Bagian I
Malam sepertinya sudah sangat larut. Hanya derik jangkrik di rerumputan luar kamar yang dapat tersaring nyaring di gendang telingaku. Mataku belum jua dapat terpejam. Ingatanku pada seseorang begitu pekatnya di benakku. Dia cinta pertamaku. Aku mencintainya sejak umurku mungkin baru lima tahun. Lelaki itu yang selalu memandikanku jika aku lagi mogok tidak mau mandi. Lelaki itu yang selalu memelukku jika aku menangis karena di marah mama. Lelaki itu yang selalu membawaku berjalan-jalan dengan skuter bututnya berkeliling di kota kecilku. Lelaki itu lah yang telah memberikanku kasih sayang sejati, kasih sayang tulus, dan kasih sayang yang sangat damai.
Rasanya tanganku tidak tahan ingin meraih gadgetku. Menghubunginya via Wattsapp. Aku ingin mendengar suaranya yang kebapakan, berat, teduh, dan membuatku mabuk cinta. Lelaki itu kini jauh di Timur negeri ini. Mungkin dia tidak pernah mengingatku barang sekejap saja, karena kesibukkannya bekerja di sebuah perusahaan pertambangan nikel. Mungkin juga hatinya sudah diisi oleh seorang gadis pujaannya. Rasa ini sebenarnya haram, tapi aku tidak bisa membuangnya begitu saja. Mencampakkan di tong sampah, lalu membakarnya hingga menjadi abu.
Air mataku meleleh hangat melintasi pipiku, menggelinding perlahan dan membasahi bantalku. Tenggorokanku tersekat. Beberapa kali aku harus mengusap air mata yang makin deras mengalir dengan punggung telapak tanganku. Bukannya mengering, justru makin deras dan aku sungguh tidak bisa menguasai diri. Aku dirajam rasa kangen yang akut padanya.
Aku tidak tahan dengan pekatnya kecamuk batin. Sepertinya kepalaku mau meledak saja. Aku rindu belaian tangan yang penuh kasih sayang itu. aku rindu dongeng pengantar tidurnya, yang membuatku lelap damai mengarungi samudera mimpi. Aku rindu pelukan hangatnya yang tulus dan iklas kepadaku. Aku pun memberanikan diri menghubunginya.
"Abang, sudah tidur?"
"Belum peri kecilku, abang lagi nyosmed."
"Fesbuk, Bang?"
"Bukan, Dek. Wattpad, aplikasi ebook gratis, Dek."
"Isinya apa saja, Bang?"
"Banyak, Dek. Ada puisi, cerpen, novel, non fiksi."
"Abang menulis di situ?"
"Iya, Periku. Kamu mau baca?"
"Mau sekali, hitung-hitung untuk menghilangkan kangenku sama kamu."
"Kangen? Hahaha..."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro