Mr. Right For Now - Part 26 - 8. Ekata
Question of the day: destinasi liburan favorit kamu apa?
Vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG, X, tiktok @akudadodado
Thank you :)
🌟
"Kamu bukannya pergi sama Rena? Kok sudah pulang?" Ekata menggunakan baby carrier dan tengah menyuapi Alma di depan cermin. Tangan kirinya memegang mangkok pink sedangkan tangan kanannya menyuapi bayi itu dengan sendok biru. Mulut Alma sudah cemong, begitu pula dengan tangannya.
"Nggak bisa lama ngegosipnya—"
Ekata mengangkat jari telunjuknya dan aku menutup mulutku. "Sebentar. Kamu ganti baju, mandi dulu. Aku beresin Alma." Tumben sekali dia menyelaku berbicara. Mungkin gosip bukan topik yang dia suka. Aku hampir mendengkus saat suara di dalam kepalaku mengejek. Tentu saja, dia nggak mau buang-buang kapasitas otaknya dengan obrolan nggak bermutu.
Bahuku terangkat sekali dan melakukan sesuai perkataan Ekata. Aku juga butuh membersihkan diri setelah seharian menerjang polusi yang sangat buruk. Ketika aku sudah mandi dan mengenakan pakaian rumah, di meja makan sudah ada segelas cokelat dengan banyak marshmallow kecil di atasnya yang sudah dibakar dengan torch.
Ekata duduk di kursi sebelahku dengan segelas minuman yang sama. "Spill the tea," katanya dengan antusias dan ekspresi berseri-seri, "or the chocolate."Dia menepuk bangku kosong saat tidak mendapatkan respons apapun dariku, "Kenapa malah bengong? Kasih tahu aku kalian gosipin apa aja tadi? Ada soal bos-bos nggak? Aku ada dengar soal pak Togu dan Bu Ratih."
Aku mengedipkan mata berkali-kali supaya yakin kalau ini bukan mimpi dan aku tengah tertidur di bathtub. Di kedipan kelima, Ekata masih di sebelahku dengan mug cokelat berkarakter kartunnya. Matanya masih berkobar dengan api penggosip. I've seen it a plenty of times whenever I see myself in the mirror. It takes a gosipper to know another gosipper.
"Bang Tata ngegosip juga?"
Ekata memutar bola matanya, "Oh, please. Itu satu-satunya hal menyenangkan di kantor setelah lihat kamu."
Aku mengabaikan rayuan buaya darat itu meski perutku sedikit tergelitik ketika mendengarnya. Aku memang mengatakan kepada Ekata untuk pura-pura tidak kenal seperti biasanya, tapi terkadang dia melihatku seperti anjing Golden Retriever yang ekornya mengibas senang saat di kantor lalu kembali normal saat aku melotot.
"Biasa ngegosip sama siapa?"
"Sekretarisku, terus Obyn."
"Sekretarisnya Bang Sasa?"
Ekata mengangguk sembari meminum cokelatnya.
"Lha, gosipku tadi salah satunya tentang dia." Aku tahu aku harusnya tidak bersemangat saat membicarakan kehidupan orang lain, tapi saat menemukan teman penggosip yang sefrekuensi, semangatku untuk bergunjing menjadi tidak terkendali. "Mereka kayaknya main cantik, tapi Bang Sasa beda aja gitu kalau sama Mbak Obyn. Dibandingkan sama sekretarisnya yang dulu ya. Nggak sebanding banget."
Ekata mengangguk, "iya ya. Si Sasa juga pernah marah sama Obyn waktu dia nurut setelah tau kalau Sasa anak yang punya perusahaan. Cuman aku nggak pernah kepikiran ke arah sana."
Aku memajukan tubuh dengan semangat empat lima ke arah Ekata. "Iya, kan? Iya, kan? Something fishy di antara mereka berdua." Memiliki teman penggosip yang menyadari hal aneh dan memiliki kadar antusiasme yang sama membuatku senang.
Ekata tersenyum lebar hingga lesung pipinya muncul lalu dia meniruku; mendekatkan wajah kami hingga yang tersisa hanya sejengkal udara.
Aku menghirup udara secara diam-diam, membiarkan aromanya merayu indra pencium dan bermain di lidahku. Hal yang sering aku lakukan secara tidak sadar akhir-akhir ini. Lalu saat sadar, aku malah tidak bisa berhenti melakukannya.
Memalukan? Memang. Tapi pembelaanku adalah aku tinggal di kota besar yang aroma kayu sangat jarang dapat aku hirup, jadi Ekata yang menggunakan parfum beraroma kayu dengan spice yang aku tidak tahu apa adalah jalan keluar sempurna. Masuk akal, kan? Please bilang iya. Aku tidak menemukan hal masuk akal lainnya untuk membenarkan apa yang aku lakukan.
Makin hari aku makin seperti orang mesum saat membaui Ekata.
Ekata menyipitkan matanya yang mengerling jenaka seolah tengah mengajak berkonspirasi. Dia menunggu satu detik lebih lama, lalu detik lainnya untuk membaca ekspresiku sebelum dia lanjut berbicara, "Kamu ada gosip apa lagi soal Sasa?"
Embusan nafas Ekata di akhir kalimat menggoda setiap jengkal kulitku dan menebarkan letupan di bawahnya.
Damn, he is good.
Apa topik obrolan kami tadi? Oh, gosip Bang Harsa lainnya. Fokus, Adi, fokus.
"Gosip soal dia gonta-ganti cewek sering lewat, kan, dulu. Setelah ada Mbak Obyn nggak pernah kelihatan lagi dia sama cewek lain." Mataku fokus ke satu titik di antara kedua alis Ekata. Trik setiap aku gugup jika melihat langsung lawan bicaraku, tapi juga tetap terlihat melakukannya. "Emangnya Bang Sasa deket sama Mbak Obyn, ya, Bang?"
Aku menolak untuk mengalah dan mengambil jarak dari Ekata, pun dengan dirinya yang masih bertahan di posisi yang sama. Hanya saja dia menyamankan diri dengan menggunakan tangan kiri untuk berpangku tangan. Wajahnya kini sedikit miring dan posisi bibir penuhnya kini sempurna untuk dicium.
Errr, what?
Mataku yang tidak tahu kapan turun ke bibir Ekata kembali naik lagi ke posisi awal. Fokus, Adi, fokus. Biarpun sulit untuk melakukannya saat Ekata mulai berbicara. Bibirnya seperti aksis yang menarik mataku turun.
"Yang suruh dia banyak kencan sama cewek-cewek itu ibunya. Sasa paling males ketemu orang baru. Trauma dia ketemu banyak cewek matre yang dikit-dikit minta dibeliin benda mahal. Bukannya dia nggak mampu, tapi males aja kalau tukarnya cuma seks." Ekata tertawa di kalimat terakhir, tapi matanya tidak sejenaka tawanya. Pun kata seks yang lolos dari mulutnya membuatku panas dingin. "Umur segini kalau sekedar seks carinya gampang, but as you grow older, sex alone isn't enough. What you crave is emotional safety where you can express yourself honestly. The safe harbor where I can speak without the fear of being judged, where I know I can be safe when I break down and cry my eyes out."
Ini masih ngomongin Bang Harsa, kan? Kenapa kata gantinya "I"? Dia sengaja atau keceplosan? Do I need to read between the line?
Are you ignorant or just plainly stupid? Ekata nggak bikin kata kiasan dengan arti tersembunyi. Dia bilang ke lo secara jelas yang dia mau apa.
Suara di dalam kepalaku baru saja mengataiku bodoh, tapi aku tidak tersinggung sama sekali. Alam bawah sadarku hanya senang berpikir kalau Ekata berada di luar jangkauanku dan itu menjadikannya "aman" dan menyingkirkan kemungkinan apa yang dia katakan kalau dia jatuh cinta kepadaku benar.
I mean look at you. Lo nggak mikir kalau gue bakalan punya perasaan sama lo, kan?
Yakin dia suka sama lo?
They did numbers on me. Biarpun penampilanku sudah berubah dan aju mengenakan topeng tidak peduli, tapi di balik semuanya aku masih sama; tidak percaya diri dan mudah minder.
"And to answer another question: Sasa deket sama Obyn sebatas bos dan sekretaris." Ekata melanjutkan dengan suara pelan.
Momen kami terputus saat tangisan Alma terdengar nyaring dan tiba-tiba. Ekata langsung sigap berdiri dan melesat menuju anaknya yang mengangkat tangan ke udara. Jari gendutnya digigit mainan hewan ompong dan itu cukup untuk membuat Ekata kebakaran jenggot.
Momen? Momen dari Hongkong.
"Seenggaknya untuk sekarang. Tapi aku juga nggak tau kedepannya. Sasa kelihatan ..." Ekata menggendong Alma dan menimang sambil mencari kalimat yang tepat. "Tertarik? " Kepala Ekata meneleng ke kiri sedikit lalu matanya terbuka lebih lebar ketika menemukan kata yang tepat. "Oh, attached. Dia attached sama Obyn. Dikit-dikit Obyn. Kalau bisa Obyn dilem ke dia juga bakalan dia lakuin."
"Bang Tata nggak begitu ke sekretarisnya."
Dengan entengnya dia mengedipkan sebelah mata kepadaku, "Kalau Kamal dan Sasa kasih izin kamu dulu jadi sekretarisku, nasibnya bakal sama kayak Obyn."
27/3/24
Kalo Adi jd sekretaris Tata mah bakalan dikekepin wkwkwk
update lagi setelah bintang n komen lebih banyak dari part sebelumnya. Oiya 2 cerita baru serian geng buaya juga udah ada di WPku yaaa. Tug of War dan Fallback Plan.
See you next month? Moga sampai target ya jadi lebih cepat. Bye!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro