Chapter 4
Kelas mendadak hening. Cila pikir ada Pak Tomo. Padahal, guru itu izin harus pulang cepat. Sebagai gantinya memberikan setumpuk pekerjaan yang harus dikumpukan besok.
"Kenapa?" tanya Cila membuka mata, bertanya pada Fena yang pucat pasi. "Ada Pak Tomo—yawww. Lo kenapa ke sini?" Langsung berdiri sambil menunjuk Angga. Tidak tahu kalau objek yang dibicaran ada di sini.
"Sama pacar sendiri kok gitu." Datar, tidak ada kelembutan sama sekali. Baru kali ini Angga berkata seperti itu. Haris bertepuk tangan heboh.
Cila menggeplak lengan Angga. Cowok itu tidak siap kena amukan mendadak. Menatap ngeri pada cewek jadi-jadian di depannya. "Sayang. Jangan kasar-kasar," ujarnya penuh penekanan.
"Sayang pala lo. Mulut laknat lo emang perlu ditabok!"
Angga mundur teratur melihat aura perlawanan dari Cila. Heran pesonanya tidak mempan sama gadis itu.
"Ngomong sama mereka. Jangan buat fitnah," tuntut Cila menunjuk Angga menggunakan kemoceng yang berada di dekat meja.
Haris berusaha menengahi mereka. Tapi, langsung dihempas Cila dengan sekali sentakan. "Urusan rumah tangga kalian kayaknya pelik," ujarnya mengusap lengan yang memerah.
"Surat itu bukan punya gue," ucapnya memutar mata ke arah Diana. Bersiap melontarkan rahasia yang sebenarnya. "Itu punya Diana." Cila melipat tangan. Mengedarkan pandang pada semua orang.
Diana berseru lantang. "Bohong!" jeritnya dengan wajah terluka. Aktingnya selalu berhasil. Semua orang menatap Cila dengan ekspresi sama: Pembohong. Hei! Siapa yang dibohongin siapa?
Angga menangkap kesempatan itu, menggenggam tangan Cila lalu menariknya ke luar. Setelah sebelumnya memberi kode pada Haris.
"Lo mau ke mana?" tanya Diana sudah bangkit dari adegan pingsannya. Langkahnya ditahan oleh Haris. "Wes. Wes. Nggak afdol gangguin orang pacaran. Dosa," tegasnya ngawur setengah mati.
Angga menghentikan langkah ketika sampai di ujung lorong. Matanya menyipit kala Cila bersiap menyerangnya lagi. "Tunggu. Tunggu. Gue bisa jelasin," ujarnya.
Cila menghela napas panjang. Tidak berniat menyela.
"Bakal susah kalau lo nyangkal berita ini," ujarnya. "Lebih baik lo nerima aja."
"Enak aja kalau ngomong. Enak di elo bonyok di gue. Atau ... lo suka sama gue, ya?" tuduh Cila lalu bergidik.
Angga menyentil dahinya. "Seenggaknya gue bisa bedain mana manusia mana macan betina," gumamnya.
"Apa?"
"Gini. Gue butuh bantuan lo," ujarnya frustasi. Apalagi Cila tidak menunjukkan raut persahabatan sama sekali. "Gue bakal kasih apa pun."
"Apa pun?" tanya Cila mengulang. Matanya berbinar-binar seperti rentenir yang mendapat mangsa baru. Membayangkan jatah bulanannya masih utuh sangat menyenangkan.
Buru-buru Angga meralat. "Lo bakal aman dari amukan fans gue."
Tidak menarik. Cila ingin menolak, mulutnya terkatup kembali.
"Oke. Semuanya, asal nggak aneh-aneh."
Cila menggeleng. "Nanti, deh. Gue lihat gimana, ya. Dadah calon pacar!" Lambaian tangannya membuat Angga mengacak-acak rambut. Tidak menyangka kalau harus menunggu lagi. Gadis itu cukup cerdas jika ditawari sesuatu. Dan, itu memusingkan.
***
"Gawat!"
Cila menatap sahabatnya yang terengah-engah. Mendadak, perasaannya jadi tidak enak. Apalagi tatapan yang ditujukan sepanjang lorong lebih mengerikan dari kemarin.
"Kenapa?" tanyanya tidak mengerti.
Fena menyodorkan gawainya. Sebuah Video beputar. Kamera menyorot pada gitar akustik berwarna hitam metalik. Jari-jemari sang gitaris menari, membentuk melodi yang indah. Location Unknown- Honne mengalun. Suara bariton itu terdengar lembut. Intro pertama sanggup membuatnya jatuh cinta. Jika saja tidak menilik akun @Dewangga_Angga yang mengunggahnya tadi malam.
"Kurang kerjaan banget tuh, orang," ujar Cila mendorong gawai Fena. "Lagian, kenapa lo ikutin akunnya coba."
Fena gelagapan. Wajahmya tambah pias. "Lo nggak liat caption-nya?"
Segera saja Cila men-scroll layar ke bawah. Cukup dua kalimat yang menohok hati semua orang, 'Buat Cecilia Anastasya. Terima kasih menjadi malamku hari ini.'
Ada lima ratus balasan yang membuat amarah Cila berada di ubun-ubun.
@SisyHanin_
'Potek hati adek bang!'
@Nyinyir.lagi.com
"Siapa yang namanya Cecilia Anastasya? Tunjukkin wajah lo'
@Diana_J
'Cecil, mending lo mundur alon-alon.'
@Lambe_Ndower
'Muka ceweknya jelek, ya? Makanya nggak ditag.'
Sepertinya itu belum cukup. Gawai Cila sedari tadi bergetar. Tidak berniat mengangkat karena mengira sms nyasar dari operator. Dirogohnya benda itu dan menemukan banyak sekali notif IG. Entah itu berupa tag postingan, story atau DM. Tanpa membuka isinya, dia tahu apa itu.
"Maksud tuh makhluk apaan, sih?" tanyanya tidak mengerti. Bukannya kemarin mereka sepakat mau mikirin dulu. "Sok terkenal banget jadi cowok."
"Gue jadi mikir sebaliknya," ujar Fena lesu. Suasana hatinya mendadak mendung. "Jangan-jangan kalian emang pacaran."
Cila melotot. "Itu fitnah, Na. Masa gue bohong."
Fena masih terlihat ragu. Dia memang percaya saja sama berita yang beredar. Itulah kenapa Cila gemas padanya.
"Ya kali gue suka cowok cantik." Cila tertawa terbahak membayangkan wajah Angga yang jutek itu didandanin layaknya perempuan.
"Bener?" tanya Fena lagi.
Cila memberinya pelukan. Tahu kenapa Fena bertanya seperti ini. Di Flavor, hanya Cila yang menganggap layaknya teman. "Bener. Lagian. Dia bukan tipe gue," ujarnya membayangkan Rio yang sedang izin ke luar Kota. Memikirkan bagaimana kalau berita ini sampai di telinganya. Apa yang harus dia lakukan? Masa harus mundur sebelum jadian, sih?
***
Angga menstalking akun Rio. Tidak habis pikir kenapa pengikutnya hampir sama dengan punyanya sendiri.
"Apa gantengnya nih orang?" tanyanya bergumam. Apalagi, rasanya tidak familiar dengan wajah itu. Tapi di mana, ya?
"Udah ketemu akunnya?" tanya Kirana yang duduk di bangku depan, samping sopir.
Angga mendengkus. Tidak berniat menjawab. Kayaknya salah minta bantuan Kirana buat cari akunnya Cila. Dan, berakhir dengan following satu-satunya yaitu Rio.
Romeo merapatkan tubuhnya. Kepalanya melongok pada layar Angga yang berkedip-kedip. Satu alisnya terangkat kala menemukan wajah bete dari kulkas berjalan itu. "Dia, kan, temen sekelas gue."
Angga menoleh cepat. Buru-buru dinormalkan ekspresi terkejutnya saat Romeo mengerling, jahil. Punya kakak ngeselin emang perlu dimusnahkan. "Gue nggak kepo temen lo."
"Ya, ya. Rio izin ke luar kota seminggu." Sadar kalau ucapannya berhasil membuat Angga tertarik, Romeo menambahkan, "Atlet taekwondo."
Tidak sangka kalau cowok yang tubuhnya tidak berisi ini bisa taekwondo. Tingginya Angga taksir di bawahnya.
"Oh."
"Omong-omong, video lo keren." Romeo mengangkat jempolnya. Meminta Kirana melakukan hal yang sama, tapi cewek itu cuma melirik sekilat. Tampak sekali jika tidak tertarik.
Angga tersenyum lebar. Ada kepuasan dalam hatinya. "Thanks, ya, Kak. Lo emang terbaik," ucapnya menepuk bahu Kirana dari belakang.
"Gue kudu sungkem sama Cila." Tiba-tiba Romeo memekik heboh. Angga mengernyit, tidak mengerti. "Bisa bikin wajah asem lo senyum pagi-pagi," tambahnya. Dia pikir Angga bakalan memukul atau mengekspresikan perasaannya. Tetapi, adiknya itu cuma menatap jendela. Tidak berniat berbicara berlebihan dengannya.
Tidak terasa, gerbang Flover terlihat. Tepat ketika mobil berhenti, Angga langsung keluar tanpa kata-kata. Seperti biasanya, dia tidak akan berjalan bersama mereka kecuali dipaksa.
Matanya memincing saat melihat Cila mengangkat kedua tangannya ke udara, seperti mau nonjok orang. Wajahnya semerah kepiting rebus. Video tadi malam jadi kejutan untuk dia. Samar-samar dia mendengar percakapan Cila dengan temannya itu. Keningnya berkerut.
"Siapa yang lo panggil cowok cantik?" Nada menusuk penuh ancaman itu terdengar.
Fene menunjuk-nunjuk ke belakang lewat gerakan mata. Rasanya Cila tahu siapa yang menganggunya pagi ini. Dia tersenyum manis hingga matanya menyipit. "Eh. Lo kerasa, ya?" tanyanya pura-pura terkejut.
Jika saja bukan cewek, Angga sudah mengajaknya gelut di lapangan. Pantas, orang-orang memanggilnya mulut cabe. "Sayang. Nggak boleh gitu sama pacar sendiri," ujar Angga, matanya mengerling. Sadar kalau dia pemeran utama di skenario ini. Perannya harus memuaskan. Apalagi dua sejoli yang tadi ditinggalnya di mobil sudah menyusul. "Nanti kena karma."
Cila menjulurkan lidah, pura-pura muntah. "Bukannya lo kena azab. Fitnah, kan lebih kejam daripada pembunuhan. Lagian—aww."
Angga membekap mulut Cila. Menyeretnya menuju ruang kelasnya sendiri. Matanya melotot dengan bibir terkatup. Pemandangan itu menggemparkan!
Angga tidak pernah peduli sama sekitarnya. Hanya lewat music, Angga terlihat penuh warna. Sontak saja semua gadis langsung patah hati.
"Itu Angga. So sweet banget."
"Gue nggak rela kalau mereka pacaran." Lagi, gumaman itu disetujui banyak pihak. Sejak itu, Cila adalah target gadis-gadis di sekolah.
__________
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro