11
Mendengar pertanyaan Bos membuatku berdecak heran. Memang baru-baru ini aku bertemu Jennie, tapi persepsiku tentangnya sudah sangat buruk.
Apa dia tidak menyadarinya? Jennie memiliki hubungan dengan Doyoung tetapi dia terang-terangan mengajak Bos ketemuan. Di club pula.
Aku jadi meragukan. Apakah Jennie wanita baik-baik?
Pelototan matanya saat aku mengambil Bos malam itu masih terngiang di kepala.
"Hei!! Kok malah diam aja! Jawab pertanyaanku.."
Ucap Bos sambil menjentikkan jarinya di depan wajahku.
"Bos yakin?? Maksudku, Jennie kan pacar Oppa."
"Ehm.. maksudku Pak Doyoung.."
Bos Taeyong tiba-tiba menghentikan aktivitas mengunyahnya. Keadaan jadi semakin tegang. Aku bahkan tak berani menatap ke arahnya sekarang.
"Aku kan hanya bertanya. Apa salahnya??!"
"Aku hanya ingin tahu!"
"Aku penasaran!"
"Apa masalahnya?!"
Dan sesuai ekspektasi. Bos Taeyong membalasku dengan semprotan kalimatnya yang terdengar nyolot.
Aku memejamkan mata. Berharap telingaku tuli untuk menerima setiap kata-katanya barusan.
"Ngapain kamu merem? Ngantuk? Tinggal jawab saja apa susahnya??"
"Ya ampun Bos. Santai saja dong. Aku kan cuma menyampaikan apa yang ada."
"Ya sudah. Jadi apa jawabanmu? Karena aku sangat yakin tentang Jennie."
..............................
Baiklah. Sekarang aku yang bimbang. Haruskah aku membantu Bos mendekati Jennie? Disisi lain aku merasa senang. Karena wanita itu akan segera pergi dari Doyoung.
Tapi aku bukan gadis kejam! Itu sangat tidak etik.
Walau bagaimanapun juga, aku tidak mau merusak kebahagiaan Doyoung. Meski aku menginginkannya sekali pun.
Aku tahu. Kau masih mencintai Doyoung. Jadi, bagaimana kalau kau membantuku mendekati Jennie dan kau bisa bersama Doyoung nanti.
Aku sahabat dekatnya. Kuberi tahu, anak itu masih menyimpan perasaan padamu.
Harusnya kau tidak sia-siakan kesempatan ini.
Kita bisa buat kesepakatan kan?
Ah sial! Kenapa kalimat Bos tadi begitu sugestif?
Apa iya Doyoung masih menyukaiku?
Berarti dia egois bukan? Dia memiliki Jennie tapi masih mengharapkanku.
Apa yang harus kuperbuat?
Ceklek...
Pintu ruangan terbuka.
Baru saja aku memikirkannya. Doyoung sudah kembali kesini dan berjalan sambil melipat lengan kemejanya sampai siku.
Ia melihatku. Seketika aku gugup.
"Setelah ini jam kerja selesai. Mau pulang bersama? Aku bisa mengantarmu."
Doyoung menawariku pulang bersama. Haruskah aku terima? Aku juga ingin membuktikan kata Bos kalau dia masih mencintaiku.
Aku melirik jam tanganku lalu mendongak ke arahnya lagi.
"Baiklah. Kali ini aku biarkan kau mengantarku."
Kataku informal karena keadaan ruangan memang sedang sepi. Hanya ada kami berdua.
........................
Suara mesin mobil berderung mengisi keheningan di antara aku dan Doyoung. Malam ini mendung. Tak ada satu pun bintang yang bisa aku amati. Hanya lampu-lampu jalanan dan perkotaan yang mampu mengalihkan kegalauanku.
"Lihat ke arah depan!"
"Apa kau ingat sesuatu?"
Doyoung pun mengangkat sebuah topik. Yah... sepertinya tentang masa lalu kami.
Aku tersenyum haru memandangi menara itu berdiri kokoh menantang di depanku. Aku rasa ia mengejekku. Dulu aku percaya, jika kami memasangakan gembok cinta disana, lalu membuang kuncinya, maka cinta kami akan abadi.
Sekarang? Ayolah! Itu hanya siasat belaka agar Namsan Tower ramai oleh pengunjung.
Itu hanya mitos yang tak akan pernah menjadi nyata. Buktinya adalah kisah cintaku sendiri.
Betapa mirisnya.
"Meski sekarang kita tidak bersama, tapi aku masih percaya tentang gembok cinta kita."
Aku menoleh ke arah Doyoung. Apa maksudnya berkata seperti itu?
Sohyun.. tenangkan dirimu. Jangan mengambil kesimpulan terlalu awal. Bisa jadi Doyoung hanya mempermainkan perasaanmu saat ini.
"Aku masih percaya kalau kita bisa bersama."
Aku terkejut.
Doyoung menepikan mobilnya tepat dimana bangunan itu tinggi menjulang di balik kaca mobil yang ada di hadapan kami.
"Bisakah kau memberiku kesempatan kedua?"
"Aku sudah memikirkan keputusan ini matang-matang."
"Pada kenyataannya, jantungku masih berdebar untukmu, Sohyun. Aku tak bisa melupakanmu. Aku masih mencintaimu."
Doyoung menggenggam kedua tanganku. Matanya berbinar memberi keteduhan. Seakan-akan sorotannya memberiku keyakinan kuat bahwa Doyoung dan aku adalah takdir yang sama.
.......................
Aku membuang tas kerjaku sembarangan. Sofa apartemenku langsung menjadi tujuan utamaku bersandar dan meleraikan pikiran.
"Doyoung??"
"Semudah itu kau mengatakan ingin kembali."
"Kau tidak tau bagaimana perasaanku malam itu."
"Setelah kau memutuskanku, bahkan aku tak bisa memandang pria lain selain dirimu. Aku kesepian. Sementara kau sudah memiliki Jennie di sisimu, aku masih berharap kau kembali padaku."
"Bodohnya aku jika mau memberi kesempatan kedua padamu."
"Tapi hatiku bersinggungan dengan logikaku. Hatiku masih menginginkanmu."
Biarlah bibirku bermonolog seorang diri. Memang terkesan aneh. Tetapi, aku selalu merasa bahwa jiwaku tidak pernah kosong. Ada diriku yang lain yang mungkin mau mendengarkan keluh kesahku.
Kadang, teman imajiner seperti ini lah yang membuat hari-hariku tak pernah sepi.
Saat tengah berpikir keras, ponselku mendadak berdering. Ada sebuah panggilan masuk.
"Eoh.. Yoojung? Ada apa?"
"Aish.. kenapa kau ketus sekali. Aku rindu padamu. Kenapa kau jarang menelponku? Bosku sangat menyebalkan tau!"
"Maaf Yoojung. Kalau kau menelponku karena ingin mencurahkan hati, aku tak bisa. Aku pun sedang dalam kondisi tidak baik."
"Apa kau sakit?? Heii?!"
"Aku tak sakit. Hanya.. banyak pikiran."
"Oke. Sepertinya kau yang butuh curhat. Katakan saja.."
Ah Yoojung. Kau memang sangat peka.
"Kau ingat sama Doyoung?"
"Yak! Kenapa kau mengungkit laki-laki tidak tau diri itu huh? Dia berani sekali meninggalkanmu. Itu membuatku sangat ingin menjambak rambutnya. Bagaimana aku tidak ingat.."
"Iya. Dia muncul lagi dan tiba-tiba mengatakan ingin kembali bersamaku."
"Apa?!!"
Aku tahu permasalahan ini butuh penjelasan panjang. Jadi, aku mengatakan inti-intinya saja pada Yoojung. Yang jelas, aku juga menyampaikan penawaran Bos Taeyong yang membawaku pada semua kedilemaan ini.
"Apa yang harus aku lakukan Yoojung? Aku pusing."
"Aku bingung juga. Namun, satu hal yang harus kau teliti."
"Apakah Doyoung benar-benar tulus mengatakan itu padamu?"
"Kau bisa merenungkannya Sohyun. Tetap semangat. Jika kau merasa tertekan, jangan pendam masalahmu sendirian. Aku siap untukmu 24 jam setiap harinya."
Aku tersenyum. Yoojung memang sahabat yang terbaik. Ia selalu bisa menenangkan diriku.
.........................
"Jadi bagaimana? Apa kau setuju?"
Aku masih setia memperhatikan ujung blazerku.
Apa aku coba dulu ya? Barangkali memang Doyoung tulus meminta hubungan kami dimulai dari nol.
"Tatap lawan bicaramu kalau sedang berbicara Nona?"
Bos sangat berisik. Tidak tahukah kalau aku sedang galau mode on?
"Hmm.."
"Hmm?? Apa maksudnya hmm-mu itu?"
"Iya. Aku... akan mencobanya."
Jawabku semakin terdengar lirih.
"Apa? Aku tidak dengar."
Kata Bos sambil mencondongkan telinganya ke arahku.
"Iya... aku akan membantu Bos mendapatkan Jennie."
Aku mendengus.
"Nah.. itu baru namanya matchmaker-ku!"
"Tapi... aku belum sempat memperhatikan pancaran aura Bos saat bersama Jennie."
"Aku tak paham dengan apa yang kau bicarakan, yang jelas.. lakukan saja apa yang kau perlukan supaya aku bisa mendapatkan Jennie seutuhnya!"
Ahh.. maafkan aku.
Maafkan aku karna aku terpaksa mengikuti nafsu hatiku.
Doyoung... aku pun masih mencintaimu.
Mari kita bersatu lagi!!
To be Continued.
💔💔💔
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro