Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mr. Right For Now - 1.1 Ajakan Nikah Kayak Beli Permen Di Warung


Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado.

Thank you :)

🌟


"Aku akan bayar semua hutang kamu, asal kamu menikah denganku." Nadanya formal, seperti sedang memberikan presentasi singkat kepada bos di kantor.

Aku mengorek kupingku beberapa kali untuk memastikan telingaku tidak memiliki masalah. "Coba ulangi lagi," kataku setelah yakin kalau tidak ada kotoran yang tersangkut di sana dan menyaring kalimat untuk otakku proses.

Ekata, sahabat dari abang sepupuku, menghela napas panjang lalu memijat pelipisnya. "Aku bilang, aku akan bayar hutang ka—"

"Asal aku menikah sama Bang Tata?" potongku cepat karena setiap kata yang keluar dari mulutnya membuatku tidak sabaran. Dia mengangguk. Aku menoleh ke arah bocah yang sedang tanteku gendong di dapur, bocah yang aku tahu menjadi masalah yang membuat cowok di depanku ini pusing tujuh keliling karena tiba-tiba saja hadir dalam hidupnya.

Dari cerita yang aku dengar, dari si mulut besar abang sepupuku Kamarl, soal bayi yang tiba-tiba muncul. Bedanya dia tidak dibawa oleh burung bangau yang membawanya seperti di dongeng. Bocah itu ditinggalkan begitu saja depan pintu dengan selembar surat. Kamal bahkan menunjukkan suratnya dari foto yang dia ambil saat berkunjung.

Saya nggak bisa rawat Alma lagi.

Dia anak kamu.

Aku bisa membayangkan itu seperti petir di siang bolong bagi Ekata. Dia yang tidak tahu apa-apa, tiba-tiba saja harus berurusan dengan bayi berumur enam bulan yang menangis hampir setiap hari karena merindukan ibunya.

"Kamu ..." Dia tampak ragu, tapi ketika melirik Alma, Ekata kembali meneguhkan niatnya. "Hutangmu nggak terbilang sedikit. aku bisa bayar semuanya tanpa kamu membebani Tante dan Kamal," bisiknya. Topik ini memang masih tabu untuk dibicarakan setelah Ekata mengetahuinya minggu lalu secara tidak sengaja di kantor.

Aku yang seorang resepsionis di kantor Ekata didatangi oleh tukang tagih yang berteriak hingga mengganggu karyawan lain dan menjadi bahan pembicaraan satu lantai. Sudah pasti Ekata tahu perihal ini. Sebagai tambahannya aku juga mendapatkan SP 1 dari HRD. Minggu yang sempurna.

Sempurna mengenaskannya.

Dia mengatakannya dengan pelan, tapi itu menusuk di tempat yang tepat. "Jadi, Bang Ta mau nikah sama aku karena aku kelihatan mengenaskan?"

Ekata mengesah. Dia tampak sangat lelah, terutama jika melihat daerah bawah matanya yang berwarna gelap dan bahunya yang turun. "Kita berdua mengenaskan, tapi kita bisa menolong satu sama lain. aku nggak mau dikejar-kejar sama Mami aku untuk menikah dengan orang yang tidak aku kenal, kamu juga ..."

"Tidak punya orang tua untuk memberikan protes kalau menikah dadakan dan dimintai bantuan untuk membayar hutang?" Aku menggenapi kalimat yang digantung oleh Ekata. Tebakanku sepertinya benar, jika dilihat dari Ekata yang sama sekali tidak mau melihat ke arahku.

Si sialan satu ini sebenarnya tepat sasaran. Aku tidak terlalu yakin kalau Kamal dan Tante akan memberikan protes jika aku menikahi Ekata. Mungkin Kamal yang akan sedikit protes karena sejak dulu dia selalu mewanti-wanti untuk tidak dekat-dekat dengan para sahabatnya yang buaya darat. Pfft, kayak dia tidak saja. Sejak dulu aku sering melihat bagaimana Kamal selalu menjemput cewek yang berbeda saat dia mau mengatakan kencan. Aku bahkan tidak dapat menghitungnya lagi.

Kamal adalah contoh poten serigala berbulu domba.

Tante sudah pasti akan girang, karena tahu aku akan menikahi cowok yang sudah dikenalnya lama. Mapan dan tampan. Tipe yang sangat dangkal. Sayang saja Tante tidak tahu sepak terjang sekumpulan gigolo ini. Kambing digincuin juga kayaknya bakalan mereka embat.

Namun, bagian hutang yang membuatku memikirkan hal ini berulang kali di dalam kepala. Hutang yang semakin menggunung setiap bulan, dan hanya aku sanggup bayar sepersekian persen karena gajiku tidak sampai untuk menutupi semuanya.

Harusnya aku memahami betul peribahasa lebih besar pasak daripada tiang agar aku tidak berakhir di posisi ini.

"Debt collector nggak datang ke sini?" tanya Ekata lagi.

"Enggak. Aku masih pakai alamat rumah yang lama di KTP," jawabku. Aku sedikit bersyukur atas kemalasanku mengganti alamat di KTP untuk hal ini. Tante dan Kamal baru pindah dua tahun yang lalu ke rumah ini. Rumah yang memiliki taman yang lebih luas dibanding sebelumnya. Untuk menunjang hobi berkebun, kata Kamal. Yang hobi berkebun tentu saja Tante, bukan aku.

Dari awal aku juga sudah memilih untuk mengirimkan tagihan kartu kredit dari email saja, jadi aku tidak memiliki alasan untuk mengurus dokumen pindah.

"Kalau menikah, aku harus resign?"

"Secara peraturan enggak. Kamu kan outsource, jadi hitungannya bukan satu kantor."

Urgh. Dia kembali menusuk ke lukaku lagi dengan gamblangnya. "Jadi, aku masih boleh kerja. Terus siapa yang ngurus Alma?"

"Babysitter. Alma di rumah Mami aku saat kita kerja. Pulangnya kita jemput dari sana."

"Kamu sudah pikirkan ini matang-matang sebelum ajukan proposalnya ke aku, ya?"

"Enggak. Soalnya aku tahu kalau kamu nggak akan menolaknya."

Batu besar seperti dijatuhkan di atas kepalaku. Aku kesal! "Jadi aku opsi terakhir setelah kamu kehilangan semua pilihan?"

Dia mengangguk tanpa ragu. "Ini win-win solution untuk kita berdua."

Aku diam. Memikirkan berbagai macam kemungkinan yang dapat terjadi jika aku menikahi cowok ini. Selain harus menyandang gelar janda (yang omong-omong tidak ada buruknya) jika kami bercerai nanti, aku tidak melihat sisi buruknya. Hutangku yang jumlahnya hampir 200 juta itu akan lunas dan aku bisa memulai lembaran baru untuk niat berhemat. Dari penjelasan singkatnya tadi pun, dia tidak mengharuskanku untuk berada di rumah dan mengurus semuanya sendirian.

Ekata hanya memerlukan tameng agar tidak dikejar menikah lagi oleh maminya.

Aku melarikan pandanganku dari atas kepala hingga ujung jari Ekata. Secara penampilan dia juga tidak bisa dikatakan buruk. Ganteng malah. Makanya para cewek di kantor mengerubunginya seperti semut ketemu gula.

"Kamu bisa pikirin dulu untuk malam ini dan kasih jawaban ke aku besok."

Alisku yang sempurna menukik naik, "Itu nggak kecepatan? Kasih aku satu minggu."

"Memangnya kamu punya pilihan lain?"

Ujung bibirku berkedut kesal, tapi aku tidak mau mengalah. "Aku bisa cari cara lain untuk membayar hutang. Pilihanku tidak terbatas di kamu aja." Aku melupakan tata krama dan kesopanan dan menggunakan kamu dibanding Bang Tata. Hah! Kalau dia kira aku tidak akan menggigit jika dipojokkan, dia salah besar. Biarpun aku tidak memiliki alternatif lain, dan apa yang dia ajukan sangat menarik, aku tidak mau terlihat sangat desperate.

Alisnya terangkat, posisi Ekata kini berubah. Kedua sikunya berada di ujung dengkul. Jari-jari panjangnya terjalin satu sama lain. Rahangnya yang ditumbuhi bakal janggut mengetat. "Ka—"

Dia belum sempat mengucapkan sesuatu abang sepupuku yang sama durhakanya dengan orang di sebelahku ini sudah membuka pintu kaca belakang dan menghamburkan pelukan kepadaku. "Sayangnya Bang Kamal," pipi cowok yang itu sudah berada di atas kepalaku dengan kedua tangan yang melingkar di leher, "kamu kok ke sini nggak bilang-bilang? Kan aku bisa jemput di kosan. Atau kamu mau balik ke sini? Kamar kamu di atas ada tuh," cerocosnya dengan nada sok imut yang langsung berubah saat melihat siapa yang duduk di sebelahku. "Ngapain lo di sini jam segini? Bukannya kita janjian masih dua jam lagi?"

10/3/23

Ini ada notifnya nggak di kalian? Di aku masih nggak ada :(

Halo! Aku kembali dengan marriage life romcom.

Ada yang inget dengan Ekata? Sahabatnya Jessica di The Honeymoon Is Over? Nah, ini ceritanya dia niii. Seperti biasa, ini akan ada intermezzo yang aku hapus setelah 24 jam publish. Jadi baca saat ongoing ya. Cerita ini akan apdet setiap hari Jumat. Six Ways To Sunday (si bapak duda dua anak) hari Rabu.

BTW yang mau baca cerita Jessica sudah tamat ya di judul The honeymoon Is Over. Cerita lain yang sudah tamat dan masih lengkap di WPku juga ada Every Nook and Cranny, Love OR Whatnot, dan Rumpelgeist.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro