Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mr. Right For Now - 6.3 Kencan Pertama


Question of the day: kalau aku buat playlist di spotify untuk cerita ini, ada yang mau dengerin?

Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado

Thank you :)

🌟

Yang lebih mengganggu dibandingkan perkataan Ekata adalah deru napasnya yang menyambar permukaan kulit di bawah telingaku. Tubuh kami sama sekali tidak bersentuhan, tapi efeknya sama sekali tidak berkurang; seluruh bulu kudukku meremang hebat hingga ke tangan. Aku tidak tahu Ekata dapat melihatnya di kegelapan studio atau tidak, tapi dia tidak membahasnya. Dia hanya mengendusku lagi, masih dengan berbisik.

"I want to imprint your smell on my skin."

Ekata menggoda. Dia melancarkan serangan menggoda yang dia peringatkan di malam setelah pernikahan kami. Kepalaku pening dan napasku menolak untuk menarik oksigen yang diserap seluruhnya oleh Ekata.

"Kamu tahu nggak kalau aku pakai sabunmu? Aku coba pakai sabun kamu supaya bisa beraroma sama kayak kamu, tapi aroma di kulit kamu lebih enak. I keep wondering the taste of you on my tongue."

Bukan hanya sound di bioskop ini yang membisikkan "all around you" di awal saat film mulai, tapi juga setiap kata yang Ekata ucapkan menggoda setiap jengkal tubuhku. Vaginaku sudah berteriak Yes! Sedangkan otakku mengibarkan bendera merah dengan tulisan NO! besar-besar.

Curiosity kills the cat they said, but my kitty doesn't seems get the memo.

He said nasty things and my vagina ready to wear her cheerleading outfit. Bukan rahasia kalau bagian tubuhku yang satu itu selalu mempunya suara sendiri dan hal nakal dengan innuendo yang Ekata ucapkan mendapatkan lampu hijau darinya yang sudah siap menekan gas jika akal sehatku tidak menarik tali kekang.

Satu-satunya yang menyadarkanku adalah pengetahuan kalau bioskop dilengkapi kamera yang dapat merekam dalam gelap dan aku tidak ingin menjadi potongan video mesum di media sosial.

Aku memaksakan diri untuk menarik napas dan mengukuhkan pendirian kalau aku tidak akan terbuai dengan mulut manis Ekata yang sama buasnya seperti Kamal. Pengalamanku dengan cowok ganteng juga tidak baik, jadi Ekata yang berada di atas rata-rata tidak akan masuk radarku. Apalagi dengan tambahan mulut buayanya.

"Berisik, aku lagi nonton." Napasku terengah dan tercekat padahal aku tidak sedang lari. Dan si sialan di belakangku dengan beraninya terkekeh.

"Kenapa? Aku nggak dengar."

Aku tidak mau bersuara lebih keras dan mengganggu orang lain, jadi aku menoleh hingga hidungku bertemu dengan milik Ekata yang masih setia di tempatnya semula. Matanya memancarkan cahaya dari layar yang kini lebih banyak menonton kami dibandingkan sebaliknya.

Suara film tidak lagi teredam hingga menghilang dari sekitarku saat mata kami bertemu dalam jarak yang terlalu dekat, tapi aku sendiri terpaku hingga tidak dapat bergerak.

Ekata mendekatkan wajah kami dan napasku tersangkut di tenggorokan. Aku sempat mengira dia akan menciumku, tapi Ekata hanya mempertemukan ujung hidung kami berkali-kali. "Kamu bilang apa? Aku nggak dengar." Dia terus mempertemukan ujung hidung kami dengan mata yang tidak lepas memakuku.

"Nga-ngapain?" Aku harus berdeham agar suaraku tidak seperti kucing dan mengulanginya dua kali. Aku konyol dan aku tahu.

"Eskimo kiss to show you my affection since kissing you is still off the table."

TIDAK.

TIDAK.

TIDAK.

Aku tidak boleh jatuh ke lubang yang sama!

Dengan tekad bulat aku menolak untuk terbuai dengan godaan setan kelas wahid di belakangku. Dan lantaran mulutku masih terhipnotis dan aku terlalu takut untuk membukanya lalu mengeluarkan kata-kata yang akan aku sesali, aku menggunakan kepalaku untuk melakukan mode bertahan dan menyerang.

Aku mengayunkan kepalaku ke samping hingga hidungku menabrak sesuatu yang keras. Ekata memundurkan tubuhnya secara refleks, begitu pun denganku yang langsung memegang dahiku yang menjadi korban. Tapi setidaknya pikiranku menjadi lebih jernih dari dua menit yang lalu. Antara itu atau kepalaku terlalu sakit untuk memikirkan hal-hal penuh dosa yang hilir mudik mampir.

Aku menyiapkan diri untuk mendengar makian dari Ekata untuk tingkah konyolku, tapi dia justru menanyakan hal yang membuatku merasa bersalah.

"Kepalanya sakit? Pusing nggak?"

Tidak ada pertanyaannya yang sempat aku jawab karena detik berikutnya, aku melihat sesuatu mengalir keluar dari hidung Ekata. Aku menajamkan pandanganku hingga menyadari sesuatu: Dia mimisan!

"Bang, itu berdarah." Panik dan rasa bersalah mengguyurku. Aku buru-buru mengatur posisi Ekata agar darahnya dapat mengalir keluar tetapi tidak mengotori apa pun dengan menyumpalkan tisu ke hidung. Aku menopang tubuh bagian depannya dengan punggungku dan membiarkan dagu Ekata di bahuku. Perbedaan tinggi kami, bahkan saat duduk, membantu menjadikanku sandarannya. Juga aku terlalu merasa bersalah untuk memikirkan hal lain sekarang.

Aku pernah mengikuti pelatihan pertolongan pertama di kantor dan mendengar kalau darah mimisan harus dikeluarkan. Di ruangan yang tidak mungkin aku membuat hal heboh dan pencahayaan yang minim, posisi ini masih dapat membuatku membersihkan hidung Ekata sambil terus menggumamkan maaf di suaraku yang sudah bergetar karena menahan tangisan. Aku tidak mungkin menyalakan senter ponsel untuk mengecek, pun Ekata menolak untuk keluar dari bioskop. Dia bersikeras kalau hidungnya tidak patah.

"Hey, it's okay. Aku yang kejauhan goda kamu. Forgive me?" Ekata mengelus kedua lenganku karena selimut sudah berkumpul di pangkuanku. "Ini mimisan doang. Kamal pernah lakuin yang lebih parah dari ini. Kalian sekeluarga memang kayaknya ada dendam tersendiri sama aku, ya."

Posisi kami konyol karena aku yang seharusnya menenangkan Ekata yang berdarah, bukan sebaliknya. Bahkan dia masih sempat-sempatnya melontarkan candaan. Harusnya aku yang meminta maaf, tapi dia yang lebih dulu melakukannya. Monster perasaan bersalah menancapkan kukunya semakin tajam di dadaku.

"Maaf, ya? Aku keterlaluan."

"It's okay, Peach. I don't mind you headbutting me kalau ujung-ujungnya aku dirawat kayak gini." Ekata tersenyum lebar dan tidak ada di antara kami yang tahu jalan cerita dari tiket yang kami beli. Ekata sibuk menenangkanku yang terus meminta maaf tanpa sedikitpun komplen. 

7/11/23

Kencan pertama berakhir dengan headbutt saudara-saudara, tapi emang dasar bucin si Tata nggak ada masalah wkwkw dasar kepala sekolah geng buaya emang. Pantes Kamal sewot wkwkwk

As usual, komen yang banyak dan jangan lupa pencet bintang yes :) 

Oh, Six Ways To Sundays sudah 50 part dan mau tamat. Monggo main ke cerita Duda beranak dua dan tetangganya yang sahabatan sejak kecil :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro