Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 1a

Gael berdecak tidak sabar, menunggu teman-temannya yang sedang buang air di pom bensin. Rasanya sudah berabad-abad mereka di dalam bilik toilet, ia curiga teman-temannya sedang memuntahkan apa pun yang mereka telan tadi. Ia bergidik jijik saat membayangkannya.

Mereka berlima sudah setengah teler, hanya dirinya yang masih sadar sepenuhnya. Bukan karena ia tidak minum, tapi nyatanya tidak banyak alkohol yang bisa ditenggaknya. Minumanj itu ludes oleh teman-temannya yang datang lebih dulu dan hanya menyisakan seteguk kecil untuknya.

"Gila, kalian! Aku yang ulang tahun malah nggak kebagian!"

"Justru karena lagi ulang tahun, makanya nggak boleh ngomel."

"Minuman lezat, Gael."

Teriakan mabuk teman-temannya membuat Gael menengernyit masam. Hancur sudah keinginannya untuk melewatkan malam ulang tahunnya dalam keadaan mabuk.

Ia tidak tahu, kapan kebiasaan ini dimulai. Dulu, ulang tahun adalah perayaan paling membahagiakan dalam hidup. Lilin, kue, bunga, dan makan malam. Sesuatu terjadi dan semua hal remeh temeh itu diganti dengan pesta minuman keras semalam suntuk. Malam ini pun tidak ada bedanya.

Gael menapa ponsel saat ada panggilan masuk. Ia membiarkan ponsel itu menjerit-jerit meminta perhatian. Sejujurnya, ia enggan untuk menjawab panggilan itu tapi atas nama pertemanan, mau tidak mau ia menggeser layar membuka dan mengatifkan pengeras suara.

"Ya."

"Gael, kamu di mana?"

Suara merdu seorang wanita terdengar memenuhi kendaraan.

"Di jalan."

"Malam-malam begini?"

"Ada apa, Luci?" Gael bertanya tidak sabar.

"Nggak ada apa-apa. Cuma mau bilang, selamat ulang tahun."

"Oh, terima kasih."

"Gael!"

"Ya."

"Aku ingin merayakan ulang tahun kamu. Bagaimana kalau besok kita jalan?"

Gael menghela napas panjang. Menjadi makin tidak suka dengan rentetatan perayaan ulang tahun yang menurutnya hanya buang-buang waktu.

"Aku nggak mau bikin kamu repot." Ia menolak secara halus.

Terdengar tawa lirih, Luci sepertinya tahu sedang ditolak. "Nggak merepotkan, kok. Aku malah senang bisa pergi sama kamu. Sudah lama kita nggak kencan. Orang tua kita pasti senang kalau lihat kita bersama."

Tentu saja mereka senang, pikir Gael suram. Setiap hari yang didengungkan orang tuanya adalah bagaimana ia bisa mendapatkan pasangan baru. Mereka membisikkan perintah tak henti-hentinya agar ia move on. Bergerak ke depan dan jangan menoleh ke masa lalu. Mudah saja mengatakan itu karena bukan mereka yang mengalami. Bukan mereka yang hatinya hnacur berkeping-keping karena kehilang cinta.

"Gael! Kamu dengar?"

Teguran Luci membuat Gael tersadar. Tanpa pikir panjang, jawaban terlontar dari mulutnya. "Baiklah, besok malam kita ketemu."

"Asyik, thank you Gael."

Panggilan ditutup, Gael menyandarkan kepala di sandaran kursi. Tangannya membuka stereo dan lagu lawas meluncur masuk pendengarannya.

There goes my heart beating

'Cause you are the reason

I'm losing my sleep

Please come back now

Gael memukul stir sekuat tenaga. "Keparat!"

Ia memaki tapi lupa mematikan radio dan lagu bergulir ke bagian reff. Makin membuat hatinya hancur, serasa diremas. Ingatannya kembali pada masa lalu, seragam abu-abu dengan senyum manis milik seorang gadis berambut panjang.

"Gael! Kamu telat lagi!"

"Gael! Jangan lupa makan!"

"Gael, PR kamu belum dikerjakan!"

Dan akhirnya, suara-suara itu menjadi penghuni tetap di relung hati dan pikirannya. Menggerogoti kewarasan dan juga alam bawah sadarnya. Membuatnya terus menerus terpuruk hingga tidak bisa bangkit.

Panggilan itu, dulu sekali begitu mengganggunya. Pemilik suara itu adalah gadis yang paling tidak ia inginkan untuk diajak berteman. Namun, satu hal mengubah segala cerita dan kini, ia terperangkap tak berdaya bersama gema dari masa lalu yang bersarang di kepalanya.

"Gael! Bukan pintu!"

"Bukaa, wooi!"

Gaes membuka pintu dan masuklah lima laki-laki secara serampangan ke mobil. Aroma alkohol menguar dari tubuh dan mulut mereka. Wajah memerah, rambut berantakan dan pakaian kusut, tidak ada satu pun di antara mereka yang sadar selain dirinya.

"Kalian aku antar pulang." Gael mulai menyalakan mesin kendaraan.

Teman di sampingnya yang memakai kaos biru, menggoyangkan jemari. "Tidaaak, Gael. Kita belum mau pulang."

"Malam masih panjang, kawan!" Temannya di belakang menepuk pundak.

"Siapa bilang kami mau pulang. Partyyy!"

"Mau apa lagi kalian?"

Si kaos biru nyengir. "Teman gue baru saja jadi manajer di bar. Tempatnya asyik, minumannya berkualitas tapi nggak menguras kantong. Ayo, kita ke sana!"

Gael menyipit. "Eh, Pendi! Jangan ngadi-ngadi. Terakhir kamu bilang bar murah dan bagus, ternyata tak lebih dari diskotik kumuh!"

Pendi menggeleng. "Yakin, ini pasti bagus. Aku jamin." Ia merogoh kantong dan mengeluarkan selembar kartu. "Ini alamatnya. Ayo, kita ke sana!"

Meskpun enggan, Gael melajukan kendaraannya menuju tempat yang diminta oleh Pendi. Waktu baru menunjukkan pukul setengah satu. Baru setengah jam dari waktu ia ulang tahun tapi teman-temannya sudah teler. Suara mereka memenuhi kendaraan yang beraroma alkhohol.

"Bro, selamat ulang tahun. Ki-kita semua sayang sama kamu!"

Pendi menepuk pundak dengan senyum jenaka.

"Gael, kamu orang pa-paling tampan dan ma-manis." Teman yang di belakang ikut-ikutan memuji.

"Selalu tampan dan berwibawa."

"Memesona dan jantan!"

Semburan tawa terdengar kembali dari mereka dan Gael mendengkus keras. "Lebih baik aku nyebur ke danau dari pada denger pujian jantan dari kalian. Memalukan!"

"Ah-ah, padahal kita tulus. Boleh ngrokok nggak?" tanya Pendi.

"Nggak! Jangan sampai aku tendang keluar!"

"Ugh, galak. Apa semua orang yang lagi jatuh cinta itu galak?" Pendi menoleh teman-temannya yang menatap dengan mata setengah tertutup.

"Luci, Maaan! Wanita yang dikenal sebagai salah satu yang terseksi di antara kita."

"Kalau aku yang disukai sama Luci, jangan kata mobil, nyawa pun aku kasih!"

"Masalahnya, mobilmu kayak angkot tua!"

Gael mendengarkan dalam diam percakapan teman-temannya yang mabuk. Mereka semua menggodanya habis-habisan soal Luci dan ia enggan menanggapi. Bukan rahasia umum lagi kalau Luci memang diketahui menyukainya. Lalu, bagiamana dengan dirinya sendiri?

Malam ini ulang tahunnya yang ke 26 tahun. Usia yang menurutnya masih terlalu muda untuk berumah tangga tapi tidak dengan anggapan kedua orang tuanya. Mereka terus menerus menyodorinya pernikahan sedangkan yang ada dipikirannya justru hal lain.

Sesekali teman-temannya meledeknya sebagai orang muda yang patah hati. Hati membeku karena cinta yang dibawa pergi. Bukankah selama beberapa tahun ini ia punya banyak sekali kesempatan untuk bersama banyak wanita? Para wanita itu rela menyodorkan diri padanya, tapi ia tidak pernah tertarik.

Luci, datang dengan kehangatan. Menebarkan cinta bukan hanya pada keluarga tapi juga teman-temannya. Memikat mereka semua dengan wajah cantik dan sikapnya yang baik hati. Sayangnya, hatinya terlalu membatu.

"Gael, lulus kuliah nanti aku ingin keliling dunia bareng kamu. Kita main ke tempat-tempat yang asyik dan romantis sambil berbulan madu!"

Jangankan keliling dunia, Gael bahkan tidak bisa pergi untuk membawa hatinya yang terlanjur perih.

**

Kisah cinta rumit ini tayang secara eklusif di Karya Karsa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro