aneh begitu. Dan dia sudah membuatku sedikit takut."

"Oh .. Jadi, kalau dia berkata aneh dan mengejarmu lagi, apa yang akan kau lakukan?"

"Tentu saja, tinggal lari darinya."

Taro tertawa mendengar jawabanku. "Jawaban yang simpel. Ah, aku baru ingat. Aku ke sini diantar Ayahku saja, tapi tidak mengantarku sampai ke ruang tata usaha. Jadi, aku ingin minta bantuanmu."

Aku mengangguk ramah. "Tentu saja aku akan membantumu, Taro. Aku akan mengantarmu ke ruang tata usaha."

Taro terlihat sangat lega. "Syukurlah! Terima kasih, Elly. Kau baik sekali."

Aku tertawa kecil dengan sedikit tersipu. "Sama-sama, Taro. Semoga kita satu kelas, ya!"

Taro mengangguk. "Ya, aku harap juga begitu." Dia tersenyum lebar.

Senang bisa melihat pemuda ini terus tersenyum. Entah kenapa mengingatkanku terus kepada Blue. Hanya saja, rasa bersamaku antara Blue dan Taro benar-benar berbeda. Tapi aku harap dengan tidak mengingat Blue tanpa melupakannya dengan berteman dengan seseorang yang baru, bisa menjadi obat yang terbaik untukku.

To be continue ...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro