Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30


Taeyong's POV

"Menginaplah dulu di rumah kami, Nak. Ini sudah terlalu larut untukmu kembali ke Seoul."

Aku kecewa sekaligus gelisah. Seharusnya, Sohyun sampai di Tongyeong tadi siang. Persis seperti apa yang dialamatkan oleh Yuta.

Kedua orangtua ditambah seorang nenek yang sempat membukakan pintu untukku kini duduk di depanku.

"Uhm.. tidak perlu Nyonya. Saya sebenarnya masih ada pekerjaan yang harus diurus di kantor."

Dan anehnya lagi, mengapa sejak tadi mereka mengiraku sebagai menantu?

Walaupun.. ada sedikit harapanku untuk dipanggil begitu.

"Aku tidak mau tahu. Kau harus menginap. Setidaknya demi nenekmu ini."

Aku tak bisa menjawab apapun. Keadaan macam apa yang aku hadapi sekarang?

Dan-- dimana Sohyun?

"Ehm.. maaf Nyonya. Tetapi, kalau boleh saya tahu, Sohyun kenapa belum pulang ya?"

Mereka semua saling berpandangan setelah mendengar pertanyaanku.

"Baru saja dia mengabari, kalau jadwal busnya tertunda. Ia masih di Seoul."

"Apa?!"

Kalau tahu begitu, aku pasti menghampiri gadis tersebut di terminal. Apa bus ke Tongyeong cuma ada satu?? Jelas-jelas ada yang tidak beres.

Bikin khawatir saja!

"Jadi, Nak Taeyong mau kan menginap di sini dulu. Sampai dia kembali besok pagi."

"Baiklah, Nyonya."

"Jangan panggil Nyonya. Panggil saja Eomma.."

"...Ini Abeoji, dan ini Halmeoni."

Kenapa begitu??

"Ba-baiklah."

Malam ini, karena mengejar gadis itu, aku sampai terjebak di Tongyeong dan menerima situasi canggung bersama keluarganya. Bisa-bisanya dia tak mengabari kepulangannya padaku. Apa dia lupa, dia masih jadi matchmaker-ku?

Aku diantar oleh eomma-- maksudku Sohyun eomma menuju ke sebuah kamar yang bernuansa merah muda. Dan aku yakin, ini pasti kamar Sohyun. Lucu sekali!

"Ini kamar Sohyun. Nak Taeyong bisa pakai dulu sebelum memakainya bersama Sohyun."

"Uh?"

"Ah.. tidak-tidak. Hehe.. beristirahatlah ya. Calon istrimu besok akan segera pulang. Jangan khawatir."

Aneh. Aku tersipu menangkap kalimat Sohyun eomma yang jelas-jelas aku mengerti artinya.

Andaikan saja bisa-

Aku--

Akan menikahinya hari ini juga. Dan menghabiskan malam di kamar merah muda ini.

Karena itulah tujuanku kemari.

Yuta benar.




















Aku mencintainya. Aku tak boleh kehilangannya.

...............................

Aku langsung pulang setelah keluar dari apartement Doyoung. Walaupun masih agak lemas, aku takut eomma mencemaskanku karena kemarin aku tidak sampai rumah. Terpaksa aku berbohong padanya soal jadwal keberangkatan bus.

Leganya ketika mataku menangkap pemandangan meneduhkan dari halaman rumahku. Aku sangat merindukan setiap aroma yang tersaji di dalamnya.

Senyumku mengembang saat aku sudah berdiri di depan pintu. Aku hendak mengetuknya, namun pintu sudah terbuka lebih dulu.

"Eomma!"

"Sohyun?!"

Dan kami pun saling berpelukan. Seakan lama tak berjumpa.

Aku dan keluarga tinggal terpisah sejak masuk perguruan tinggi. Aku pulang ke Tongyeong juga jarang-jarang. Makanya, tiba di tanah kelahiranku rasanya adalah suatu momen yang membanggakan. Masalahku terasa sirna seketika.

"Baguslah kau sudah pulang. Calon suamimu menunggumu disini dari kemarin malam."

Calon suami?

Apa yang eomma bicarakan?


"Ca-calon suami?"

"Eomma bergurau?"

Aku tertawa, kuanggap eomma sedang melucu saja. Mana mungkin aku punya calon suami? Berpacaran saja cuma dengan Doyoung. Itu pun sudah putus.

"Kok tertawa? Ya sudah. Sana ke kamarmu!"

Aku melangkah terhuyung-huyung. Masih menertawakan eommaku yang-- guyonannya menyayat hati.

Calon suami? Memangnya siapa yang melamarku? Cintaku putus. Pengalamanku bersama seorang lelaki selalu berakhir buruk. Padahal, satu-satunya harapanku adalah langeng bersama Doyoung. Namun, semua sudah tamat.

Dan sialnya, aku kembali teringat ucapan Bos. Bahwa dia akan segera menikah dengan Jennie.

Aku terhenti dari tawaku. Sedihku datang lagi, kenapa semua lelaki suka sekali mempermainkan hati wanita?

Tak terkecuali si Bos.

Ceklek~~~

Aku membuka pintu kamar. Dan--

"Sohyun!"

Aku menutup mulutku. Shok. Itulah yang aku rasakan saat ini.

Bayangkan kau jadi aku. Ketika kau pulang, kau lelah dan menuju kamarmu. Namun, saat kau buka pintu kamar yang telah lama tak kau sentuh, seorang pria berdiri di depan pintu dan tiba-tiba memelukmu.

Dan pria itu-- pria yang telah membuatmu menangis tanpa alasan. Pria yang dalam sedetik ingin kau tinggalkan.

"Bos?"

Pelukan hangatnya mengusir kedinginan yang menjalar di tubuhku. Lengannya yang melingkar di pinggangku membawa keseduktifan, hingga membuatku ingin terus berlama-lama bersamanya.

Entah apa yang merasuki tubuhku, dengan berani aku merangkul lehernya dan ikut terhanyut bersama pelukannya.

"Kenapa kau tak bilang kalau akan meninggalkan Seoul?"

"Aku sangat mengkhawatirkanmu! Aku merasa bersalah sudah memecatmu!"

"Maafkan aku. Aku sedang emosi waktu itu! Pikiranku tak jernih!"

Bos menjelaskan semua yang ia mampu. Aku menyimaknya dengan begitu detail. Sebenarnya, dia memang tak salah. Karena, Jennie lah titik dari segala permasalahan yang ada. Aku ingin memberitahukan ini pada bos. Tapi, apakah dia akan percaya padaku?

"Apa yang Bos lakukan di rumahku?"

Bos melepaskan pelukannya ketika aku melontarkan sebuah pertanyaan, dimana pertanyaan tersebutlah yang membuatku maupun bos bingung.

Aku salah. Bos... tampak mantap menyusulku kemari. Berbeda dengan apa yang aku pikirkan tentang hal itu. Sepertinya, bos sudah memiliki alasan yang pasti.

"Aku kemari, karena..

Aku mengikuti kata hatiku."

Bos sepenuhnya melepas kaitan tangannya pada pinggangku.

Matanya beralih menguasai pandangan penasaranku hingga aku tak bisa lagi berucap.

"Mak-sud-nya?"

"Ada sebuah perasaan, yang tak dapat kita mengerti dan kita sadari."

"Perasaan dimana kau membenci dan menyukai seseorang diwaktu yang sama."

"Perasaan dimana kau merasa kecewa saat orang itu tiada di sisimu. Perasaan kehilangan yang berlebih bahkan sampai tak sanggup melanjutkan hidup."

Bos mendekatkan wajahnya. Aku bisa melihat matanya yang memancarkan ketulusan. Selama ini, baru kali ini lah aku menemukan ketulusan dari mata bos. Dibalik sifat labil dan dinginnya, dia juga merupakan sosok yang hangat. Ia bisa saja membuat setiap gadis jatuh cinta. Hanya saja, bos sulit mengekspresikan dirinya.

"Apa kau..

Juga merasakan perasaan yang sama sepertiku?"

Jika aku menjawab iya, apakah akan ada penyelesaian dari kegelisahanku?

Aku tidak tahu, sejak kapan aku mendapatkan emosi ini. Namun, rasanya semakin dalam saja dari hari ke hari. Saat aku dan bos mulai dekat, aku takut..

Kejadian tak diharapkan akan segera terjadi.

Nyatanya semua sudah terlambat. Kesalahanku lah yang membuat Doyoung menjauh dariku. Dan kesalahanku juga yang mengakibatkan aku menderita kesakitan yang luar biasa ini.

Aku tak masalah jika Doyoung pergi dariku. Namun, kabar pernikahan itu-- jauh lebih memilukan.

"Kenapa kau diam saja?"

Taeyong merogoh saku celananya. Ia mengeluarkan sebuah kotak cantik berwarna merah.

"Lihatlah.."

Bos mengangkat tinggi-tinggi benda yang ia keluarkan dari kotak tersebut.

Aku terperangah.

Sebuah kalung.

Kalung yang sama seperti yang aku ingin beli dulu ketika aku mengantar bos mencarikan  hadiah untuk Jennie.

"Bukankah kau menyukai kalung ini?"

"Ini untukmu."

"Tapi Bos?"

"Kalung itu sangat-- mahal."

"Semahal apapun itu, dirimu tetap yang paling berharga, Sohyun. Kembalilah bersamaku.."



Bos Taeyong mengaitkan kalung tersebut pada leher jenjangku. Jantungku berdebar cepat. Beberapa detik kemudian, Bos Taeyong mengecup keningku. Cukup lama hingga aku pun merasakan detak jantung bos yang sama cepatnya.

"Sohyun,"

"Sekarang aku mengerti, apa yang membuatku gelisah akhir-akhir ini."

"Apa?"

"Itu karena, aku-- benar-benar mencintaimu dan tak ingin lepas darimu."

"Kau mau menikah denganku?"


Menikah?

Bagaimana mungkin?

"Jen-jennie?"

"Jangan khawatirkan masalah Jennie. Aku yang akan mengurusnya. Aku tahu semua yang dia perbuat."

"Bos tahu?"

"Dari Doyoung."

Untuk apa Doyoung memberitahukan kebenaran itu pada bos?

Aku mengerti. Doyoung berniat baik padaku. Tetapi, bukankah ia dan bos sedang bermarahan?

"Sohyun, kau mau kan menjadi pendamping hidupku?"












Ceklek~~









"Loh.. apa-apaan ini? Yuta bilang Nak Taeyong sudah melamar anakku, Sohyun?"

"Eomma menguping ya?!"



































To be Continued.



Next (?)


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro