Bagian 12 : Buku Biru dan Maya Alexandra
Ini tidak mungkin. Kenapa aku sudah berada di kamarku sendiri? Tadi kan aku ada di Negeri Ajaib. Berada di dalam rumah Milla untuk meminjam kamar mandinya. Tapi, aku malah pulang ke rumah?!
Aku mematung di tempatku berdiri. Bahkan baju yang aku kenakan bukanlah lagi baju maid yang kudapatkan dari keajaiban kalungku, melainkan seragam sekolahku.
"Lysia? Ah, putriku. Kau sudah bangun."
Aku mendengar suara Ibu berbicara padaku. Dengan kesadaran yang tadi sempat melamun, aku menoleh dan menangkap sosok Ibuku baru saja masuk ke dalam kamarku. Dia menghampiriku dan memegang pipiku. Kemudian dahi seperti sedang memeriksa suhu tubuhku.
"Ibu?" Hanya satu kata itu yang kuucapkan. Sekarang aku tak tahu ingin mengatakan apa.
"Syukurlah, nak. Kau baik-baik saja," Ibu tersenyum lembut dan lega kepadaku. Dia mengelus rambutku. "Kata wali kelasmu, kau pingsan setelah dihukum karena terlambat masuk sekolah. Mereka menghubungi Ibu dan Ibu membawamu pulang setelah mendapatkan izin. Ibu khawatir sekali denganmu setelah melihatmu di UKS."
Ibu membawaku pulang? Tapi, saat itu aku masih ada di sekolah. Aku tersadar dari pingsanku waktu itu dan kelinci sialan itu membawaku pergi ke tempat tinggalnya berada termasuk Blue yang juga ada di sana.
"I-Ibu .." Mataku perlahan mulai berkaca-kaca. Rasanya aku ingin menangis sekarang. Ibu terkejut melihatku.
"Ada apa, sayang? Apa sudah terjadi sesuatu yang lain di sekolah? Kau bisa ceritakan semuanya pada Ibu," ujar Ibu dengan khawatir yang kembali mengelus rambut beserta pipiku.
Bagaimana aku bisa menceritakan apa yang sudah terjadi sebelumnya? Ibu tidak akan mempercayai kejadian nyata yang terbilang mitos untuk dipercaya orang lain dan ini mengaitkan kepada sahabatku, Blue.
Blue. Aku jadi teringat dirinya. Sekarang aku sangat sedih. Jika ini akhir dari semua itu, untuk apa aku bertemu dengannya? Menambah rasa sakit saja.
"Hiks! I-Ibu ..." Aku menangis di depan Ibu. Aku tak bisa menahan air mataku di depan Ibu lagi. Rasanya sungguh menyakitkan, jika ini benar-benar mimpi. Sebuah mimpi yang indah bertemu dengan Blue dan buruknya itu tidaklah nyata.
Melihatku yang menangis, Ibu langsung menenangkanku dengan cara memelukku. Mengatakan padaku untuk jangan menangis dan bertanya apa alasanku bersedih. Aku merasa sedikit tenang akan keberadaan Ibu yang menghangatkan. Tapi, aku tak dapat menjawab pertanyaan Ibu. Aku tak bisa menjelaskannya.
Sentuhan itu, sosoknya, mata birunya, terasa jelas ada saat itu. Bertemu kembali dan bisa menghabiskan waktu bersama lagi. Aku tak percaya kalau itu adalah mimpi. Jika itu mimpi, apa itu artinya aku tak akan pernah bisa bertemu dengannya dan hanya merindukannya saja?
Blue, aku ingin bertemu denganmu. Aku selalu menunggu kau kembali. Aku mohon, jangan membuatku semakin sakit lagi.
💎
Besok pagi, aku melakukan aktivitas seperti biasa. Bangun, mandi, sarapan, dan pergi ke sekolah. Kali ini aku datang lebih awal dari biasanya. Aku ingin merasakan rasa sepi sekolah sebelum akan ramai. Mungkin itu bisa menenangkanku dan melupakan mimpiku kemarin.
Aku masuk ke dalam sekolah. Berjalan menelusuri koridor sekolah yang sepi dengan santai. Diriku seperti terasa kosong dan tanpa tujuan. Sebenarnya apa yang kuinginkan sekarang? Dari diriku yang tak biasanya datang ke sekolah lebih awal. Apa aku sudah mengalami stres atau gangguan semacamnya?
DUGH!
"Aww! Sial!" umpatku begitu telah menabrak tiang koridor sekolah tanpa disengaja. Keningnku terasa berdenyut dan mungkin sudah memerah. Aku mengusap keningku sambil melanjutkan perjalananku.
Langkahku kembali melanjutkan perjalanan mengelilingi isi sekolah sampai aku berhenti pada sebuah pintu yang sedikit terbuka. Aku melihat nama ruangan itu.
"Perpustakaan?" Aku mengangkat kedua alisku. Aku belum pernah ke perpustakaan sekolah. Mungkin aku harus masuk dan melihat-lihat. Kalau saja nanti aku menemukan novel yang menarik, aku akan meminjamnya.
Aku masuk ke dalam perpustakaan sekolah. Di sini lumayan luas dan ada banyak sekali buku. Aku berjalan kembali dan mencari letak rak buku-buku fiksi. Begitu menemukannya, aku melangkah ke sana dan melihat-lihat.
"Buku apa itu?" Pandanganku terhenti pada sebuah buku bersampul biru elektrik yang menarik perhatianku. Aku menarik buku itu untuk melihat buku apa ini sebenarnya. "Tidak ada judul?"
Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal sama sekali. Aku sudah berusaha mencari judul dan sinopsisnya. Hasilnya ini hanyalah sebuah buku biasa tanpa judul dan sinopsis. Tapi kenapa bisa menarik perhatianku? Apa karena warnanya biru? Tapi tidak sampai begitu juga mendapat buku tanpa isi.
"Tunggu dulu. Aku belum membuka isinya." Aku terpikirkan hal yang penting daripada masalah sampul buku ini. Untuk mengetahui buku apa ini, aku harus membuka isinya dan membacanya. Baiklah, aku akan membukanya sekarang.
Aku pun membuka buku yang membuatku penasaran itu. Ternyata judulnya terpampang di dalam sampul. Judulnya ...
Begitu tahu judulnya, aku membulatkan mataku dan langsung menutup bukunya. Lalu berjalan cepat dengan membawa buku itu menuju penjaga perpustakaan dan meminjam buku biru itu. Setelah itu, aku keluar dari sana dan berlari cepat untuk kembali ke kelas.
💎
Jam pulang sekolah adalah waktu yang kutunggu-tunggu. Aku dengan cepat membereskan barang-barangku ke dalam tas dan berjalan keluar. Aku tidak peduli dengan tatapan teman sekelasku yang lain memandangku heran karena diriku terburu-buru. Kecuali ...
"Elly!" panggil seseorang.
Aku terkejut mendengar panggilan itu. Membuatku teringat akan Blue yang menyerukan namaku saat bertemu. Aku menoleh dan menangkap sosok yang memanggil namaku. Dan seketika bayangan tentang Blue di dalam kepalaku menghilang.
"Maya," ujarku dan berusaha untuk membuat sebuah senyuman.
Dia teman sekelasku, Maya Alexandra. Gadis ini sangat periang dan suka bertanya apa yang tidak dia ketahui. Baru-baru ini aku mengenalnya dan dia suka sekali mengobrol denganku.
Maya sampai di hadapanku. Dia menatapku dengan bingung. "Kenapa hari ini kau terburu-buru sekali?" tanya Maya kepadaku. Sudah kuduga dia akan menanyakanku tentang itu.
"Ada yang harus aku lakukan di rumah setelah ini. Dan itu sangat penting. Jadi aku terburu-buru," jawabku dengan sedikit cepat.
"Ohh ... Begitu. Apa yang ingin kau lakukan di rumah?" tanya Maya lagi setelah mendapat jawaban. Gadis berambut hitam sebahu dan bermanik mata ungu ini benar-benar akan menyita waktuku. Aku bukannya tak ingin berbicara padanya, tapi aku harus pulang untuk melakukan sesuatu.
"Ma-maaf, Maya. Tapi aku benar-benar harus pulang sekarang," jawabku dan segera berjalan melewati dirinya kemudian berlari sambil melambai singkat kepada Maya. "Sampai jumpa besok!"
Untunglah Maya tak mengejarku. Aku berhenti berlari dan berjalan biasa kembali begitu sudah di luar area sekolah. Aku berjalan menelusuri trotoar dan gedung-gedung. Hingga sampai di suatu perumahan di mana rumahku berada.
Aku pun sampai di rumahku. Tanganku meraih kunci rumah untuk membuka pintu. Begitu terbuka aku masuk ke dalam rumah dan menguncinya. Aku bergegas naik menuju kamarku. Tanpa mengganti baju, aku membuka tasku dan mengambil buku bersampul biru elektrik yang kupinjam dari perpustakaan.
Aku langsung menghempaskan diriku ke atas kasur dan duduk bersila di sana. Tanganku mengelus sampul buku itu dengan rasa kagum akan warna biru kesukaanku pada buku ini. Entah bagaimana buku ini membuatku tertarik untuk meminjam dan membuka isinya.
Judulnya Wonderland, yang artinya Negeri Ajaib.
Aku tersenyum kecil. Mungkin buku ini bisa menuntaskan rasa sedihku menjadi rasa senang karena membaca buku ini. Aku membuka buku itu dan menemukan judulnya dengan jelas. Kemudian membaliknya lagi, menemukan satu kalimat pada lembar kedua itu.
Kau harus percaya.
"Percaya apa?" tanyaku bingung kepada diriku sendiri. Tiga kata yang langsung saja menimbulkan banyak tanda tanya di kepalaku.
Aku membaliknya lagi dan mendapat sebuah kalimat lagi.
Negeri Ajaib itu ADA.
"Tidak, aku tidak percaya," ucapku dengan datar setelah membaca kalimat itu di dalam hati.
Lagipula, hal yang terjadi kemarin itu tidaklah nyata, melainkan hanya mimpi bodoh yang membuatku tidak mau bermimpi apapun saat aku tidur. Walaupun aku tak dapat menolak mimpi dalam tidur, tapi jika aku memimpikan itu lagi, itu berarti aku benar-benar ingin tempat itu nyata. Termasuk nyata bahwa aku bertemu Blue di sana.
Ini dunia modern. Bukan dunia modern pun, aku tidak percaya karena itu hanya mimpi.
Aku membalik lembar berikutnya. Melihat tulisan BAB 1 yang besar. Kemudian aku membaliknya lagi. Aku tidak menemukan kalimat, melainkan sebuah gambar tanpa warna kecuali hitam dan putih.
"Ini kan ... Reb." Aku memfokuskan lagi mataku untuk melihat gambar ini lebih jelas. Bahkan aku mengangkat buku itu dan meneliti gambar yang sangat bagus itu.
Bulu kelinci yang putih, setelan jas hitam juga dasi kupu-kupu merah itu. Ini persis seperti Reb. "Gambar sialan."
Aku membalik halaman selanjutnya. Di balik gambar tadi, ada sebuah tulisan.
Penegak waktu.
Lalu melihat ke halaman sebelahnya. Wajah seorang laki-laki tampan yang pernah kulihat sebelumnya di mimpi itu. "Ini wujud manusianya. Menjengkelkan sekali saat melihat ini," Aku membalik lembar berikutnya dan tak mau meneliti gambar itu karena sudah jelas.
Aku melihat sebuah gambar yang lain. "Ini ... kucing biru itu," Aku tersenyum memandang gambar itu. Namanya Ket. Dia sangat baik padaku dan juga lembut. Saat ingat dia memelukku, rasa hangat akan bulu-bulu kucingnya masih bisa kuingat sampai sekarang. Dan sepertinya aku mulai menyukai kucing.
Aku membalik halaman selanjutnya. Di belakang gambar itu tertulis dua kata.
Sang pendengar.
Halaman sebelahnya ada gambar telur ungu berwajah dan terdapat dua tangannya di sana. "Dan ini Ulter," ujarku dan tertawa kecil kala mengingat bagaimana mengajari Ulter bersalaman waktu itu.
Di balik gambar itu tertulis Sang pencerita.
Halaman berikutnya aku menemukan gambar sebuah pohon tua yang masih sehat dan rindang. Aku sangat yakin bahwa ini adalah Sugar, pohon gula yang tidak mau dirinya dipanggil kakek. Aku penasaran apa julukan untuk Sugar.
Sang penjaga.
"Penjaga?" ulangku setelah membaca dua kata itu tadi. Aku tak mengerti kenapa Sugar mendapatkan julukan itu. Aku memikirkannya sambil mengingat kejadian di mana awal aku bertemu Sugar sampai akhirnya aku bertemu dengan Blue.
"Apa mungkin saja .. Selama ini Sugar melindungi Blue?" Aku mengedikkan bahu. Tak mengerti maksudnya, aku melihat halaman selanjutnya. "Ah, gadis ini!" Aku tersenyum lebar.
Milla. Gadis baik dan ramah yang tidak lama kukenali di mimpiku itu. Aku harap aku bisa berteman dengannya, karena menurutku dia orang yang menyenangkan. Mengenai gambar Milla, aku penasaran julukan apa yang dia dapatkan.
Begitu aku membalik halaman untuk melihat belakang gambarnya, aku terdiam pada halaman itu.
"Eh?"
Aku tak menemukan apapun. Kosong tak seperti gambar-gambar sebelumnya.
Begitu aku melihat lembar selanjutnya, kertas itu juga kosong. Aku membalik halamannya lagi, halaman baru itu juga kosong. Terus kubuka lembar-lembar itu sampai habis.
Sisanya kosong.
Sebenarnya, buku apa yang kupinjam ini? Buku ini sangat aneh. Isinya persis seperti dalam mimpiku. Bertemu dengan mereka di sana dengan lokasi yang berbeda-beda. Tapi, yang tidak kuketahui lagi, tidak ada gambar Blue di sini.
"Apa mungkin saja ... Blue bukanlah dari Negeri Ajaib?"
Oke, aku mulai lagi memikirkan hal yang seharusnya tidak kupikirkan karena ini tidak nyata. Tapi karena buku ini nyata, mungkin tak ada salahnya aku mengatakan hal tadi.
Aku menutup buku itu dan memandang sampul bukunya. Buku ini sama sekali bukanlah buku fiksi. Hanya berisi beberapa kata dan gambar-gambar. Dari terakhir gambar sampai habis hanya menemukan lembaran kosong.
Jika malam ini aku memimpikan mereka, apa halaman selanjutnya akan terisi?
💎
Besok paginya, aku bangun dari tidurku seperti biasanya. Aku melihat jam weker yang terletak di nakas samping tempat tidur menandakan waktu masih pagi dan bangun tepat waktu untuk segera bangun bersiap-siap ke sekolah.
Kemarin malam, aku tak memimpikan Negeri Ajaib ataupun Blue. Ini aneh sekali. Atau, apa benar Negeri Ajaib yang kulihat dua hari yang lalu itu memanglah hanya bunga tidur saja?
Rasanya mengecewakan dan menyedihkan. Sedih karena bertemu dengan Blue kembali adalah sebuah kemustahilan yang tidak bisa diwujudkan meskipun aku sudah berharap.
Aku akan mengembalikan buku biru aneh itu hari ini.
💎
"Elly!"
Itu suara Maya. Dia berjalan ke arahku. Ya ampun.
Aku baru sampai di sekolah. Aku yakin Maya tidak akan datang jam seawal ini. Kenapa dia selalu memanggilku?
"Apa?" tanyaku langsung, tak mau berbasa-basi karena aku ingin segera pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang kupinjam.
Maya sudah sampai di hadapanku. Dia tersenyum padaku. "Kau akan mengembalikannya?"
"Eh?" Aku terkejut mendengar pertanyaannya dan tak tahu ingin menjawab apa.
Maya tertawa kecil. Kenapa dia? Aku tidak mengerti. Apa dia mengetahui sesuatu? "Buku yang kau pinjam kemarin. Apa kau akan mengembalikannya?"
"Apa maksudmu?" Aku segera menatapnya tajam dan curiga padanya, karena kupikir dia sudah menguntitku. "Apa yang kau tahu dari sesuatu yang kupinjam?"
Maya terlihat santai saja dan tak takut dengan tatapan tajamku. Dia malah tersenyum manis. "Kau tidak akan bisa mengembalikan buku itu lagi. Meskipun kau berusaha untuk membuang ataupun membakarnya. Untuk membuat buku itu lengkap terisi, kau harus mengikuti cerita yang ada di dalam sana."
Aku semakin tidak mengerti dan Maya tampak mengatakan tentang buku biru yang ada di dalam tasku. Kini aku menatapnya tak percaya dan sedikit takut. Dia tampak mengetahui semua yang belum aku ketahui. Sebenarnya, siapa gadis ini?
Kakiku melangkah mundur perlahan. Kepalaku menggeleng. "Tidak. Aku tidak mengerti, dengan apa yang kau bicarakan. Aku .. permisi."
Setelah mengatakan itu, aku langsung berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Maya dengan perasaan yang takut. Aku takut kalau Maya bukanlah gadis baik yang tahu begitu saja dengan apa yang aku lakukan kemarin. Tapi yang membuatku berpikir adalah ... mengenai buku biru yang dikatakan Maya.
Ini menjadi semakin aneh.
To be continue ...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro