🍪53| Our Life
Play: every second -
Baekhyun ost record of youth
Jungkook bangkit dari tidurnya, perlahan, ia mulai menjejakkan kakinya seraya menatap sekeliling. Ia tidak mengenal tempat macam apa ini, rasanya seperti ia tengah terdampar di antah berantah. Hanya ada ranjang tempatnya berbaring dengan sekat berwarna putih yang perlahan mengabur. Semuanya terlihat putih hingga maniknya menyipit untuk memfokuskan penglihatannya.
Tak lama, dunia sekitarnya mulai menampakan wujudnya. Pemandangan sebuah kota yang tengah diguyur hujan deras terpampang nyata disekelilingnya saat ini. Walau demikian, Jungkook sama sekali tidak merasakan air hujan itu mengenai tubuhnya. Seolah wujudnya saat ini tembus pandang hingga membuat beberapa orang pun bisa menembus tubuhnya begitu saja dengan mudah. Sebuah kecelakaan mobil tiba-tiba saja terjadi.
Manik Jungkook membola saat melihat mobil itu terguling hingga mengeluarkan asap yang mengepul. Tanpa dia sadar, kalinya melangkah mendekat hingga ia membeku dii tempat saat melihat siapa yang ada di dalam mobil itu. Ada sepasang suami istri yang telah berlumuran darah dan tak sadarkan diri, sedang di kursi penumpang, seorang gadis terlihat merintih dan mencoba membangunkan ibunya walau pelipisnya juga telah mengeluarkan banyak darah.
“Eomma … ireona hiks appa. Jebal, kalian harus bertahan—hiks.” Rintihannya terdengar begitu menyayat hingga tanpa sadar, setetes air mata keluar dari manik Jungkook.
Lelaki itu dapat melihat dengan jelas, bagaimana arwah kedua orang tua Dahyun itu akhirnya melayang dan perlahan menghilang ditelan bayangan.
“Dahyun-ah,” panggilnya tanpa sadar, namun gadis itu sama sekali tidak melihat ke arahnya—ani, lebih tepatnya, gadis itu tidak menyadari keberadaannya. Saat ini, Jungkook merasa tengah menyaksikan bagian masa lalu Dahyun yang belum pernah ia lihat.
Setelah kematian kedua orangtuanya, Dahyun jadi seseorang yang pendiam dan sangat tertutup. Namun lagi-lagi, Jungkook terenyuh saat melihat gadis itu menuliskan surat untuknya hampir setiap malam. “Nappeun, kenapa dia tidak pernah membalas suratku?”
Jungkook merasa tertohok, ia bahkan tidak pernah membaca satu pun surat dari Dahyun itu. “Harus berapa banyak lagi aku menulis surat? Dia juga tidak pernah menghubungiku. Dasar, pengingkar janji.”
Jungkook terus berkelana di dunia itu, menemukan kepingan demi kepingan masa lalu Dahyun hingga gadis itu menemuinya lagi setelah belasan tahun. “Aku membencimu! Pertemuan pertama kita adalah saat di perusahaan. Jungkook yang selama ini kutunggu telah mati jadi—mari kita bekerja sebagai partner yang profesional saat di kantor.”
*
“Ya! Pacar kontrak? Neo miccheosseoh?!”
*
“Ani! Siapa yang cemburu!”
Agaknya, Jungkook terlalu terbuai oleh bayang-bayang itu hingga melupakan kehidupan aslinya di dunia nyata.
“Saranghae, Mr. Cookie.”
Jungkook tersenyum, rasanya, ia ingin sekali mendengar kalimat itu dari bibir Dahyun lagi.
“Ayo kita berjanji pada diri kita sendiri kalau kita akan terus bersama, seperti ini, apapun yang terjadi.”
“Ini agak menggelikan tapi aku setuju, ayo kita berjanji pada diri kita sendiri untuk tidak saling menyakiti.”
Lembaran demi lembaran terus ditampilkan hingga saat-saat mereka bertengkar.
“Sudahlah, percuma aku memberitahumu, kau tetap tidak akan percaya.”
“Kau mau kemana? Bahasan kita belum selesai.”
“Aku ingin mencari udara segar. Kalau kau masih belum percaya, kau boleh menemui gadis lidi itu dan bertanya langsung padanya.”
“Dahyun-ah!”
Kepala Jungkook terasa dihantam kuat saat kejadian demi kejadian terus menghujamnya. Lelaki itu mengernyit, alam dibawah sadarnya mulai kacau hingga tangannya yang semula kaku mulai memperlihatkan pergerakan.
“Brengsek! Kau masih berani berkata seperti itu dengan keadaanmu yang sekarang? lihatlah dirimu, kau itu cacat! Kau sama sekali tidak pantas bersanding dengan Dahyun!”
“Mwo? Cacat?”
Keringat mulai keluar dari pelipisnya. Sesuatu dalam dirinya seolah ingin meledak, apalagi saat alam di bawah sadarnya terus muncul tanpa ampun. Rasanya, ia ingin segera ke luar dari ilusi itu. Dan ketika pisau yang Jaehyun lemparkan menancap ke punggung Dahyun, arwahnya seolah ditarik dan masuk ke dalam raganya sekaligus hingga ia tersadar sepenuhnya dengan napas tercekat.
“ANDWAE!” pekiknya sekuat tenaga hingga benar-benar tersadar dari komanya.
Dadanya masih naik turun sementara peluh telah membasahi kening dan rambutnya. Untuk sesaat, maniknya masih mencoba beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke ruangan ini. Namun, ia merasa hampa saat tak melihat siapapun di ruangan ini. Air matanya tanpa sadar mengalir begitu saja ketika jauh di dalam benaknya ia dapat mendengar sebuah suara.
“Bogoshipo, Kookie-ya.”
Satu tahun kemudian
Matahari masih belum menampakan wujudnya. Sinarnya dengan malu-malu mulai memancar perlahan di ufuk timur. Dengan airpods di kedua telinganya, lelaki itu jogging di sekitar taman yang ada di komplek perumahannya. Sudah setengah tahun berlalu, semenjak Jungkook sadar dari komanya. Layaknya manusia yang terlahir kembali, ia menjalani kehidupannya di Jerman dengan tenang.
Jungkook kehilangan ingatannya. Saat pertama kali terbangun di rumah sakit, lelaki itu berpikir kalau dirinya ada di sana karena kecelakaan yang menimpa dirinya dan kedua orangtuanya saat tiba di Jerman. Butuh waktu yang cukup lama supaya Jungkook bisa beradaptasi dengan dunia barunya, sekaligus memulihkan kondisi tubuhnya. Akan tetapi, berkat tumpukan surat yang ia temukan di atas nakasnya, lelaki itu bisa kembali bangkit dan seolah memiliki semangat hidupnya lagi sehingga bisa pulih dalam waktu yang relatif cepat.
Ya, Shin Dahyun. Tentu, Jungkook masih mengingatnya. Hanya saja, ia tidak ingat dengan masa-masa yang telah ia jalani saat bersama Dahyun saat di Seoul. Lelaki itu hanya mengingat masa kecilnya saja karena ingatannya terhenti—Jungkook hanya dapat mengingat ingatannya saat di tiba di Jerman dan beberapa tahun sebelum itu, selebihnya, ia lupa.
Menulis surat balasan untuk Dahyun juga sepertinya telah menjadi rutinitasnya. Hampir setiap hari, lelaki itu selalu menuliskan beberapa kalimat untuk Dahyun—seperti surat yang ditulis oleh gadis itu untuknya—hanya saja, ia tidak mengirimkannya. Jungkook hanya menyimpannya di dalam kotak yang telah ia hias, sembari berharap dapat memberikannya langsung pada gadis itu suatu hari nanti.
Lelaki itu segera mendudukan dirinya yang lelah di bangku taman setelah membeli minuman isotonik. Jungkook meminumnya seraya menikmati pemandangan air mancur yang ada di hadapannya saat ini.
“Hah … membosankan,” rutuknya sebelum memakan cookies buatan ibunya yang sengaja ia bawa di dalam saku.
Jungkook merebahkan tubuhnya, wajahnya di biarkan menengadah menghadap langit yang masih dipenuhi awan. Lelaki itu merentangkan tangannya seraya menikmati sinar matahari yang mulai menelusup ke sela-sela jarinya.
“Hey, tanganmu kecil sekali.” Jungkook mengernyit saat sebuah ingatan tiba-tiba saja terlintas di benaknya.
“Arrghh.”
“Bukankah tanganmu yang terlalu besar?” Jungkook memejamkan matanya seraya memegangi telinganya. Dalam bayangnya, ia dapat melihat dirinya dengan seorang gadis yang tengah merentangkan tangan dengan kedua telapak tangan yang saling menempel. “Ayo kita berjanji pada diri kita sendiri kalau kita kan terus bersama, seperti ini, apapun yang terjadi.”
Gadis itu menoleh ke arahnya, membuat ia dapat melihat dengan jelas wajahnya. Namun itu tak bertahan lama karena telinganya langsung berdengung hebat.
“Arrgghh!” ringisnya lagi.
Ini bukan kali pertama Jungkook seperti ini. Sudah sangat sering, dan selalu dengan gadis yang sama. Namun ketika dirinya sudah lebih tenang, pasti selalu ada rasa sesal dan bersalah yang menyelimuti. “Dahyun-ah … kau kah itu?” monolognya.
Gadis dalam bayangannya itu sangat mirip dengan Dahyun walau gadis yang dulu di kenalnya itu pipinya lebih berisi tapi tak dapat dipungkiri jika wajahnya sangat mirip. “Sebenarnya … apa yang pernah terjadi diantara kita? Berapa banyak hal yang kulupakan?”
Ponselnya tiba-tiba saja bergetar menampilkan sebuah pesan dari tukang reparasi ponsel.
“Mr. Hwang ponsel anda telah berhasil dipulihkan semua datanya. Anda bisa mengambilnya sore ini.”
Jungkook menghela napas, lantas kembali melanjutkan jogging nya setelah membuang minumannya pada tempat sampah. Agaknya, lelaki itu bisa menghela napas lega sekarang karena mungkin, ponselnya yang sempat rusak itu, bisa membantunya mengingat hal-hal yang ia lupakan selama ini.
Namun, langkahnya langsung memelan saat melihat seorang gadis yang berdiri mematung di depannya dengan sebuah koper besar di samping tubuhnya.
“Ju—Jungkook-ah,” lirih Dahyun dengan napas tercekat. Ia sama sekali tidak menyangka bisa langsung menemukan Jungkook secepat ini di hari pertamanya tiba di negara ini. Tanpa pikir panjang, Dahyun langsung mencampakan kopernya dan menghambur ke dalam pelukan Jungkook.
“Bogoshipo—Kookie-ya. Manhi. Aju manhi.” Dahyun tak kuasa menahan tangisnya, kedua tangannya memeluk Jungkook semakin erat. Sementara Jungkook merasakan getaran aneh yang selama ini ia rindukan, walau ingatannya belum sepenuhnya kembali, tapi tubuhnya seolah menyambut sentuhan gadis ini.
Entah keberanian dari mana, tangan Jungkook langsung balas memeluk Dahyun sama eratnya. Ia memejamkan matanya seraya menenggelamkan kepala di pucuk rambut Dahyun. “Mianhe, Dahyun-ah. Jinjja mianhe,” lirihnya sembari menahan sesak yang tiba-tiba saja membelenggu dadanya. Semakin keyakinan kalau dirinya pernah memiliki hubungan dengan Dahyun, maka semakin besar pula rasa bersalah yang dirasakannya. Ia merasa sangat bersalah, tidak bisa mengingat semua kenangan yang telah mereka rangkai di masa lalu.
Ingatan yang tersimpan dalam memori mungkin bisa saja terhapus akan tetapi, ingatan batin tidak akan terhapus sampai kapanpun. Selayaknya darah di dalam tubuh, ingatan batin itu terus mengalir dan menghantarkan rasa hangat yang bisa dirasakan oleh sang pemilik ketika menemui belahan jiwanya. Sama halnya dengan Jungkook, tanpa ia sadari, walau ingatannya belum sepenuhnya kembali, ia tetap bisa merasakan kehangatan itu dari Dahyun.
Agaknya, pertemuan ini bukanlah akhir, justru pertemuan ini akan menjadi awal lembaran hidup mereka yang selanjutnya. Masih ada banyak hal yang menanti mereka di masa depan, namun sebelum itu, biarlah mereka menikmati saat-saat ini. Untuk sejenak, biarkan mereka menikmati waktu bersama yang sempat terenggut oleh waktu.
Tak perlu dijelaskan pun, Jungkook sudah tahu kalau Dahyun lah gadis yang ia nantikan selama ini. Dubu-nya, yang selama ini selalu muncul diingatannya. Dan dia adalah Kookie, yang hanya milik Dubu seorang.
Mr. Cookies VS Miss Dubu
— THE END —
Epilog: soon
So, wdyt about this ending?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro