Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Pengintaian Tanpa Bakat

Ya Tuhan.

Ini aku dan Reki ....

Glek!

Mungkin kurang lebih seperti itulah suara di dalam benak Velly kala ia menyadari posisi tubuhnya dan Reki saat itu. Posisi yang jelas sekali membuat ia membeku seketika. Dan tak hanya dirinya. Reki pun terlihat sama persis seperti dirinya. Sama sekali tidak bergerak. Kaku total.

Gawat!

Ini kalau aku salah gerak, bisa-bisa ....

Reki meneguk ludah. Berusaha menyingkirkan pikiran kotor yang manusiawi sekali mendadak menghinggapi benak remaja seusia dirinya. Jelas. Situasi canggung itu membuat sesuatu menjadi berdebar di dadanya.

Deg!

Dan Velly pun seperti merasakan hal yang sama. Bagaimanpun juga, keadaan dirinya dan Reki yang begitu dekat sontak membuat ia menjadi gugup. Maka tak heran bila keduanya menjadi sama-sama bingung. Sama-sama berpikir cara teraman untuk keluar dari situasi itu tanpa saling membuat malu. Cara untuk---

"Tit tit!"

Suara alarm mobil terdengar dengan begitu tiba-tiba. Membuat keduanya sontak kaget. Dan sementara itu, Reki yang masih terbaring di atas tanah tidak hanya merasakan kaget. Tapi, juga panik. Khawatir kalau ada yang melihat mereka. Hal yang kemudian lantas mendorong dirinya untuk buru-buru bangkit. Tapi, tanpa ia duga Velly justru melakukan hal yang sebaliknya.

Velly pikir mungkin Reki akan memanfaatkan situasi itu untuk meloloskan diri. Kabur dari sana. Ingkar dari kesepakatan mereka untuk mengintai Eshika dan Tama. Maka ia pun langsung bertindak tanpa sempat berpikir untuk yang kedua kalinya.

Tak membiarkan Reki lolos, Velly dengan serta merta merengkuh leher Reki dengan satu tangannya. Membuat Reki melotot dan siap untuk berseru. Namun, Velly lebih cepat untuk membekap mulut Reki dengan telapak tangan minyak kayu putihnya tadi.

Ampun dah ini cewek!

Argh!

Reki menggeram. Ingin melepaskan diri. Tapi, sungguh! Tak pernah Reki duga sebelumnya bahwa tenaga Velly lumayan mampu menahan dirinya tepat di bawah ketiak gadis itu. Hingga membuat cowok itu nyaris merasa sesak napas. Dan di saat itu, ketika ia meraba tangan Velly yang melingkari lehernya, mendadak saja Reki tertegun.

Kok aku kayak yang berasa de javu gitu ya?

Kayak yang familiar gitu.

Dan mendapati bagaimana tangan Reki meraba tangannya, Velly berpikir bahwa Reki masih berusaha untuk melepaskan diri. Membuat cewek itu semakin memperkuat pitingan tangannya.

"Diem!" delik Velly. "Aku mau denger apa yang mereka bicarakan."

Berusaha menahan dirinya, Reki pada akhirnya menarik napas dalam-dalam. Berupaya untuk menenangkan diri sementara Velly berusaha melihat dari balik daun-daun tanaman semak di taman itu.

Dari tempatnya mengintip, Velly bisa melihat bagaimana Eshika dan Tama tampak berjalan menuju ke mobil. Dahi gadis itu seketika mengerut. Berusaha menajamkan indra pendengarannya. Tak ingin kehilangan sedikit pun informasi yang mungkin akan ia dapatkan. Informasi yang sayangnya ... tidak ia dapatkan.

Kedua temannya itu masuk ke mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Yang benar saja!

Lalu mata Velly melotot melihat bagaimana pelan-pelan mobil itu pun lantas bergerak. Meninggalkan tempat parkiran. Meninggalkan dirinya yang terbengong tak percaya.

Hah?

Nggak ada ngomong sama sekali?

Dan di saat itulah Reki yang sudah mencoba menahan diri dari tadi pada akhirnya memberontak pula. Tampak berupaya untuk keluar dari tanaman semak-semak penghias taman parkir. Berusaha melepaskan lehernya dari rengkuhan Velly.

"Eh?"

Velly melongo melihat bagaimana Reki yang kemudian berhasil pula lepas dari pitingan tangannya. Cowok itu bangkit. Menerobos tanaman semak. Tak peduli lagi kalau seragamnya akan semakin kotor.

"Gila kamu ya?" tanya Reki melotot. Tangannya langsung meraba lehernya, seperti memeriksa kalau ada memar yang tertinggal di sana akibat perbuataan Velly. "Ada keturunan atlet MMA atau gimana sih? Berasa mau patah leher aku. Kecil-kecil ternyata atlet angkat berat ya?"

Setengah membungkuk ketika keluar dari tanaman semak tempat mereka bersembunyi tadi, Velly memberikan cibirannya.

"Segitu aja udah kesakitan," gerutu Velly mengejek. Lagi-lagi ia mencibir. "Dasar cowok lemah."

Kali ini Reki berkacak pinggang. Menundukkan pandangannya seolah ingin mengintimidasi Velly dengan perbedaan tinggi tubuh mereka. Lalu matanya menatap dengan tajam.

"Mau ngerasain kekuatan aku heh?!" tantang Reki. Lantas kedua tangannya tampak seperti akan menyingsingkan lengan seragamnya. "Mau nyoba? Jangan aja ntar nggak kuat nahan ya?"

Velly balas melotot. Lalu, ia melarikan tatapannya ke arah lain. Merasa jengah karena perkataan cowok itu.

"Argh!"

Velly melirik diam-diam. Mendapati bagaimana Reki yang tampak misuh-misuh. Cowok itu terlihat sibuk membersihkan tubuhnya dari daun-daun yang menempel tadi. Berikut dengan jejak tanah di celananya.

"Emang apa sih faedahnya kita ngumpet kayak tadi? Kalau kita tepergok satpam sekolah ...." Reki melotot lagi. "Kita berdua bisa dianggap ngelakuin tindakan asusila di sekolah tau?"

Astaga ....

Velly menggigit bibirnya. Sepertinya baru menyadari hal yang satu itu. Seketika saja wajahnya terlihat memerah salah tingkah.

"Sorry .... Aku nggak mikir sampe ke situ tadi, Ki ...."

Reki sekali lagi mengusap tangannya. "Emangnya kenapa coba?"

"Sebenarnya ...." Velly terlihat ragu-ragu untuk beberapa saat. "Aku itu penasaran sama Eshika dan Tama."

Ini bukan penasaran aja.

Tapi, bener-bener penasaran.

Dahi Reki mengernyit. "Penasaran sama Eshika dan Tama," kata Reki mengulang perkataan Velly. "Tapi, kamu malah ngebawa aku buat ngumpet di semak-semak? Ehm ... korelasinya ada di mana, Vel?"

Bola mata Velly berputar malas. "Can't you just stop ngomong semak-semak dari tadi, Ki?"

"Lah! Kenyataannya kan emang gitu. Tadi kita di semak-semak," kata Reki seraya mengangkat tangannya. Menunjuk ke semak-semak tempat mereka bersembunyi tadi.

"Iya iya iya. Aku tau tadi kita di semak-semak," kata Velly hampir menggeram. "Tapi, ya nggak usah dibahas terus kali. Berasa aku jadi kayak cewek apaan gitu yang ngebawa cowok polos ke semak-semak."

Reki mencibir. Dalam hati ia berkata.

Polos?

Dengkulku ini yang polos.

"Seperti yang aku omong, Ki," lanjut Velly. "Ini itu murni karena aku penasaran sama Eshika dan Tama."

Reki melirik Velly. "Penasaran kenapa?"

Velly mendongak. Berusaha menatap wajah Reki ketika ia bertanya. "Kamu nggak berasa ada yang aneh sama mereka berdua gitu?"

Mata Reki mengerjap.

Ya Tuhan.

Beneran ajaib ini cewek.

"Aneh kenapa?"

Velly mengembuskan napasnya dan terasa samar membelai dada Reki. "Ya aneh. Mereka terlihat yang kayak akrab gitu."

Walau bagaimanapun juga, aneh banget ngeliat Eshika mau pergi dan balik bareng Tama.

Ya walau dia ngomong karena disuruh Mami dia yang khawatir dengan kesehatan dia sih.

Tapi, tetap aja.

Ngeliat aura mereka pas balik tadi kok beda?

Bahkan aura permusuhan yang biasanya melingkupi mereka kayak udah yang sirna langsung gitu.

Reki menarik napas dalam-dalam. Beberapa saat hanya diam mengamati Velly. Namun, kemudian cowok itu geleng-geleng kepala. Makin syok dengan kegigihan gadis itu.

"Makanya aku berasa curiga sama mereka deh."

Reki berdecak. Tapi, ia tak mengatakan apa-apa.

Velly mendesak Reki. "Kamu ngerasa aneh juga kan ya? Iya kan? Iya kan? Ngerasa ada yang aneh sama mereka berdua kan?"

Kaki Reki tersurut kaku ke belakang ketika Velly mendesak dirinya. "Aku emang ngerasa aneh," kata Reki. "Tapi, aku ngerasa aneh karena kayaknya kamu yang aneh sekarang ini. Bukan mereka."

Velly menghentikan langkah kakinya. "Eh? Maksud kamu?"

"Maksud aku," jawab Reki seraya beranjak. Pelan-pelan mengambil alih untuk mendesak Velly hingga kali ini gadis itu yang tersurut ke belakang. "Kecurigaan kamu itu nggak mendasar sama sekali. Pake acara ngomongi Tama dan Eshika aneh segala." Reki mendelik. "Aku bilangin ke Tama loh kalau kamu ngomongi dia aneh. Biar dia lempar kamu sampe nyangkut di ring basket, baru kamu tau rasa."

Mulut Velly manyun seketika.

"Aaah ...." Reki manggut-manggut dengan wajah yang mencurigakan. Seolah baru saja menemukan rahasia penting. "Aku penasaran, apa perasaan Eshika kalau tau sahabat dia sendiri ngomongi dia aneh di belakang?"

Mata Velly melotot.

"Wah! Ternyata sahabat zaman sekarang seperti ini!" Reki menangkupkan kedua tangannya ke pipinya sendiri. Menampilkan raut wajah seolah syok. "Aku tak percaya."

Velly menggertakkan rahangnya. "Aku bukannya ngomongi Tama dan Eshika aneh."

"Eh, Maimunah. Tadi you sendiri yang ngomong mereka berdua itu aneh. Ih!" Reki merinding. "Mudah lupa ingatan kamu ya. Ckckckck." Kali ini Reki berdecak. "Itu artinya kamu benar-benar nggak bisa diharapkan kalau pas ujian. Gawat. Masih muda aja udah pikun."

"Iiih!" geram Velly. "Kok kamu nyebelin sih sekarang, Ki?"

"Aku nyebelin semenjak kamu nyeret aku ke semak-semak!" tukas Reki.

Velly melotot lagi.

"Lihat aja ya. Besok aku kasih tau ke anak-anak kalau mainan kamu itu di semak-semak."

Velly menjerit dan berusaha untuk memukul cowok itu. Tapi, dengan sigap Reki mengelak seraya tergelak-gelak.

"Hei! Hei! Hei!"

Satu seruan bapak-bapak membuat Velly dan Reki sama-sama terdiam di tempat masing-masing. Sontak keduanya berpaling dengan kompak walau tanpa ada komando. Melihat pada seorang satpam berseru pada mereka.

"Ngapain kalian di sini? Belum pulang?"

Velly cemberut. "Ini baru mau pulang kok, Pak," katanya seraya beranjak dengan menggerutu.

"Maaf ya, Pak. Maklum anak muda, Pak. Kalau berantem bisa buat heboh dunia."

Satpam paruh baya itu terkekeh kecil seraya geleng-geleng kepala. Lalu tampak ia beranjak kembali menuju ke posnya. Meninggalkan keduanya di sana.

Sepeninggal satpam itu, Reki pun memutuskan untuk tidak berlama-lama di sana. Dengan langkah setengah berlari ia pun meninggalkan tempat itu. Mengejar Velly.

"Maimunah! Kamu mau balik?"

Velly cemberut. Tanpa menoleh ia menjawab. "Aku bukan Maimunah."

Menjaga langkah kakinya untuk tidak justru mendahului Velly, Reki mengulum senyum gelinya.

"Lah! Tapi, kok malah nyahut?"

Langkah kaki Velly terhenti. Sedangkan Reki kembali terpingkal parah tepat ketika ia menghampiri motornya.

"Kamu ini ...." Velly menggeram seraya mengepalkan kedua tangannya.

Berusaha untuk menghentikan tawanya. Reki mengulurkan helm cadangan yang selalu ia bawa.

"Mau bareng nggak? Aku anterin."

Mata Velly menyipit. "Bayar atau gratis?" tanyanya dengan antisipasi.

"Hahahaha. Yang kemaren aja kamu masih ngutang," tukas Reki seraya melihat Velly yang kembali memutar arah beranjak pada dirinya.

Velly mengambil helm itu. Setengah menyentaknya dari tangan Reki. "Kemaren aku mau bayar, tapi kamu aja nggak punya kembalian," katanya seraya mengenakan helm tersebut.

"Eh, dikira aku beneran tukang ojek depan gang apa?" tanya Reki seraya mengunci helm yang ia kenakan. Lantas ia dengan segera menyalakan motornya.

Beberapa saat, Reki bersenandung kecil. Melirik melalui spion ketika Velly terlihat kesusahan untuk naik. Hal tersebut membuat senandung Reki menghilang. Tergantikan oleh kekehan kecil yang sebisa mungkin untuk ia redam.

Pada akhirnya, Reki mengembuskan napas. Berpikir untuk menawarkan bantuannya, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Tanpa kata-kata permisi atau segala macam, Velly mengulurkan tangannya. Meraih pundak Reki yang kokoh.

Mata Reki membesar. Merasakan bagaimana jemari Velly sedikit mencengkeram pundaknya. Tepat sebelum gadis itu melompat dan berhasil mendaratkan bokongnya di belakang dirinya.

Beberapa detik duduk di atas motor itu, Velly seketika merasa gamang. Ia menatap ke bawah. Tampak seperti mengira-ngira ketinggian jok motor itu.

"Entah kamu tukang ojek atau bukan ..." Velly bicara dengan nada bingung. "..., tapi ini perasaan aku aja atau gimana ya?"

Melalui spion, Reki melihat wajah Velly yang terlihat sedikit tidak nyaman. Dahinya mengerut.

"Kenapa?"

Mata Velly tampak mengerjap-ngerjap salah tingkah. "Aku ngerasa motor kamu jadi agak lebih tinggi dari biasanya."

Reki mendengus geli. Pun terkekeh pelan. "Perasaan kamu aja atau mungkin kamu yang makin pendek," kata Reki seraya menurunkan kaca helmnya.

Velly mungkin akan menjitak kepala Reki, tapi ia langsung mengurungkan niatannya itu. Karena dua alasan. Yang pertama, justru dirinya yang akan merasa sakit kalau ia memaksa menjitak kepala cowok itu yang sedang memakai helm. Dan yang kedua, satpam yang menegur mereka tadi tampak mengamati dari pos satpamnya.

Maka dengan berat hati Velly mencoba untuk mengganti keinginan menjitak itu dengan cibiran saja. Daripada tidak sama sekali kan?

Sementara itu, tersembunyi di balik kaca helmnya, bibir Reki perlahan menyunggingkan satu senyuman miring. Itu adalah karena ia teringat dengan apa yang telah ia perbuat pada motornya kemaren. Yaitu dengan begitu sengaja mengatur ulang ketinggian shock motornya.

Hahahahaha.

Padahal kemaren aku buat nggak terlalu tinggi banget deh kayaknya.

Hahahaha.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro