Bab 22
"Ma? Mama mau jalan-jalan, nggak?"
Luna yang sedang asik menonton sinetron itu menoleh. Mendapati Krystal yang menghampiri dirinya dengan pakaian bermotif bunga. Terlihat manis dan cerah. Sejak pagi tadi, menantu kesayangan Luna itu memang terlihat begitu bahagia.
Bahkan aura yang terpancar berbeda dari biasanya.
"Mau jalan-jalan ke mana?"
Krystal menaruh kepalanya di bahu sang mertua. "Ke taman depan gang situ aja. Mumpung belum terlalu siang ini, bosen kan di rumah terus?"
Taman yang dimaksud Krystal adalah taman perumahan yang luas dan besar. Biasanya ramai dikunjungi orang-orang. Luna sudah lama sekali tidak mengunjungi taman tersebut. Albirru yang selalu dia ajak pasti menolak karena alasan lelah atau sibuk.
Karena itu Luna tidak perlu berpikir dua kali untuk mengangguk.
"Boleh."
"Kita ke sana pakek motor aja, ya, Ma? Biar mama nggak capek," ujar Krystal.
Dan Luna kembali mengangguk.
"Ya udah, ayo," balas wanita paruh baya itu.
Suasana taman tidak begitu ramai meski tidak bisa dibilang sepi juga. Banyak orang yang sekedar berbincang atau bermain dengan anak-anak mereka. Tak sedikit juga yang bermain dengan hewan peliharaan yang mereka bawa.
Melihat itu Krystal tiba-tiba jadi menginginkan hewan peliharaan. Pasti menggemaskan dan menyenangkan kalau bermain dengan hewan yang lucu dan imut.
"Jadi pingin ngadopsi kucing," ujar Krystal.
Luna mengikuti arah pandang Krystal, menatap kucing-kucing lucu yang sedang bermain. Wanita paruh baya itu tersenyum, kemudian menyeret Krystal untuk duduk di salah satu kursi yang kosong.
"Punya anak lebih menyenangkan dari pada ngadopsi hewan," kata Luna.
Krystal menyipitkan mata yang disambut kekehan dari mertuanya. Dia paham maksud Luna, wanita itu pasti sedang memberikan kode pingin cucu. Bukan hanya kali ini, sudah beberapa kali Luna terlihat menginginkan cucu dari Kryatal dan Albirru.
"Anak itu komitmen seumur hidup, Ma," balas Krystal.
Bukannya tidak mau memiliki anak, Krystal hanya belum siap. Terlebih hubungannya dengan Albirru masih belum memiliki perkembangan yang besar. Ah, Kryatal jadi teringat dengan apa yang terjadi semalam di mobil.
Kepalanya kembali memutar adegan di mana dirinya dan Albirru berciuman. Itu adalah pertama kalinya bagi mereka sejak pernikahan berlangsung. Krystal melipat bibir dan mengipasi wajahnya yang terasa panas dengan tangan.
"Ngadopsi hewan juga butuh komitmen, Krys."
"Nggak sesulit punya anak, sih." Krystal mengibaskan rambutnya ke belakang. "Kalau hewan tuh lucu, Ma. Mereka bisa sama kita terus setiap hari. Kalau anak tuh pasti bakalan tumbuh besar dan harus dididik sejak kecil, harus diarahkan. Aku pikir aku masih belum siap menjadi ibu."
Luna menghela napas. Matanya masih setia menyorot anak-anak kecil yang bermain. "Kalau nunggu siap kamu nggak akan punya anak selamanya."
Krystal tertegun, rasanya ada yang menghantam hatinya. Memang benar apa yang dikatakan Luna, kalau menunggu siap mungkin dia tidak akan pernah memiliki anak. Karena manusia selalu tidak pernah siap dengan apa yang terjadi pada hidupnya.
"Ih, kok lo lagi, sih?"
Krystal mendongak mendengar suara nyelengking dan heboh itu. Kedua alisnya terangkat melihat Kania yang menggandeng Riki. Krystal menoleh pada Luna yang sama terkejutnya kemudian berdehem.
Kania benar-benar nggak ada rasa malu kalau sampai berani berbuat masalah di depan Luna.
"Halo, tante," sapa Riki sopan. "Sedang jalan-jalan, ya?"
Luna memberikan senyum tipis kemudian mengangguk. Kalau sama Riki, sih, Luna hapal. Karena lelaki itu cukup sering main ke rumah sebelum Albirru menikah. Kalau dengan wanita di sebelah Riki, Luna lupa-lupa ingat.
"Iya, kamu kok ada di daerah sini? Mau main ke rumah?" tanya Luna ramah. Sesekali wanita itu memberikan lirikan pada Kania yang tampak tidak ramah.
Riki mengerti dengan tatapan Luna, dia menyikut tunangannya untuk bersikap lebih sopan. Namun, mana bisa Kania menunjukkan rasa sopannya kalau yang dia rasakan dominan kesal. Kania masih ingat bagaimana dirinya dipermalukan oleh Krystal dan juga Albirru di restoran.
Apalagi setelah bercerita dengan Riki, tunangannya itu tidak mau melakukan apapun.
"Nggak, tante. Mau lihat-lihat rumah aja," balas Riki sopan.
Lelaki itu menatap Krystal, membuat pandangan mereka terkunci beberapa detik sebelum Krystal memalingkan wajah. Dia masih merasa malu menatap Riki karena sikapnya dulu.
"Dih, nggak usah sok jual mahal deh," celetuk Kania dengan suara kesalnya. Riki meremas pelan lengan Kania, meminta tunangannya itu untut menutup mulut.
"Apa, sih? Kamu belain dia?" tanya Kania sewot. Wajahnya ketus menatap Riki dengan tatapan yang tajam. Dia sudah tidak peduli lagi dengan keberadaan Luna.
"Udah, ayo pergi aja. Jangan buat malu diri sendiri!"
Krystal memutar bola matanya malas. Sebenarnya sudah merasa bosan kalau harus meladeni sikap Kania yang selalu tidak pernah santai setiap kali melihatnya.
"Tuh, kan, kamu belain si pelacur ini. Kamu masih suka dia?"
Krystal berdiri dari duduknya dan memberikan delikan tajam pada Kania. Dia tidak terima dirinya dibilang pelacur, terlebih ini adalah tempat umum dan ada Luna yang bisa mendengar semuanya dengan jelas. Krystal mendorong bahu Kania, membuat wanita dengan rambut kuncir kuda itu terdorong.
Riki menepuk jidatnya, bahaya kalau mereka berdua kembali bertengkar.
"Gue bukan pelacur, ya, tolol!" desis Krystal dengan tajam. Matanya masih belum puas menusuk Kania yang juga sama tidak gentarnya.
"Terus apa, hah? Elo ngedeketin Riki karena uang, kan? Terus setelah itu nikah sama Birru, temen Riki sendiri. Lo bajingan banget, nggak ada harga dirinya lo di mata gue."
Krystal mengepalkan tangannya. Mulutnya sudah kembali terbuka ingin membalas namun perkataan Luna menghentikannya.
"Maksud kamu apa bilang kayak gitu ke menantu saya?" tanya Luna yang sudah ikutan berdiri.
Riki menoleh pada tunangannya. Memberikan tatapan melas agar Kania tidak lagi mengeluarkan suaranya.
"Menantu tante ini matre, penggila uang. Dia rela ngelakuin apa aja karen uang. Jadi mending suruh Albirru cerain dia aja," seru Kania cukup keras. Beberapa orang bahkan sudah memperhatikan karena keributan yang Kania ciptakan.
"Jangan ngehina menantu saya, ya, kamu. Krystal ini lebih cantik dan lebih pintar dari kamu, makanya si Riki sama Albirru terpikat," balas Luna tajam. "Kamu kalau iri mending perbaiki diri, bukannya malah menghina. Justru kamu yang nggak ada harga dirinya."
Kania melotot tak terima. Ingin maju melawan Luna namun Krystal menghalangi. "Jangan berani sama orang tua lo!"
Riki menarik tubuh Kania menjauh. "Udah mending kamu diem," ujarnya.
"Nggak bisa gitu, dong. Mereka berdua kurang ajar banget bilang aku nggak ada harga dirinya."
Riki melipat bibirnya ke dalam. Merasa geram dengan tingkah Kania. "Diem atau gue putusin lo?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro