
Musim Gugurku yang ke-8
"Kamu berusaha memaafkan orang tuamu yang selama ini menyakitimu. Tetapi kamu tidak bisa."-Prompt 6
•••
Musim gugur ke-8, Bu.
Tetapi, kau masih juga tidak mengunjungiku. Bahkan untuk sekali saja.
Padahal, kau tidak perlu repot membawa susu, cokelat, bunga, boneka atau kata maaf untuk mendapatkan pengampunanku. Cukup dengan bertanya, "Bagaimana kabarmu? Apakah kau kesepian?"
Lalu aku akan dengan senang hati menjawab, "Aku baik, dan tidak kesepian. Aku memiliki seekor teman rubah yang datang setiap hari untuk mengobrol atau bahkan hanya duduk diam menatapku." Meski aku akan menyembunyikan fakta, bahwa aku iri melihat bulu halus dan lebat miliknya yang mampu menahan rasa gigil dari terjangan musim dingin. Sungguh berbeda denganku yang tidak memiliki selimut, atau sekadar peluk hangat darimu, Bu.
Baiklah jika tidak ada selimut atau pelukan. Setidaknya, beri aku nama. Agar tiap kali si rubah bertanya, siapa namaku? Akan kujawab dengan lantang dan bangga, bukannya menggeleng tidak tahu. Hal yang juga sering membuatku bertanya-tanya, apakah itu alasan mengapa tidak ada nisan untukku?
Ah, sepertinya tidak. Lagipula, aku sudah lama tahu jawabannya.
Kau membenciku. Membenci karena Ayah bilang tidak menginginkanku.
Membenciku yang nyatanya terlalu kecil untuk disebut sebagai perusak hidupmu. Kalimat yang sama, cacian yang berulang-ulang kudengar. Alih-alih kata sayang dan pengharapan seperti, "Kami menantikan kehadiranmu." Kau justru berusaha menyingkirkanku. Meminum apa-apa yang membuat seluruh tubuhku mengkerut sakit dan melemah. Walau pada akhirnya itu semua tidak mampu meluruhkanku, karena aku adalah anakmu yang sangat kuat, Bu.
Bu, mengapa sebegitu tidak inginnya kau memberiku kesempatan untuk menghirup udara dunia? Hingga aku bertanya dengan sedih kepada Tuhan. "Adakah seorang anak yang bisa memilih siapa orang tuanya?"
Tidak bisakah kau melihat mataku yang meredup? Mendengar jerit permintaan tolongku saat alat-alat medis yang tidak kuketahui apa, berusaha menghancurkan kaki serta tangan mungilku. Padahal, Bu, aku sudah berjanji tidak akan merepotkanmu dengan mereka saat tiba di dunia.
Namun, adakah kau peduli? Aku hanya merasakan kelegaan dalam napasmu usai denyutku terhenti dan tiada lagi yang mengikuti ke manapun kau pergi. Mendengar keluhmu yang lebih banyak menyalahkan serta menyudutkanku di tiap situasi.
Bu, aku bersedih hati. Kesedihan dan kekecewaan yang kuadukan lagi pada Tuhan. Hanya saja kali ini umpama permintaan berkedok protes. Aku putus asa berkata, "Aku ingin memilih siapa ayah dan ibuku." Meskipun, itu percuma. Ya, aku tahu. Sebab lagi-lagi, seorang anak tidak dapat memilih pada siapa ia terlahir, hidup apa yang akan ia jalani, serta bagaimana ia mati.
Banyak sekali pertanyaan berkelebat dalam benakku. Salah satunya perihal, pernahkah kau mencintaiku meski hanya sepintas? Tidakkah kau menyayangiku, sebagaimana aku saat mendengar degup jantungmu yang menenangkan? Bukankah aku juga adalah bentuk dari cinta yang kau semai bersama Ayah?
Oh ya, Bu. Si rubah juga selalu bertanya, mengapa aku tinggal di hutan belantara? Mengapa tidak di belakang rumahmu saja? Setidaknya, bantu aku memberikan jawaban indah meski itu dusta, selain ironi tentang kau yang ingin melupakanku setelah semua. Menguburku di bawah gundukan tanah tanpa penerangan lampu atau seikat bunga dandelion kesukaanmu. Hanya sebatas tumpukan dedaunan kering musim gugur, yang mungkin juga diberikan pohon karena ibanya.
Musim gugur ke-8, Bu.
Musim yang selalu dimaknai mereka sebagai gugurnya dedaunan indah dari pepohonan ....
Justru kumaknai sebagai musim gugurnya aku dari dirimu, dan musim untukmu merayakan ketidaklahiranku.
•••
[532 Kata]
Catatan dari penulis:
Untuk siapapun yang pernah melakukan hal serupa.
Semoga Tuhan mengampunimu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro