Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[1/10]

Baru kali ini ada yang berani …

—————

“Ah! Glacier! Bisa simpankan ini ke meja Ibu?”

Niat awal Glacier yang tadinya ingin ke kantin tampaknya harus tertunda, sang wali kelas memanggilnya.

“Iya, Bu.” Glacier mendekat. Wanita muda di depannya seperti buru-buru dengan kedua tangannya membawa setumpuk buku.

“Maaf ya, merepotkanmu. Ibu mendadak ada urusan ke luar,” ucap Ibu Kirana. Kemudian ia menyerahkan setumpuk buku tugas siswa pada Glacier. “oh, iya, nanti habis istirahat bagian jam Ibu, 'kan?”

Glacier mengangguk. Dia bisa menebak apa yang pikirkan wali kelasnya.

“Bilang ke yang lainnya, kerjakan saja halaman 78-80. Harus selesai begitu jam pelajaran habis, kumpulkan di meja Ibu.”

Benar dugaan Glacier, pasti diberikan tugas. Padahal kalau benar jam kosong, ia akan minggat ke perpustakaan lalu baca satu lembar buku saja dilanjut dengan tidur. Sungguh bukan pemikiran yang bagus.

Remaja putra itu tersenyum lembut. “Iya, Bu, nanti Glacier kasih tahu ke teman-teman.”

“Makasih, ya ... Ibu terbantu sekali.”

‘Maaf, Bu. Saya sebenarnya kurang ikhlas,’ batin Glacier, tentu ia tak berani mengatakannya langsung.

•━━━ ✽ • ✽ ━━━•

Entah sudah nasib atau apa, Glacier sering dijadikan relawan untuk membantu para guru. Ingin menolak, tapi takut jadi murid durhaka.

Padahal dia bukanlah ketua kelas, tapi anak kelas lebih mematuhi dirinya daripada ketua kelasnya yang asli.

Dan sekarang Glacier harus mengantarkan semua tugas teman sekelas ke ruang guru. Dia membungkuk sopan saat melewati guru di sana.

Pemandangan yang kurang mengenakkan tertangkap netranya. Ibu Kirana tampak memarahi seorang gadis yang tertunduk dengan raut kesal.

Tidak ingin sampai ikut campur Glacier dengan cepat menyimpan setumpuk buku (dosa) di meja sang guru. “Maaf, Ibu … Ini tugasnya.”

Sang guru pun menoleh pada Glacier lalu mengarahkan satu tangannya dengan bangga. “Nah, contoh Glacier! Dia anak yang baik dan rajin.”

‘Tunggu, tunggu, aku baru datang loh. Kenapa harus dibawa-bawa,’ sangsi Glacier dalam hati. Jangan sampai dia dibenci oleh gadis itu.

“Oh! Es Tubruk!” Sang gadis menunjuk Glacier dengan tatapan binar.

“Maaf?”

Ctak!

“Aduh!” Dahi sang gadis mendapatkan sentilan cukup kuat. “Kenapa, sih, Bu?” protesnya tidak terima.

Ibu Kirana menatap sang gadis garang. “Tidak sopan menyebut orang seperti itu.” Wanita itu mengurut dahinya pelan. “kebetulan ada Glacier di sini. Sepulang sekolah kamu tolong awasi (Name) merapikan perpustakaan, ya,” sambungnya.

‘Kapan aku bisa tidur?’ nestapa Glacier.

Kemudian keduanya pamit keluar setelah Ibu Kirana selesai mengomeli (Name), sang gadis kurang beruntung itu.

“Namaku (Full name), soal di kantor tadi aku minta maaf.” (Name) tertawa sejenak, “aku kurang pandai menghapal nama orang, sih.”

Padahal mereka sudah kelas akhir alias kelas 12, tapi entah kenapa Glacier tak pernah melihat (Name) di sekolah.

Glacier tersenyum memaklumi. “Iya, enggak apa-apa. Namaku Glacier, salam kenal, (Name).”

Tiba-tiba saja (Name) mencodongkan tubuhnya dan menatap langsung netra Glacier.

Spontan saja Glacier mundur. Merasa aneh dengan perlakuan (Name).

“Wah.. matamu cantik!” puji sang gadis. Netra heterokromia sentral dengan perpaduan  warna emas dengan biru cerah menarik perhatiannya.

“Ma-makasih …?”

“Kalau begitu ... mohon bantuannya, ya, Glacier!”

.

.

.

• Bonus •

Glacier:
“Aku … cantik?”

Frostfire:
“No, no, Brother! Kita itu tampan dan berani.”

Supra:
“Maaf saja, ya. Aku tidak mau disamakan dengan kasir dari restoran cepat saji di seberang kantor polisi.”

—————

… memanggilku dengan sebutan sedikit aneh, mungkin?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro