Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 9b

Pendi menangkup pinggul perempuan yang duduk di atasnya. Tubuh mereka saling mendekap di dalam kendaraan yang sempit. Bibir mereka saling melumat, dengan lidah bersentuhan. Kejantanannya menegang, saat perempuan itu mengerang. Tangannya meraba dada dan meremasnya lembut.

"Ciumanmu sungguh maut," bisik Pendi. Ia mengalihkan bibirnya ke leher si perempuan dan menjilatinya. "Harum."

Si perempuan terkikik, menyukai apa yang dilakukan Pendi. Ia tidak menolak saat Pendi mengangkat kaos dan bra lalu mengulum puncak dadanya. Ini adalah pertama kalinya mereka bercumbu dan ia sudah kehilangan pengendalian diri. Sex, adalah sesuatu yang membuatnya ketagihan.

Ia mendesah, saat gigi Pendi menggigiti pelan dada dan putingnya. Ia menaikkan tubuh, mengecup puncak kepala Fendi dan mengarahkan tangan laki-laki itu pada kemaluannya.

"Gila, kamu basah," bisik Fendi serak.

"Sudah dari tadi," jawabnya.

"Ini di mobil. Kita nggak mungkin melakukannya di sini."

"Kenapa?"

"Sewaktu-waktu akan ada yang melihat."

"Kamu takut? Cemen sekali."

Perempuan itu menggigit cuping telingan Pendi dan merasakan laki-laki itu tergetar. Ia sudah sangat terangsang dan penolakan Pendi untuk melakukan sex dengannya di parkiran, akan sangat mengecewakan. Siapa yang peduli dengan orang yang akan memergoki mereka? Dari dulu ia tidak pernah peduli.

Pendi tergugah, ia memundurkan kursi. Mengangkat perempuan di atasnya dan memindahkan ke jok belakang. Ia menarik lepas celana dalam perempuan itu, membuka pahanya lebar-lebar dan menjilati klotorisnya. Erangan perempuan itu terdengar nyaring di dalam mobil. Pendi makin bersemangat untuk menjilat dan bergerak keluar masuk pada lubang kemaluan. Saat ia merasakan cairan merembes banyak dan membasahi mulutnya. Pendi bangkit.

Memutar tubuh perempuan itu, untuk memunggunginya. Ia menanggalkan celana, membiarkannya kejantanannya yang menegang keluar dari celana dalam. Keras, kuat, dan menuntut, ia menyetubuhi perempuan itu dari belakang.

"Ah, aku suka ini."

Perempuan itu mengerang, mendesah, Pendi makin bersemangat untuk bergerak. Senyum terukir di mulutnya, menikmati tubuh perempuan yang molek dan panas. Ia sama sekali tidak menyangka, kalau perempuan yang terlihat anggun saat pertama kali melihat, ternyata seliar dan seganas ini dalam sex.

"Kamu suka?" Ia melengkungkan tubuh, melingkupi perempuan itu dari belakang.

"Yah, aku suka. Ayo, yang keras!"

Mobil bergoyang keras, mereka tidak peduli. Panas mengalir dari keringat yang membanjiri tubuh dengan erangan dan desahan yang menyatu di dalam ruang kecil itu.

**

Gael tersenyum membaca pesan yang baru saja ia terima. Satu per satu, keinginannya berhasil. Sudah lama ia tidak merasa segirang ini dalam menantikan sesuatu yang akan terjadi. Perusahaan, bengkel baru, rencana-rencana dalam usaha, semuanya berjalan sesuai jadwal. Termasuk juga Freya. Perlahan tapi pasti, ia akan mendekati perempuan itu lagi.

Pembukaan bengkel baru akan dimulai bulan depan. Selama menunggu, ia sudah menyeleksi para pegawai yang akan bekerja di sana. Kali ini, ia akan mengawasi langsung, untuk memastikan kalau bengkel akan berhasil.

Ia sedang membaca laporan saat Luci menelepon. Perempuan itu mengajak bertemu, kebetulan sedang ada di sekitar kantor tapi Gael menolaknya.

"Maaf, aku harus ke lokasi bengkel yang baru."

"Nggak bisa mampir sekarang?"

"Nggak bisa."

"Baiklah, kalau begitu. Jangan lupa, datang ke acaraku Minggu depan."

Gael mengernyit. "Ada acara apa? Aku sepertinya lupa."

"Oh, ulang tahun pernikahan orang tuaku."

"Baiklah, aku akan datang."

Selesai menutup telepon, Gael merasakan tusukan rasa bersalah. Ini bukann pertama kalinya ia menolak ajakan perempuan itu. Luci memang baik, dan sabar dalam menghadapinya. Sayangnya, ia tidak pernah ada rasa pada perempuan itu.

Ia mendongak saat pintu kantor diketuk. Menjawab dengan keras, Gael mengijinkan siapapun yang ada di balik pintu untuk masuk. Sosok seorang gadis muncul diikuti oleh Pendi membuanya heran.

"Livia, sedang apa di sini?"

"Mau ketemua Kak Gael aja." Livia mengenyakkan diri di depan meja Gael dan tersenyum manis.

"Kenapa bisa barengan Pendi?"

Pendi mengangkat bahu. "Kebetulan aja, ketemu di bawah. Aku baru selesai meninjau bengkel baru dan 90 persen dari perbaikan sudah selesai."

"Berarti sesuai jadwal?"

"Iya, bulan depan."

"Oke. Malam ini kamu ada acara?" tanya Gael.

Pendi mengangguk. "Iya, ibuku datang dari kampung."

"Aku pergi sendiri kalau begitu."

Pendi menghilang ke balik pintu setelah sebelumnya menyapa Livia.

"Kalian ada rencana malam ini?" tanya Livia.

Gael mengangguk. "Ada. Kenapa?"

"Padahal aku ingin ajak Kakak makan malam."

"Wah, sayang sekali nggak bisa. Satu, aku sedang banyak kerjaan dan kedua, nanti malam sudah ada janji."

Kekecewaan terlihat jelas di wajah Livia. Ia memainkan pulpen yang berserak di atas meja dan menghela napas panjang. Wajah cantiknya mengeruh, memperlihatan kekecewaan yang dalam.

Ia mengamati Gael yang kembali tenggelam dalam pekerjaannya. Merasa sudah sia-sia datang ke kantor ini. Seandinya tahu akan ditolak, tentu ia tidak akan nekat. Masalahnya, kalau tidak berinisiatif untuk mengajak, Gael tidak pernah membuka omongan. Dari dulu selalu begitu, Livia yang mengalah lebih dulu untuk Gael. Di usianya yang sekarang, hubungan mereka tidak ada perubahan, meski begitu ia tidak pernah berhenti berharap.

Setelah Livia pergi, Gael melanjutkan pekerjaannya. Ia berniat lembut tiga jam sebelum pergi. Pendi sudah pulang dari pukul enam dan tertinggal dirinya sendiri di kantor ditemani oleh OB. Pukul sembilan, ia bangkit dari kursi. Menggerakan bahu dan tubuhnya yang pegal. Membuka nakas dan mengeluarkan satu setel pakaian baru serta membawanya ke toilet.

Gael membersihkan diri, mengganti pakaian, dan menyemprot parfum. OB yang sedang membersihkan meja, menggodanya.

"Pak Gael mau kencan? Ketemu cewek?"

Gael tersenyum dan mengangguk. "Tahu aja kamu."

"Pantas, jadi tampan dan wangi."

Setelah memberikan perintah pada OB untuk merapikan barang-barangnya, ai bergegas pergi. Mengendari mobil menuju bar. Malam ini, ia yakin Freya akan bernyanyi. Gael menelepon Bari dan memesan meja. Sang manajer terdengar enggan menjawab panggilannya tapi tidak bisa menolak seorang tamu.

Tiba di bar, ia bergegas menuju meja paling ujung. Malam ini, ia sedang tidak ingin mabuk dan hanya memesan beberapa kaleng bir beserta cemilan. Satu penyanyi naik ke panggung. Ia mengenali penyanyi itu yang pernah menghibur di konggres pengusaha. Sang penyanyi menemukannya dan sepertinya mengenalinya. Gael tidak peduli, terus mengisap rokoknya.

Selesai bernyanyi dua lagu, Elox tidak masuk ke kamar ganti melainkan menuju meja Gael dan menyapa ramah.

"Sendirian saja malam?"

Gael mengangguk kecil. Matanya tertuju ke panggung, di mana Freya terlihat memukai dalam balutan gaun mini merah. Perempuan itu terlihat segar dan menggoda seperti buah apel dingin. Perasaan cemburu menguasainya.

"Boleh aku duduk?" tanya Elox.

Gael menatap perempuan itu lalu mengangguk. "Duduk saja. Sorry, aku mau ke depan."

Elox yang mengenyakkan diri di sofa, terperangah saat Gael bangkit dan bergerak menuju depan panggung. Laki-laki itu mengeluarkan dompet dan mengacungkan lembaran uang bersama banyak orang lainnya.

Elox menahan geram. Bagaimana tidak? Ia sengaja mendatangi laki-laki tampan itu untuk berkenalan dan mendapati kalau targetnya justru menginginkan Freya. Rasa marah menginggapi hatinya, terutama saat melihat Gael sengaja memegang tangan Freya dan memberikan uang tips yang banyak sekali.

**

Tersedia di google play book, link di papan pengumuman

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro