Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian XII


Aku berusaha melawan rasa malasku untuk membukakan pintu untuk Mama. Gagang pintu yang mangu diam aku tarik, terbukalah daun pintu itu. Mama berdiri tepat di tengah gawang pintu. Dia masih mengenakan seragam kerjanya, kerudung yang ia kenakan pun masih menutupi rambutnya.

"Kamu tidak makan, Sayang?" kalimat pertama yang terucap dari mulut Mama.

"Tidak lapar, Ma," jawabku kelu dengan suara serak, seperti angsa dicekik lehernya.

"Makan apa kamu tadi di sekolah kok tidak lapar?"

"Tidak makan apa-apa, Mama."

"Kamu habis menangis, Sayang? Diapakan sama abangmu?" Belum juga aku jawab, Mama sudah memberondong dengan pertanyaan berikutnya.

Aku tidak sanggup menjawab pertanyaan Mama. Air mataku yang leleh lah yang menjawabnya. Aku terisak lagi.

"Ditanya kok malah mewek to, Nduk? Kata Ir ada gagang sapu ikut sekolah itu apa to?"

"Ponakan Mama itu Jahat! Usir saja kenapa, Ma."

"Hustt. Tidak boleh ngomong begitu. Dia itu abangmu."

"Abang apaan. Abang kok seperti itu."

"Maksudmu apa, sayang?"

Mama duduk di sudut tempat tidurku. Ia membelai-belai rambutku yang sepertinya sudah kusut masai. Kasih sayang Mama memang luar biasa, tapi justru membuatku jadi cengeng seperti ini.

"Abang kok tukang jahilin adiknya," rengekku pada Mama yang masih membelai-belai rambutku.

"Itu tandanya dia sayang padamu, Nduk."

"Sayang? Hiiiih.., sayang apaan? Usir dia, Ma."

"Tidak di usir juga lusa pulang abangmu."

"Pulang? Kok pulang sih?"

"Lah tadi suruh pulang. Mau pulang ditanya kok pulang. Bagaimana to kamu ini?"

Aku sedih mendengar dia lusa akan pulang. Tidak ada tempatku menaruh kepalaku di bahunya lagi? Bahu si Dungu? Ogah! Kecamuk dalam batinku yang kalut.

Siapa tempatku bermanja? Tidak ada lagi yang bisa aku peluk dari belakang dengan erat, sambil menyandarkan kepalaku di punggungnya. Meski hanya dengan skuter busuknya ia mengantarku sekolah, tapi ada rasa bangga aku mengenalkannya pada kawan-kawanku.

"Kok melamun, sayang? Gih makan sana." Suara Mama membuyarkan lamunanku.

"Abang sudah makan, Ma?"

"Sepertinya sudah, Nduk."

"Kok enggak nungguin aku?"

"Lah, katanya tadi kamu diajak makan malah ngmbek."

Aku hanya bisa senyum terkulum mengingat manjaku pada Bang Ir tadi. Aku hanya pura-pura ngambek, supaya ia perhatian lebih padaku. Eh rupanya aku tidak dipedulikannya. Dasar semprul!.

Aku bangkit dari pembaringanku dan Mama menuntunku ke meja makan. Bang Ir tak acuh, ia asik memelototi televisi yang menyajikan berita siang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: