Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian V


Aku terkikik mendengar kalimat "hantu terong-terongan." tapi aku tidak mau berimajinasi liar tentang deskripsi hantu terong-terongan itu. Sekali hantu tetaplah hantu, seram dan menakutkan!" Nino selalu belum puas kalau aku belum menjerit dan Pak Harsono menghukumku dengan mengerjakan soal di depan kelas. Nino pun tidak pernah kapok handphone-nya disita guru.

Hari ini datar saja sekolahku. Tidak ada yang membuatku damai, sejuk, dan terayomi. Mama sudah menungguku di parking area. Si Dungu yang mebuntutiku dan melancarkan rayuan yang makin menunjukkan kedunguannya itu melipir dengan teratur. Pasti si kacamata pantat botol itu melihat mobil mamaku.

"Ina mau bareng aku enggak?" tanyaku pada Inayah kawan sebangku aku.

"Aku janjian sama Abiyu."

"Ngemol?"

"Iya, dia mau traktir aku."

"Hmmm enaknya ya, bisa bebas sepertimu."

Inayah hanya membalas dengan senyum dan ia berjalan menuju parkiran motor. Mungkin Abiyu sudah menunggunya di sana. Bisa aku bayangkan betapa asiknya menikmati masa remaja seperti mereka. Bebas tanpa kungkungan kasih sayang yang berlebihan. Sebenarnya apa yang dikawatirkan mama, papa, dan abang-abangku? Takut aku nakal? Nakal yang seperti apa?

Kerangkeng itu memang semu. Tirani itu  kasat mata. Penjara itu imajiner, tapi aku sungguh tersiksa karenanya.

"Inaya enggak ikut, sayang?" tanya Mama.

"Mau main dulu, Ma."

"Oh, ya sudah."

"Ma, kapan aku boleh main seperti mereka?"

"Nanti nunggu Bang Irvandi pulang."

"Huftt.. kapan dia pulang?"

"Kan setiap tiga bulan sekali off dia, nanti pasti kamu diajak jalan."

"Aku bukan anak kecil lagi, Mama. Lagian udah malu jalan sama Bang Ir."

' "Nak, semua demi kebaikanmu."

"Mama mau kawinin aku sama Bang Ir?"

"Hustt ngawur kamu! Dia abangmu. Muhrimmu."

"Itu aku tahu, Mama. Lalu untuk apa aku hanya diperbolehkan jalan sama dia?"

"Perempuan harus jalan sama muhrimnya, tidak boleh sendiri."

Alasan klise itu selalu yang meluncur licin dari mulut mama. Sudah hafal dan memang hanya itu alasannya. Jalan sama abang kandungku aku yang tidak mau. Karena selalu aku yang diperbudak. Dijadikan sapi perahan. Objek penderita. Nasib menjadi anak bungsu dan perempuan sendiri mungkin. Tapi enggak juga sebenarnya, Nadya kawan sekelasku anak tunggal dan perempuan diberikan kebebasan kok..

Suatu malam hujan tak ramah merajam atap rumah. Menimbulkan gemuruh gaduh yang menghardik pendengaranku. Setelah Salat Isya aku hanya berbaring, malas-malasan di atas tempat tidur. Aku membaca "antologi puisi" nya Bang Irvandi.  Bahasanya berat dan nalarku belum sampai ke pemikiran dan pesan yang di sampaikan dalam puisi-puisinya. Tapi aku suka dengan sisnismenya, satire sarkasme nya, dan ada beberapa judul yang nampaknya ia mencoba romantis. Tapi sepertinya gagal.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: