Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

35. Perdamaian .... Perdamaian ....

Tuh kan ....

Damai itu emang yang paling enak deh ketimbang ribut.

Itulah hal yang disadari oleh Reki setelah ia berhasil benar-benar berbaikan dengan Velly. Rasanya sih lebih lega gitu. Mendadak pikirannya jadi plong. Bisa dibilang tanpa ada beban lagi.

Aaah ....

Mantap ....

Hahahahaha.

Bahkan nih ya, bahkan. Bahkan saking senangnya, rasa-rasanya Reki mendadak ingin bernyanyi qasidahan begitu.

Perdamaian .... Perdamaian ....

Hahahahaha.

Dasar stres!

Oke, mundur sedikit ya. Tadi setelah acara maaf-maafan, Reki kembali lagi duduk ke mejanya. Terutama juga karena teman-teman yang datang mulai banyak. Termasuk Eshika, jadi ya mau tidak mau Reki harus bangkit dong.

Di mejanya, Reki pun iseng. Mengirimkan pesan pada Velly.

[ Velly ]

[ Vel, balik ntar mau makan bakso nggak? ]

Sebenarnya iseng saja sih. Tujuan Reki memang hanya ingin melihat respon Velly. Dan ternyata, respon yang ia dapatkan malah melebihi harapannya coba.

[ Velly ]

[ Bosan, Ki. ]

[ Kamu nggak mau ngajak aku makan sate madura gitu? ]

[ Lama-lama aku bosan juga makan mi. ]

Nyaris saja Reki tergelak-gelak andai ia tidak menyadari bahwa guru pelajaran pertama telah masuk. Sekolah siap dimulai dan Reki yang sok jadi anak teladan, menyimpan kembali ponselnya.

Setidaknya, kini Reki benar-benar sudah lega.

Velly udah nggak marah lagi.

Hihihihi.

"Mana sini coba aku lihat chat kamu sama dia."

Tangan Reki terulur. Cuek saja meminta hal sepribadi itu pada Velly sementara mereka berdua tengah berjalan di koridor siang itu. Sedang jam istirahat pastinya dan menuju ke kantin.

"Udah, nyantai aja. Aku ini cowok paling bisa jaga rahasia se-planet Bumi," kata Reki lagi. "Lagian kemaren kan kamu emang mau cerita ke aku. Jadi, aku perlu tau kronologi lengkapnya." Reki memasang ekspresi bijaksana. "Sini sini."

Mengembuskan napas panjang sekilas, Velly lantas memberikan ponselnya pada Reki setelah terlebih dahulu menampilkan kolom percakapannya dengan Putra.

Reki langsung melihatnya. Sekilas sih, karena Reki yakin tidak ada yang penting di pesan itu. Alasannya? Itu adalah percakapan satu pihak.

Ckckckck.

Jadi cewek kok ngenes amat sih, Vel.

Udah pendek, kecil, eh ngenes lagi.

Komplit amat.

Hahahahaha.

"Ehm ...."

Sebenarnya sih setelah membaca riwayat pesan satu pihak itu, mau sekali Reki meledek seperti ini: Udah dikacangin kayak gini, tapi kamu masih mau nerus ngubungin dia? Fix! Otak kamu juga kurang gizi!

Tapi, Reki tau bisa berbahaya sekali kalau dirinya sampai mengatakan hal itu. Bukannya apa, tapi mereka sudah sampai di kantin loh. Kebayang kalau Velly memutuskan untuk menjadi malaikat maut dengan menggunakan salah satu pisau yang ada di sana?

Ckckckck.

Reki kan masih mau hidup.

Hihihihihi.

"Kamu beneran masih ngarep dia?" tanya Reki kemudian ketika mereka berdua memasuki kantin. Dengan kompak menuju pada satu meja yang kosong. Duduk. "Setelah dicuekin kayak gini? Ckckckck."

"Ehm ...." Velly menopang dagunya dengan kedua tangan. "Terakhir kali dia ngomong, dia mau fokus adaptasi kuliah gitu."

Reki bengong. Melongo untuk beberapa detik lamanya. Menatap Velly yang duduk di hadapannya dengan sorot tak percaya.

"Sumpah!" kata Reki. "Aku pikir yang kurang gizi itu badan kamu aja. Ternyata otak kamu juga kurang gizi ya?"

Mata Velly mendelik. Tapi, Reki buru-buru kembali berkata.

"Ya kali, Vel. Kuliah itu bukannya semacam kayak Bumi yang dihantam hujan meteor dan terus Putra itu dinosaurusnya yang perlu adaptasi. Kagaklah. Noh! Tiga orang kakak aku kuliah malah gebetannya ada di mana-mana. Mananya sok adaptasi sampe nggak mikirin pacar sendiri. Ckckckck."

Velly manggut-manggut mendengar perkataan Reki. Membenarkannya secara tidak langsung.

"Jadi, gimana menurut kamu?"

"Gini deh, Vel," kata Reki tak langsung menjawab pertanyaan itu. "Lagi suami istri aja kalau udah berapa bulan nggak ada kabar berita bisa ngajukan cerai. Lah timbang pacaran gini doang dipikirin gimananya?"

Velly kembali manggut-manggut. "Menurut kamu nggak apa-apa gitu kalau aku mutusin dia gara-gara ini?"

"Mutusin?" Reki mendengus geli. "Sorry sorry to say ye ini, Mpok. Kalau gini masalahnye, aye yakin Mpok udah kagak dianggap pacar lagi dari zaman baheula ama itu laki."

Wajah Velly meringis. "Kejam banget sih omongan kamu, Ki."

"Ya kamu juga nggak nyadar, Vel." Reki mengembalikan ponsel itu pada Velly. "Aku bilangin deh ya. Break or take a time or bla bla bla ..., itu sembilan puluh sembilan persen terbukti adalah cara cowok buat mengakhiri hubungan dengan pelan-pelan."

"Tega amat sih."

Reki mengusap ujung dagunya. "Sebagian cowok malah mikir itu cara terbaik buat putus. Biar nggak ada yang ngerasa sakit hati."

Mata Velly mengerjap-ngerjap. Tampak seperti merenungkan perkataan Reki.

"Kamu sakit hati nggak?" tanya Reki kemudian.

Kepala Velly menggeleng. "Nggak sih. Biasa aja."

"Ceklik!"

Jari Reki berbunyi sementara ekspresi wajahnya tampak berseri-seri.

"Nah! Persis kayak gitu maksudnya. Kamu putus, tapi kamu nggak sakit hati."

Perkataan Reki membuat Velly geleng-geleng kepala. "Jadi, menurut kamu ... sekarang ini aku udah jomlo gitu?"

"Ehm ...," dehem Reki. "Untuk make it sure, kamu bisa sih perjelas aja."

Dahi Velly berkerut. "Maksudnya?"

Tak menjawab, Reki kemudian justru mengambil alih kembali ponsel Velly. Menyasar langsung pada kolom percakapan Velly dan Putra. Mengetik di sana dengan cepat.

[ Putra M. ]

[ Kalau mau putus, harusnya gentle jadi cowok. ]

[ Udah deh. ]

[ Kita putus. ]

Reki memastikan bahwa pesan itu sudah menampilkan dua centang abu-abunya. Lalu ia bergerak menekan titik tiga di pojok kanan atas. Lalu memilih menu 'Lainnya'. Dan sebagai sentuhan terakhir, ibu jarinya menyentuh tulisan 'Blokir'.

"Well done plus saos teriyaki."

Reki pikir dia baru saja memasak steak sapi mungkin ya? Tapi, yang pasti adalah wajahnya tampak semringah seraya menyodorkan ponsel itu ke pemiliknya. Memamerkan hasil kerjanya dengan seringai bangga.

"Yang harusnya diblokir tuh yang kayak gini," kata Reki. "Bukannya malah aku."

Velly melihat ponselnya. Mengembuskan napas panjang dan lalu menyimpan ponselnya ke dalam saku seragam.

"Oke. Karena kamu baru putus," kata Reki. "Kita rayakan dulu. Ehm ...." Kepala Reki celingak-celinguk. "Kamu mau traktir aku apa?"

Tangan Velly terangkat, tapi ia urungkan niat hatinya untuk memukul cowok itu. Memangnya sejak kapan ada perayaan baru putus?

Ckckckck.

Ada-ada aja.

Velly bangkit. "Kamu mau apa?"

"Eh, beneran ditraktir," kata Reki tersenyum.

Bibir Velly mencibir. "Anggap aja ini ongkos balik kemaren," katanya santai. "Jangan lebih dari lima ribu."

"Eh? Anak SD aja kini jajannya lima ribu. Ya kali aku dikasih porsi anak kecil juga." Reki lantas menunjuk. "Ketoprak double telur."

"Dasar kompeni!" rutuk Velly seraya beranjak dari sana. Meninggalkan Reki yang tampak tergelak-gelak di meja. Tapi, kemudian ia mendengar suara Reki berseru padanya.

"Sekalian es teh, Vel."

Velly melirik pada Reki. "Emang cucunya kompeni ini mah!"

Tertawa-tawa, Reki lantas memperbaiki duduknya di kursi itu. Seraya menunggu, tangannya iseng saja menarik beberapa lembar tisu. Mengelap meja itu. Seperti dirinya yang akan alergi kalau ada debu yang tertinggal di sana.

"Hai, Ki."

Acara elap-mengelap Reki berhenti. Wajahnya terangkat dan melihat pada Jessica yang tampak berdiri di hadapannya dengan memegang sepiring batagor.

"Oh, Jes."

Jessica tersenyum. "Lagi nunggu pesanan?" tanyanya. Lalu tanpa basa-basi duduk. "Kamu mesan apa?"

"Oh eh ...."

Reki menggaruk kepalanya. Bingung ketika melihat di mana Jessica duduk. Maka, tak menjawab pertanyaan itu, Reki justru mengatakan hal lain.

"Jes, sorry," katanya. "Tapi, mending kamu pindah duduk deh."

Mata Jessica membesar. "Eh? Maksudnya?"

"Itu ..." Reki menunjuk pada kursi yang diduduki Jessica. "... kursi buat Velly. Anaknya lagi mesan makan. Salah-salah, ntar piring ketoprak melayang lagi."

"Oh ...." Jessica tergagap. "Sorry, aku nggak tau."

Reki angguk-angguk kepala. "Yang penting sekarang udah tau. Hehehehe."

"Ehm ... kalau gitu aku cari meja lain aja."

"Silakan ...."

Jessica bangkit. Dengan salah tingkah membawa piring batagornya untuk pindah dari meja itu. Menuju ke meja lainnya yang jaraknya tak terlalu jauh dari meja Reki tadi.

"Ki, ini."

Velly tiba tepat semenit setelah Jessica pindah dari kursinya. Membawa satu nampan yang berisi dua piring makanan dan dua gelas es teh ke meja mereka. Ketoprak untuk Reki dan sementara dirinya justru membeli mi tumis.

"Ehm ... padahal tadi katanya ada yang bosan makan mi. Ckckckck. Tapi, bukan urusan aku. Yang penting dua telur beneran," seru Reki senang. Tanpa basa-basi langsung meraih sepasang sendok dan garpu. "Selamat makan!"

"Ewww!"

Velly geleng-geleng kepala meraih sendok dan garpunya sendiri. Mulai menikmati suapan pertamanya dan terusik sesuatu.

"Tadi kayaknya aku ngeliat Jessi ke sini deh," katanya. "Ngapain?"

"Oh ... itu ...."

Enteng sekali Reki menjawab begini.

"Mau minta tanggung jawab kamu gara-gara tempo hari. Udah manggil dia, eh ... malah dikacangin lagi!"

"Uhuuuk!"

Velly tersedak mendengar perkataan Reki. Dengan terburu-buru menerima segelas air putih yang sudah dituangkan oleh Reki. Meneguknya dengan cepat sementara Reki tertawa.

"Beneran, Ki?"

"Hahahahaha. Ya kagaklah, Mpok. Aya aya wae sih. Hahahaha."

Mata Velly sontak mendelik. "Nggak lucu kali, Ki, ngerjain aku kayak gini."

"Lucu eh. Banget malah. Hahahahaha."

Garpu di tangan Velly terangkat. "Masih ketawa heh?"

"Nggak nggak. Hahahahaha. Ayo dimakan, ntar keburu aku yang makan loh. Hahahaha."

Velly melirik tajam. "Udah punya dua telur masih aja mau mi tumis orang. Dasar perut setan mah."

"Hahahahaha. Seenggaknya apa yang aku makan emang diserap sama tubuh dan otak aku. Emangnya kayak seseorang gitu?"

"Beneran cari mati?"

Tidak menjawab, Reki justru masih tergelak-gelak. Dan dua anak remaja itu tampak tak peduli dengan keadaan sekitar. Bahkan ketika Jessi dengan terang-terangan melihat ke meja mereka.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro