Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mr. Right For Now - Part 27 - 9.1 Si Mbak


Question of the day: akan ada intermezzo POV Ekata setelah part 30, yang mau baca rajin komen + pencet bintang dan follow wpku yaa. Nanti linknya dikasih melalui dm Ig as usual. Enaknya part berapa nih POV Tata?

vote, komen dan follow akun WP ini + IG & X & Tiktok @akudadodado. Thank you

🌟

"Hai, Ekata ada?"

Hari Sabtu siang dan sudah ada tamu cantik depan rumah. Blus tanpa lengan berwarna kuning pastel dengan celana jeans membalut kaki jenjang yang beralaskan heels dua belas senti—yang membuatnya semakin panjang seperti enggrang. God, aku iri sekali dengan perempuan yang kakinya panjang. Aku hampir melakukan operasi pemanjangan tulang kaki di luar negeri kalau saja aku mampu dan tidak terlilit hutang.

Bercanda. Aku terlalu pengecut untuk melakukannya. Batas keberanianku hanya pinjaman online yang membawaku kepada malapetaka dan sumpah kalau aku tidak ingin melakukannya lagi.

"Lagi pergi," jawabku.

Cewek itu membuka kacamata hitamnya dan menelisik penampilanku. Cara memandangnya membuatku tidak nyaman dengan apa yang aku kenakan; kaos usang yang aku miliki saat tubuhku beratnya dua kali lipat dari sekarang, lalu celana pendek yang lebih pantas disebut kain pel dibandingkan pakaian.

"Saya boleh tunggu di dalam, Mbak?"

Mbak?

MBAK?

Aku masih melongo saat cewek itu masuk tanpa menungguku mempersilakan dan langsung duduk di sofa. Matanya berkeliling sekitar dan langsung berhenti di playpen yang berisikan bola. Ekata pagi tadi menuangkan bola berwarna-warni ke dalamnya agar dia dan Alma dapat bermain bersama sebelum memutuskan kalau itu terlalu kecil, sehingga dia menggotong putrinya ke tempat mandi bola yang lebih besar

Aroma mawar terendus hidungku saat dia lewat tadi. Parfum yang cocok untuk penampilannya yang dewasa.

Namun, banyak sekali berita soal kejahatan di siang bolong dengan berpura-pura mengenal salah satu penghuni rumah. Aku tidak mau menjadi korban yang ditemukan terikat di dalam rumah lalu fotoku tersebar di media sosial tanpa diburamkan. Itu tidak baik untuk brand yang akan aku bangun. Iya kalau hanya diikat, kalau nyawaku juga melayang bagaimana? Tidak ada jaminan kalau cewek di depanku ini bukan pembunuh berdarah dingin atau dia tidak punya komplotan di luar sana yang sedang mengintai dan menunggu kode untuk masuk. Ini pernah aku dengar di berita dan aku tonton di film.

Bulu kudukku otomatis berdiri dengan kemungkinan nyawaku melayang. Dengan tangan terlipat di dada dan pintu yang aku buka lebar, aku mengatakan in pada tamu yang tak diundang. "Tunggu di luar aja."

Cewek itu mengibaskan rambut panjangnya lalu mengernyitkan alis seolah tidak yakin dengan apa yang dia dengar, "Pardon?"

Cantik-cantik budeg.

"I said: you can wait outside." Aku sudah meladeninya dengan Bahasa Inggris pun cewek itu masih linglung. "Ekata lagi di luar, jadi Mbak silakan menunggu di luar." Aku memberikan penekanan pada kata mbak. Aku menunjuk pada pintu yang terbuka lebar dan menunggu dengan sabar hingga tamu itu keluar meski ogah-ogahan.

Aku menghadiahinya dengan senyuman. "Sebentar saya ambilkan minum," kataku sebelum masuk ke dalam dan menutup pintunya. Aku tidak akan memberikan kesempatan sekecil apa pun jadi aku mengunci pintunya juga.

"Nggak ada teh atau kopi?" Tamu itu bertanya saat aku kembali dengan segelas air mineral.

Tidak tahu apa yang salah, tapi apa pun yang dia ucapkan membuatku kesal bukan kepalang. Memangnya aku warung apa? Bagus aku kasih air minum bukan air keran.

Namun, sebagai tuan rumah aku tetap tersenyum sembari memeluk nampan agar tidak berubah jadi piring terbang. "Nggak ada. Ekata belum belanja. Sebentar lagi kayaknya dia pulang." Tepat saat aku mengatakannya, mobil memasuki pekarangan rumah dan aku langsung tahu kalau orang yang ditunggu tamu ini sudah datang. "Panjang umur," gumamku, "itu orangnya dateng."

Alis Ekata yang berkerut tampak jelas saat dia mematikan mobil. Matanya berpindah dari tamu itu ke wajahku berulang kali. Langkahnya cepat saat dia memutar mobil untuk melepaskan Alma dari carseat lalu menggendongnya di tangan kanan, sedangkan tangan kiri membawa kotak mille crepes yang aku suka, tapi untuk pertama kalinya aku tidak tertarik untuk menjarahnya dari tangan Ekata. Aku hanya menatapnya sinis dengan nampan yang terus aku peluk karena takut jika itu akan melayang secara ajaib ke muka Ekata.

"Ekata," kata si tamu dengan suara manja.

Bukannya menyahuti si tamu centil, Ekata malah mengabaikannya dan berhenti di depanku lalu mencium kelopak mata. "Aku bawain kue kesukaan kamu."

Aku cukup terkejut karena ini yang pertama kalinya Ekata menciumku, tapi karena aku masih sebal dengan semua orang yang ada di sini, kecuali Alma, jadi aku membiarkannya. Dari ujung mata, aku bisa melihat bibir merah si tamu ini terbuka lebar tanpa suara.

Namun, karena aku masih mendalami peran sebagai orang yang sebal dan marah, jadi aku menerima kue itu dan menaruhnya di atas nampan. "Terima kasih, Tuan." Sembari menganggukkan kepalaku sekali.

Ekata mengedipkan matanya sekali, bingung mewarnai air mukanya, tapi sejurus kemudian dia melipat bibir ke dalam untuk menahan tawa saat melihatku meliriknya sinis. Aku melengos dan meninggalkan dua manusia dan satu bayi itu di teras. Mending aku masuk dibanding mendengar suara si tamu yang berubah seratus delapan puluh derajat menjadi sok imut dan manja.

Meski aku tidak ingin makan mille crepes, tapi tidak ada yang bisa aku lakukan untuk menyalurkan kesal selain makan. Jadi aku langsung memotong dan menaruhnya di dessert plate. Sisanya aku taruh di dalam kulkas dan aku duduk di kursi ruang keluarga. Bukan karena aku ingin menguping apa yang mereka bicarakan, tapi aku mau menonton TV.

Omong-omong, siapa cewek itu? Kalau dia teman dekat Ekata, dia pasti diundang ke pernikahan atau setidaknya tahu kalau Ekata sudah menikah. Karena cewek itu tampak clueless, mungkin dia salah satu teman tapi mesumnya Ekata. Tapi, ya, kalau dia teman mesumnya saja, kok bisa sampai tahu rumah ini? FWB kan biasanya tidak main ke ranah personal. Apa peraturannya berbeda kalau usianya sudah kelewat matang?

Pertanyaan di dalam kepalaku semakin panjang, tapi tidak ada yang bisa menjawabnya dan itu membuatku semakin kesal.

4/6/24

Loha aku kembali dengan Tata dan Adi. Ada yang kangen mereka? Cuuus nabung komen dan pencet bintang di semua part & follow wattpadku kalau mau baca Intermezzo 4-6 POV Tata. :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro