Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🍪7| Mianhe

          “Kookie-ya, saat kau besar nanti ingin menjadi apa?”

          Saat itu, Dahyun masih berada di kelas 5, sementara Jungkook sudah kelas 6. Keduanya tengah berbaring di perbukitan rendah yang mengarah langsung ke lautan. Angin musim semi menerpa lembut dengan sinar sang surya yang tidak begitu terang, membuat hamparan awan di langit biru terlihat sangat indah.

           “Aku ingin menggambar kartun dan keliling dunia. Kalau Dub-ttungie ingin menjadi penulis, kan?”

           “Iya! Aku ingin jadi penulis terkenal!”

           Jungkook memiringkan tubuhnya ke arah Dahyun. “Ya, cerita apa yang ingin kau buat?”

           “Emm … tidak tahu, tapi aku ingin menulis semua kenangan hidup yang telah kulalui. Pokoknya, aku ingin menulis semua kenangan itu supaya dapat terus diingat,” ujar Dahyun seraya tersenyum menatap langit. Senyumnya sangat lebar dan dimata Jungkook, senyum Dahyun saat itu mampu mengalahkan atensinya pada sang surya. Sangat indah.

            “Kalau begitu, aku pasti jadi pemeran utama lelakinya, kan?” tanya Jungkook bersemangat, membuat Dahyun menoleh protes.

           “Tentu saja tidak, kau akan jadi pemeran antagonisnya karena selalu mengolok-ngolok dan mengataiku!”

          “Eyy ... mana boleh begitu? Bukankah kookie itu yang merebut ciuman pertamanya Dubu?”

         “E—eh?” Dahyun membeku sementara kedua pipinya sudah bersemu merah. Jungkook tertawa gemas melihatnya, lantas menjawil kedua pipi putih Dahyun dengan gemas.

         “Ayoo—pipimu memerah. Ttungie pasti mencintai Kookie, kan? Jujur saja.”

         “Ma-mana ada? Dubu sangat membenci kookie!”

         “Benci tapi Cinta! Iya, kan?”

         “Ya! Dasar kookie menyebalkan!”

         Dahyun menghela napas gusar lantas mencengkram rambutnya geram. Ada apa sih dengan otaknya ini? kenapa terus-terusan teringat masa lalu?

          Jungkook datang dengan dua buah kaleng soda di tangannya. Dengan jahil, ia meletakan salah satu kaleng dingin itu ke pipi Dahyun. “Ya!” teriak Dahyun galak, sementara Jungkook malah tertawa geli.

          Ia mendudukan dirinya di samping Dahyun lantas membuka kalengnya. “Sedang memikirkanku, ya? Kau terlihat bingung begitu,” ujarnya santai seraya menyeruput minumannya.

         “Cih, percaya diri sekali.” Dahyun berusaha membuka kalengnya, namun bukannya terbuka, tangannya malah merasa sakit. “Hissh—kenapa tidak mau terbuka?!” rutuknya kesal.

          Jungkook langsung mengambil kaleng itu dan membukanya dengan mudah. “Membuka kaleng saja tidak bisa,” sindir Jungkook setelah kembali memberikan kaleng itu pada Dahyun.

         Dahyun mencebik, lalu menegak minuman soda itu perlahan.

         “Jadi bagaimana? Kau mau jadi pacar kontrakku?”

         Dahyun langsung tersedak hingga minuman sodanya muncrat ke wajah Jungkook. “Uhuk! Uhuk! A-apa?!”

         Ya, setelah adegan 'romatis' ala-ala drama tadi. Rupanya Jungkook malah menawarkan perjanjian gila padanya yaitu menjadi pacar kontrak sampai ia selesai mengerjakan novelnya.

         Jungkook memejamkan matanya menahan kesal, lalu mengusap wajah tampannya yang basah terkena semburan. “Lupakan! Aku akan mencari inspirasi sendiri saja.”

        “Ya! Aku tidak sengaja!”

        “Aku tahu, kau pasti akan menolaknya. Ayo kita pulang saja.” Jungkook bangkit berdiri lantas jalan lebih dulu meninggalkan Dahyun.

        “Dia itu kenapa, sih? kenapa mudah sekali berubah pikiran?” monolog Dahyun.

        “Ya, Dub-ttungie! Ppalli!

        “Iya-iya Jungkook bawel!” Hilang sudah hari menyenangkan itu. Jungkook kembali menjadi sosok menyebalkan yang Dahyun benci.

        Selama perjalanan pulang, Jungkook hanya fokus menyetir, sementara suara radio di biarkan mengalun untuk memecah keheningan. Dahyun terus memilin jarinya dengan gelisah, berulang kali ia curi-curi pandang ke arah Jungkook tapi melihat raut wajah seriusnya membuat Dahyun jadi merasa tak enak.

        Apa Jungkook marah karena aku menyemburnya tadi?

        Dahyun mengetuk-ngetuk jarinya pada kening. Pikirannya terasa sangat buntu, dan hanya tertuju pada insiden tadi. Apalagi saat Jungkook mengajaknya untuk berpacaran kontrak, apa lelaki itu sudah gila? Memangnya mereka saat ini sedang memerankan sebuah drama komedi romantis apa? Menggelikan sekali.

        Namun ada satu hal yang tidak Dahyun sadari. Sejak tadi, Jungkook berusaha menahan kantuknya. Mungkin karena ia kelelahan bermain, jadi kantuknya cepat sekali ia rasakan bahkan sebelum jam menunjuk angka sembilan malam. Kepala Jungkook sudah berulang kali oleng, tapi ia mencoba untuk kembali fokus lagi.

         Ah, shit! Seharusnya kemarin aku tidur lebih lama, rutuk Jungkook dalam hati.

        Iya, hanya untuk menyiapkan rencana untuk hari ini, Jungkook sampai tidak bisa tidur semalaman. Ia baru tidur pukul tujuh pagi, itu sebabnya ia terlambat bangun dan baru sampai ke flat Dahyun pukul sepuluh pagi.

         Jungkook sudah benar-benar kehilangan fokus, mobilnya berjalan lambat sekali hingga Dahyun yang tadinya fokus berpikir mulai merasakan kejanggalan. “Ya, kenapa mobilnya pelan sekali? Apa bensinnya hab—“

         Jungkook menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang sepi dan bertepatan dengan itu, kepalanya langsung menyandar ke bahu Dahyun, membuat gadis itu membeku.

         “Y-ya, ada apa?”

         “Sebentar saja. Aku sangat mengantuk.” Jungkook menyamankan posisi kepalanya sementara matanya sudah terpejam. “Hanya sebentar, diamlah seperti ini sebentar saja,” ujarnya lagi dengan suara berat.

          Beberapa menit kemudian, Jungkook telah terlelap sempurna. Dahyun terdiam, helaan napas Jungkook yang teratur sedikit demi sedikit terasa menerpa lehernya. Apalagi dengkuran halusnya membuat Dahyun semakin tidak tega untuk membangunkannya. Dahyun sedikit memiringkan wajahnya untuk dapat melihat wajah Jungkook dari dekat.

           “Ck, kau terlihat tenang sekali saat tidur, ya? Seperti anak kecil,” lirih Dahyun pelan. Sebelah tangannya tanpa dikomando terangkat untuk mengelus rambut hitam legam Jungkook. “Rambutmu juga wangi, kau tumbuh dengan baik ya, Kookie.” Dahyun tersenyum miris. Ini pertama kalinya ia memanggil Jungkook dengan panggilan itu setelah Jungkook kembali ke Korea.

           “Tapi kau jahat, kenapa tak mengabariku?”

           Tangannya teratur mengelus rambut Jungkook dengan lembut, bahkan kepalanya juga kini ikut bersandar pada kepala lelaki itu. “Kau tahu, banyak hal telah terjadi selama kau pergi.” Tatapan Dahyun menerawang, mengingat kenangan pahit semenjak kepergian Jungkook.

            “Bukan hanya eomma dan appa yang pergi, uri helmoni juga sudah meninggalkanku.” Dahyun menggigit bibir bawahnya dengan getir. “Sekarang hanya tersisa harabeoji, tapi dia juga sudah sakit parah dan aku tidak ada waktu untuk menjenguknya, aku cucu yang jahat, kan?”

           Air mata Dahyun tanpa sadar menetes. Realita kembali menamparnya, bahwa selama ini, Dahyun yang galak hanyalah sebuah tameng untuk menyembunyikan luka yang ia miliki.

           “Hanya ada beberapa kerabatku yang masih tersisa, tapi mereka juga sibuk dengan dunianya sendiri. Hiks ... itu sebabnya aku selalu mengirimimu surat, email, pesan dan berusaha meneleponmu, berharap kalau kau yang di sana akan terus mengingatku. Tapi apa yang kudapat? Kau tak pernah sekalipun membalas suratku.”

            Tangis Dahyun semakin pecah, gadis itu bahkan sudah tidak peduli kalau air matanya kini telah membasahi sebagian rambut Jungkook. “Aku terus mengingat orang yang jauh dariku, sementara yang dekat terlupakan. Kau tahu, rasanya aku ingin memaki dan menghajarmu saat melihatmu tersenyum padaku tanpa ada rasa bersalah sedikitpun! Arrghh ... aku sangat membencimu!”

            Hujan tiba-tiba saja turun, membuat isak tangis Dahyun menyatu dengan riuh hujan yang langsung deras. Dahyun terus terlarut dengan ingatannya sementara ia tak menyadari kalau sejak tadi, Jungkook tidak benar-benar tertidur. Ia memejamkan matanya dengan kuat sembari bergumam dalam hati.

            “Dahyun-ah, maafkan aku.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro