Bab 5b
Para penghuni kontrakan Pak Said atau juga disebut Pak Haji, geger. Mereka membicicarakan dua laki-laki tampan yang baru saja mereka lihat. Informasi tersebar cepat kalau mereka adalah penyewa baru di ruko depan.
"Aduh, lihat mereka serasa jadi muda lagi."
"Hooh, keduanya tampan tapi yang berkemeja biru sangat sangat tampan."
"Coba deket, langsung aku peluk."
"Eh, ingat Mpok. Ada laki di rumah."
"Loh, cuma kagum doang. Apa salahnya?"
Para wanita itu tertawa terbahak-bahak. Freya yang mendengarkan percakapan mereka dari ruang tamu, hanya terdiam. Ia tidak tahu siapa yang dibicarkan mereka karena tidak melihat saat laki-laki itu datang.
Ia sedang menyuapi Alexi makan, sebelum nanti mengantar anaknya ke tempat penitipan sebelum ia bekerja. Beberapa hari ini ia bekerja di Kafe Seroja, dan malam ini waktunya bernyanyi di City Bar. Dalam hati berharap tidak bertemu dengan Gael dan terjadi masalah yang tidak diinginkan.
Menatap anaknya yang sedang mengunyah dengan gembira sambil bermain mobil-mobilan, pikiran Freya tertuju pada peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Ia yang terusir dari tempat tinggalnya yang lama, menjadi penyanyi bar dan kafe, dan juga tidak punya siapa-siapa lagi untuk bergantung. Kehidupan ini sangat keras menurutnya, dan Freya hanya ingin menjalaninya dengan tenang demi masa depan anaknya.
Pukul sembilan malam, setelah menitipkan anaknya pada pasangan lansia di ujung gang, Freya menaiki ojek online menuju bar. Riki mengirim pesan dan mengatakan ingin mengantarnya tapi ia menolak. Ia tidak ingin urusan pekerjaan bercampur aduk dengan urusan pribadi.
"Aku hanya ingin melindungimu, Freya. Memastikan kalau kamu baik-baik saja." Itu yang diucapkan Riki saat mendengar penolakan Freya.
"Terima kasih, Riki. Tapi, aku memang terbiasa mandiri dan melakukan semua hal sendiri."
"Kapan kamu akan membuka hatimu untukku?"
Itu adalah pertanyaan yang diulang-ulang oleh Riki dan Freya kehilangan kata-kata untuk menolak.
"Freya, gaun untukmu ada di kamar ganti." Bari berkata lantang saat melihat kedatangan Freya. "Malam ini, kamu bisa tenang bernyanyi. Karena mulai Sabtu nanti, Elok sudah mulai bekerja."
Freya hanya mengangguk tanpa kata, melangkah lurus ke ruang ganti. Elok adalah teman sepanggung, sama-sama penyanyi. Elok yang pernah tampil di televisi, selalu merasa dirinya primadona di bar ini dan tidak terima kalau ada yang lebih cantik dan lebih dipuja darinya. Karena itu, menganggap Freya sebagai saingan dan tidak segan mengganggu. Freya hanya berharap kali ini bisa bersabar menghadapi Elok.
Selesai mengganti pakaian dengan gaun biru pendek di atas dengkul dari bahan bulu-bulu ringan, ia menuju panggung. Saat memegang mikropone dan menghadap ke arah penonton di depan panggung, pandangannya tertuju pada Gael. Laki-laki itu ikut berteriak bersama yang lain dan Freya menduga dari gelagatnya kalau Gael mabuk.
"Freyaa, ayo, nyanyikan lagu dangdut!"
Entah siapa yang berteriak tapi Freya menyetujui. "Baiklah, malam ini aku akan menyanyikan lagu dangdut. Bagaimana kalau Sekuntum Mawar Merah?"
"Horee!"
Uang ditebar di panggung saat Freya memulai bernyanyi. Beberapa laki-laki berebut untuk memberinya tips, tidak terkecuali Gael. Freya berusaha menolak saat laki-laki itu mencengkeram pergelangan tangannya dan menjejalkan sejumlah uang.
"Freyaa, jangan tersenyum pada mereka. Senyum saja hanya padaku. Ini, aku kasih kamu uang banyak!"
Freya mendorong Gael menjauh dan melanjutkan bernyanyi. Ia berusaha berkonsentrasi agar tidak lupa lirik tapi sikap Gael yang agrsif dan hampir baku hantam dengan pengunjung lain membuat Freya kuatir. Saat tiga buah lagu selesai dinyanyikan, Freya berpamitan dengan lega.
"Freyaa, ini uang untuk kamuu!"
Gael lagi-lagi berhasil mencengkeram lengannya.
"Ayo, ambil. Aku masih banyak uang, Freya."
"Lepaskan tanganku."
"Nggak mauu. Aku akan membayarmu, tidak peduli berapa banyak asalkan kamu jangan menghilang."
Freya menghela napas panjang lalu mengibaskan tangannya. Ia membalikkan tubuh dan melangkah ke belakang panggung, tidak peduli pada suara-suara yang memanggilnya. Tiba di ruang ganti, ia menyandarkan tubuh ke tembok. Memejamkan mata dan menghela napas panjang. Perasaannya bergitu tertekan setiap kali bertemu Gael. Kalau keadaan begini berat setiap harinya, ia berpikir ingin pindah kerja. Namun, detik itu pula ia sadar kalau punya banyak utang pada Bari. Tidak mungkin meninggalkan bar begitu saja saat ia masih punya tanggungan.
"Freyaa, buka pintu. Ada yang cari kamu."
Suara seorang wanita terdengar dari balik pintu. Freya mengernyit dan membuka pintu.
"Siapa?"
Bukan seorang wanita yang ia temui saat pintu membuka melainkan Gael. Ia belum siap berkelit saat laki-laki itu menyelinap masuk dan menutup pintu di belakang mereka. Freya siap berteriak saat tubuhnya dihimpit ke dinding dan mulutnya disergap oleh ciuman yang panas dari Gael.
Ia berusaha memberontak tapi Gael mengunci kedua tangannya di atas kepala. Tubuh laki-laki itu menempel pada tubuhnya dan bibirnya melumat panas.
"Le-lepaskan aku." Freya berusaha memalingkan wajah tapi jemari Gael memaku dagunya.
"Nggak, aku belum puas mengecupmu. Seperti ini, bibir yang lembut, tubuh yang hangat. Aku bergairah setiap kali melihatmu, bisik Gael dengan bibir kini menyusuri pipi dan bahu Freya. "Aku yakin, dengan sentuhanku sekarang, kamu pasti menegang dan basah Freya. Persis seperti dulu, saat kamu tidak tahan dengan cumbuanku."
Freya menggeliat tapi cengkeraman Gael makin kuat. Jemari laki-laki itu dengan kurang ajar meremas dada dan pinggulnya.
"Benar bukan kataku? Putingmu menegang. Freyaa, oh, Freyaa, kamu nggak bisa lepas dariku."
"Bajingan kamu," desis Freya.
"Iya, aku memang bajingan. Lalu kamu apa? Seorang istri yang berani meninggalkan suaminya tanpa jejak? Kamu apa namanya?"
"Kita sudah bercerai!"
"Lalu kenapa? Kamu menghancurkan hati dan hidupku, Freya. Kemana kamu pergi? Selama enam tahun ini aku terus mencarimu. Apa kamu tahu ituuu?"
Aroma alkohol menyengat keluar dari mulut Gael yang sedang berbisik di telinga Freya. Tangan laki-laki itu mengurung tubuhnya di antara dinding. Ia tidak bergerak, menahan perasaan dan kesabaran untuk marah, membiarkan Gael menumpahkan perasaannya. Matanya memanas, dengan air mata yang setiap saat hendak jatuh.
"Kamu menghilang begitu saja, bagai debu tertiup angin. Lalu muncul dalam rupa yang nggak lagi aku kenal. Kenapa Freyaa? Kenapa kamu meninggalkan akuuu!"
Freya meronta tapi sia-sia, cengkeraman Gael di pergelangan tangannya terasa sakit. "Lepaskan aku!"
"Nggak, aku nggak akan lepasin kamu. Kalau bisa, aku akan membawamu pulang dan mengurungmu di rumahku. Apa kamu tahu betapa aku benci melihat para laki-laki meneteskan air liur saat melihatmu, hah! Kamu milikku!"
"Tidak lagi! Di antara kita sudah selesai."
"Kamu yang menganggap begitu tapi tidak aku!"
"Sama saja. Untuk kamu tahu, di hati dan hidupku, urusan kita sudah selesai. Lepaskan aku!"
Gael menatap Freya yang berdiri dengan pandangan dingin ke arahnya. Rasa sakit hati melingkupinya. Bagaimana mungkin seorang wanita yang dulu begitu cantik dan lembut, berubah menjadi keras hati dan tidak peduli. Dulu mereka saling mencintai satu sama lain, saling menyayangi dan berjanji akan selalu bersama. Bayangan kemesraan mereka berkelebat dan Gael diliputi perasaan geram.
Ia mendesah, mencengkeram lengan Freya lebih keras dan meletakkan kepalanya di bahu wanita itu. Tidak peduli kalau Freya menolak, ia mencium pundak, leher, pipi, dan bibir wanita itu. Tangannya menggerayangi tubuh Freya dari dada hingga pinggul. Hasratnya memuncak, ingin rasanya merobek pakaian Freya dan menggauli wanita itu di lantai. Menyatukan tubuh mereka dengan panas dan brutal.
"Lepaskan akuu."
"Nggak, kamu milikku, Freya."
"Hak apa kamu?"
"Hakku adalah cinta, kamu milikku, bukan mereka."
Freya kehilangan kesabaran, ia meraup bibir Gael dengan bibirnya. Sekuat tenaga menggigit bibir laki-laki itu hingga terdengar teriakan kesakitan Gael. Dengan sekuat tenaga mendorong Gael hingga terjungkal menabrak meja.
"Freya ...."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro