🍪5| Jealous
Mobil berwarna silver itu kini telah menepi di basement Perusahaan tepat ketika jam menunjuk angka empat pagi. Jungkook melepas seatbelt-nya, lantas keluar dari dalam mobil dan membuka pintu belakang, tempat di mana Dahyun kini masih tertidur pulas di dalamnya.
Lelaki itu mencondongkan tubuhnya ke dalam, sementara tangannya mengelus surai Dahyun lembut untuk membangunkannya.
“Dub-ttungie, ayo bangun. Kita sudah sampai,” lirihnya pelan. Sementara Dahyun sama sekali tak terganggu, bahkan ketika Jungkook dengan iseng mencubit pipi chubby-nya, gadis itu sama sekali tak bergeming.
“Ck, aku lupa kalau saat tidur, ia seperti orang mati,” kekeh Jungkook merasa geli dengan kebiasaan Dahyun yang sejak kecil tidak pernah berubah. Jungkook menyapu rambut Dahyun yang menutupi wajahnya ke belakang telinga, namun ia langsung mengernyit saat melihat mata Dahyun yang telihat sembab.
“Mwo-ya, dia menangis?”
Tak mau ambil pusing lagi, Jungkook lantas memangku tubuh Dahyun ala bridal lalu menutup pintu mobil dengan kakinya. Ia sempat kesusahan saat akan mengunci mobilnya sampai seorang pemuda tiba-tiba saja menghampirinya dengan napas yang memburu.
“Hah … Mr. Hwang, kau baru sampai?” Hyunjin terlihat kepayahan mengatur napasnya karena berlari. “Oh? Noona tertidur?” tanyanya, saat melihat Dahyun tertidur di pangkuan Jungkook.
Jungkook melempar tas Dahyun yang langsung di tangkap oleh Hyunjin. “Bawa itu ke mejanya, aku akan membawanya ke ruanganku dulu,” titahnya. Lelaki itu kemudian pergi menuju ruangan pribadinya yang ada di lantai dua.
Hyunjin kebingungan, lelaki itu menatap kepergian Jungkook seraya memiringkan kepalanya. “Mereka sudah tidak bertengkar lagi, ya?” tanyanya pada dirinya sendiri.
“Ya, Shin Hyunjin! Sedang apa kau disana?! Cepat bantu aku membersihkan semua ini!” teriak Yeji dari kejauhan.
“Oh, iya! Aku datang!”
Hyunjin segera berlari menghampiri Yeji dan membantunya. Sejak semalam, memang semua pegawai lembur dan bahkan sampai sekarang mereka bergantian untuk menyiapkan acara penandatangan buku yang akan di gelar siang ini.
Agaknya melihat Dahyun tertidur tadi, membuat Hyunjin dapat menghela napas lega. Setidaknya, gadis pekerja keras itu bisa beristirahat walau hanya sebentar saja. Karena jika Dahyun masih terjaga, pasti gadis itu tidak akan tinggal diam dan akan terus bekerja tanpa ingat tidur. Semoga saja, dengan adanya Jungkook di sisi Dahyun, akan memberi pengaruh yang baik untuk atasan yang telah dianggapnya seperti kakaknya sendiri itu.
Sinar matahari yang menembus sela-sela gorden itu membuat gadis yang masih bergelung dalam selimut mengernyit. Ditambah dengan suara ketikan pada keyboard dan alunan pelan musik jazz, membuat kesadaran Dahyun perlahan mulai terkumpul. Matanya yang semula terpejam mulai terbuka sedikit demi sedikit. Tepat ketika maniknya menangkap angka sebelas pada jam weker, gadis itu langsung bangkit dengan wajah panik.
“Astaga! Sejak kapan aku tertidur?!” pekiknya heboh.
Jungkook yang tengah mengetik sesuatu di komputernya langsung mendecih geli. “Kau tenang sekali saat tidur tapi begitu bangun langsung berisik.”
Dahyun terperanjat saat menyadari keberadaan Jungkook. “Ya! Kenapa kau tidak membangunkanku? Ini di mana?”
Jungkook meng-klik save lantas mematikan laptopnya. Ia memutar kursi yang didudukinya lalu menatap Dahyun dengan senyum miring. “Ini ruang pribadiku dan jangan salahkan aku kalau kau kesiangan karena kau tertidur sangat pulas seperti orang mati. Percuma aku membangunkanmu, tidak ada gunanya.”
Dahyun berdecak seraya menyingkirkan selimut yang masih menutupi tubuh bagian bawahnya. “Haissh, sial. Seharusnya kau membangunkanku saja! Hari ini ada acara penting dan seharusnya aku sudah mengurus—“
“Tidak perlu! Semuanya sudah di urus oleh pegawai yang lain, kau istirahat saja.”
“Bagaimana bisa? aku harus—“
“Shin Dahyun, istirahatlah!” bentak Jungkook, membuat Dahyun tersentak kaget. Pasalnya, ini kali pertama Jungkook memanggil namanya dengan lengkap seperti itu karena biasanya, lelaki itu selalu memanggilnya dengan sebutan Ya!, ttungie!, Dub-ttungie! Atau jika sedang serius, Jungkook baru akan memanggilnya dengan sebutan ‘kau’.
“Semua persiapannya sudah diurus, tidak ada yang perlu kau kerjakan lagi,” lanjutnya dengan suara yang lebih tenang. Entah kenapa, ia menjadi sangat kesal saat tahu kalau selama ini gadis itu begitu bekerja keras hingga melewatkan jam istirahatnya. Pasti akan sangat merepotkan jika Dahyun sakit.
“Tapi—“
“Dengar, kalau kau terus mengurusnya, bagaimana mereka bisa berkembang? Biarkan mereka melakukan tugas mereka sebagaimana mestinya.” Jungkook menghela napas sejenak. Dahyun sangat keras kepala namun lelaki itu mencoba untuk tetap bersabar dan menasehatinya dengan tenang lalu melanjutkan, “Aku baru melihat kerja kerasmu selama sebulan, tapi itu sudah menunjukan seberapa keras kau bekerja selama ini. Sudah cukup, jangan paksakan tubuhmu untuk terus bekerja.”
Dahyun terdiam. Untuk pertama kalinya, ia melihat sisi dewasa seorang Hwang Jungkook. Lebih dari itu, ini juga kali pertama ia mendapat perhatian seperti ini setelah kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Selama ini, Dahyun memang sering lembur dan bahkan sampai mengerjakan tugas orang lain hanya untuk menyibukan diri, karena hanya itulah yang bisa ia lakukan untuk menghilangkan rasa kesepiannya.
Well, dibalik seorang Shin Dahyun yang galak dan dingin, ada setitik rasa kesepian dan hampa yang tersembunyi cukup apik hingga tak bisa terlihat oleh siapapun dan segenggam kerinduan yang selama ini ia pendam seorang diri.
Jungkook bangkit berdiri, ia memasukan laptop ke dalam ranselnya lalu menyampirkan pada pundak sebelah kanannya. “Kau bisa pakai ruangan ini untuk hari ini, di ujung sebelah kiri ada kamar mandi dan di dalamnya sudah ada pakaian yang baru saja aku beli. Kalau kau bosan, kau bisa turun ke lantai bawah tapi ingat, jangan kerjakan apapun! Kau hanya boleh mengamati saja, okey? Aku pergi.”
“Eoh? Tapi kenapa aku harus menuruti perkataanmu?” bantah Dahyun sementara Jungkook hanya melambaikan tangannya tidak peduli. Lelaki itu keluar dan menutup pintu cukup keras membuat Dahyun kembali berteriak kesal, “Yak!”
Gadis itu mendengkus, merasa konyol karena kini Jungkook sudah berani mengatur hidupnya. Namun sesuatu dalam dirinya merasa hangat karena perlakuan Jungkook padanya barusan. Untuk sesaat, ia merasa benar-benar telah menemukan Jungkook-nya yang dulu.
Acara penandatanganan itu sukses besar. Semua pegawai merasa puas saat melihat orang-orang yang rela mengantri hanya untuk bertemu dengan Cheryl—penulis terkenal keturunan Prancis—yang baru saja menerbitkan buku terbarunya.
Walaupun Jungkook terbilang masih pegawai baru dan sebenarnya, lelaki itu tidak memiliki peranan yang cukup penting untuk hadir dalam penandatanganan ini, namun kehadirannya cukup memberi pengaruh besar. Mendadak, antrian itu menjadi terbelah dua dimana dirinya juga ikut menandatangani poster webtoon miliknya yang memang sempat diperjualbelikan diberbagai tempat. Bukan hanya itu, tak sedikit dari mereka yang juga meminta untuk ber-selfie dan tentu saja antriannya itu didominasi oleh para wanita.
Dahyun yang baru saja turun untuk melihat acara penandatanganan mendadak merasa dongkol saat melihat Jungkook yang kini dikerubuni kaum hawa. Ia menghembuskan napasnya kasar lalu memalingkan wajah saat menyadari Jungkook melirik ke arahnya sembari tersenyum.
“Ck, dasar sok pamer,” gerutunya kesal.
Dahyun lalu berjalan ke arah penandatanganan Cheryl, sembari mengamati beberapa detail yang mungkin dilewatkan oleh pegawai lain. Dahyun itu orang yang perfeksionis, ia tak bisa membiarkan sedikit pun kesalahan yang mampu mencoreng nama baik perusahaan.
Jungkook sempat melirik ke arah Dahyun lagi namun ia mengernyit saat tak mendapati kehadiran gadis itu. Tangannya terus bergerak untuk memberikan tanda tangan sementara maniknya dengan liar mencari keberadaan gadis itu. Ia sampai menghentikan acara tanda tangan dadakan itu lalu bergegas mencari Dahyun.
Entah apa yang membuatnya bisa senekat ini hanya untuk mencari Dahyun. Tungkainya terus menjelajahi tiap sudut ruangan hingga langkahnya mulai memelan saat mendengar suara orang yang dicarinya.
“Dub-ttungie, sudah kubilang kalau kau ... “ ucapannya mendadak memelan saat maniknya mendapati Dahyun yang tengah berbicara dengan seorang lelaki.
Mereka terlihat sangat serius, membuat Jungkook mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam dan memilih untuk menyandarkan tubuhnya di dinding sembari mencoba mendengarkan percakapan mereka.
“Sejak kapan oppa kembali? Bukankah kau seharusnya masih di Jepang, ya?” suara Dahyun terdengar sangat lembut. Berbeda sekali dengan nada bicara yang selalu gadis itu lontarkan saat bicara dengannya.
“Ya, pekerjaanku selesai lebih dulu. Kau tahu, aku langsung pergi ke sini begitu aku kembali ke Korea,” balas sang lelaki. Jungkook semakin menajamkan indera pendengarannya. Jungkook merasa tidak asing dengan suara ini tapi tidak ingat milik siapa.
“Ck, harusnya oppa memberitahuku dulu kalau akan pulang.” Suara Dahyun terdengar manja. “Aku sangat merindukanmu, oppa.” Mereka berpelukan.
Kedua tangan Jungkook tanpa sadar mengepal. Entah kenapa, ia sangat tidak suka mendengar percakapan mereka. Rasanya seperti ada sesuatu dalam dirinya yang tidak rela jika gadis yang diincarnya justru malah menyukai lelaki lain.
Jungkook lupa jika ia dan Dahyun sudah terpisah cukup lama, jadi tidak menutup kemungkinan jika rasa itu memang sudah memudar, namun semakin Jungkook memikirkan hal itu, semakin ia merasa kesal. Belasan tahun sudah berlalu tapi kenapa aku masih merasakan ini?
Dahyun mengernyit saat melihat nomor tak dikenal meneleponnya. Gadis itu memilih mengabaikannya, namun panggilan itu masuk berkali-kali membuatnya pada akhirnya beranjak dari tempat duduknya. “Oppa, chankamman,” ujarnya pada Jaehyun—sepupunya. Mereka memang tengah makan malam bersama di sebuah restoran yang cukup terkenal di Seoul. Jaehyun adalah lelaki yang sama dengan yang Dahyun temui siang tadi.
“Yeoboseo?” Dahyun akhirnya mengangkat panggilan itu, namun suara seseorang di seberang telepon membuat wajahnya seketika berubah datar. Gadis itu menghela napas.
“Mau apa kau menelponku?” tanyanya to the point.
“Aku hanya mengecek nomor ini saja dan rupanya memang benar kalau ini nomormu.” Suara Jungkook terdengar sangat santai, berbanding terbalik dengan Dahyun yang merasa percakapan mereka saat ini tidak penting.
“Lalu? Darimana kau mendapatkan nomorku?”
“Itu tidak penting, sekarang kau ada di mana? Ada sesuatu yang inginku—“
“Kita bicarakan besok saja. Sekarang aku sibuk.”
“Restoran Gaon? Wah … sepertinya kau tengah menikmati makan malam yang romantis ya.” ujar Jungkook, membuat manik Dahyun membola kaget.
“Ya, bagaimana kau bisa tahu?!”
“Coba kau lihat ke bawah, di arah barat daya. Kau akan melihat seorang lelaki tampan yang mengenakan kemeja hitam.”
Dahyun langsung melihat ke arah yang Jungkook tujukan dan benar saja, lelaki itu memang ada di sana. Bersandar pada kap mobil mewahnya, lengan kemejanya telah dilipat sampai siku, menampilkan lengan berototnya yang membuat gadis menjerit saat melihatnya. Ketika pandangan mereka bertemu, Lelaki itu melambai padanya sembari tersenyum.
Jangan tanya Jungkook tahu darimana kalau Dahyun tengah makan malam di sini. Lelaki itu sudah punya mata-mata pribadi—alias Hyunjin yang selalu memberitahu info terkini terkait gadis itu. Jungkook sadar jika ia sudah kehilangan start namun lelaki itu tidak akan membuang waktunya lagi.
“Tunggu di sana, aku akan segera menghampirimu.”
“Ya! Ya! Neo—“
Jungkook langsung mematikan panggilan itu membuat Dahyun berdecak seraya memegang belakang lehernya gelisah. Ia tidak bisa membayangkan, akan terjadi kekacauan seperti apa ketika dua lelaki itu bertemu. Ya, Jungkook dan Jaehyun—Dahyun tahu betul kalau dua lelaki itu tidak pernah akur sejak dulu.
Dahyun menghela napas melihat adu tatapan tajam yang tengah berlangsung dengan sengit. Mungkin jika ini adalah sebuah drama, dari mata mereka sudah keluar laser. Dahyun sudah menduga ini akan terjadi, apalagi saat Jungkook datang, wajah Jaehyun langsung berubah datar.
Merasa diabaikan, Dahyun lalu memukulkan sumpit pada meja hingga menimbulkan suara cukup keras dan membuat kedua lelaki tampan itu tersentak kaget. “Makanannya akan semakin dingin kalau kalian terus saling bertatapan seperti itu!” ketusnya seraya menyimpan sepasang sumpit di masing-masing mangkuk mereka.
“Ayo makan. Kalau tidak aku akan pergi dari sini,” peringat Dahyun sejali lagi.
Jungkook berdecak, lalu mengambil sumpit miliknya. Matanya langsung berbinar begitu melihat jejeran makanan yang kini telah tersaji di atas meja. “Woahh, bukankah ini terlalu banyak? Aku bahkan belum memesan apapun.”
“Tidak usah banyak bicara! Seharusnya makanan ini hanya untuk aku dan Jae oppa, tapi aku tidak mungkin membiarkanmu hanya menonton kami jadi makan saja dengan tenang!” semprot Dahyun, membuat Jungkook langsung ciut seketika. Sementara Jaehyun sudah mati-matian menahan tawa.
Acara makan malam itu lalu kembali hening, hanya ada suara benturan alat makan dan kunyahan saja yang terdengar sampai Jaehyun angkat bicara, “Jungkook-ah, kau sepertinya betah sekali ya di Jerman? Tapi kenapa kau kembali, kupikir kau akan terus tinggal di sana,” ujarnya penuh sindiran membuat Jungkook langsung mendelik tak suka.
“Bukan urusanmu.”
“Ya! Kau harus menjawabnya dengan benar! Dia itu lebih tua beberapa bulan darimu,” celetuk Dahyun santai sembari menatap Jungkook tajam.
“Lalu bagaimana denganmu? Kau memanggilnya dengan sebutan oppa, seharusnya kau juga memanggilku oppa karena aku lebih tua darimu!”
Dahyun langsung tersedak. “Uhuk! ... uhuk!”
Jungkook dan Jaehyun kompak langsung memberi Dahyun segelas air, namun gadis itu lebih memilih gelas dari Jaehyun. “Gumawo, oppa.”
Jaehyun tersenyum. “Sama-sama. Makannya pelan-pelan saja.”
Jungkook memutar bola mata malas. “Ck, sok manis.”
Ponsel Jaehyun tiba-tiba saja bergetar, membuat lelaki itu langsung menatap Dahyun. “Aku angkat panggilan dulu, ya.”
“Iya, oppa.”
Jungkook melirik sinis ke arah Jaehyun yang mulai bangkit dan pergi menuju balkon sembari mengangkat panggilannya. Lalu tatapannya beralih pada Dahyun yang masih memakan makanannya dengan santai. “Ya, kalian punya hubungan apa? Kenapa kau bersikap sok manis seperti itu padanya?” ujar Jungkook sensi.
Dahyun mengangkat kedua bahunya cuek. “Menurutmu? Dia hanya sepupuku.”
Jungkook menghela napas, entah Dahyun memang polos atau sengaja memanas-manasinya. Padahal sudah jelas kalau Jaehyun menyukainya. Lelaki itu lalu menjatuhkan sumpitnya pada mangkuk dengan kesal. “Ck, aku tidak mau makan!”
“Baguslah.”
“Bagus?!”
“Iya, jadi kau bisa cepat pulang. Apalagi kau hanya tamu tak diundang. Urusan kau yang tidak memiliki ide, itu tugasmu sebagai penulis.”
“Jadi kau mengusirku, huh?”
“Menurutmu?”
Jungkook berdecak kesal, hampir saja ia mengumpat saking kesalnya dengan sikap Dahyun kepadanya yang masih saja dingin. “Hey, bukankah kau seharusnya berterimakasih padaku? kau sudah tidur di kasurku pagi tadi, lupa?”
“Itu bukan keinginanku! Lagipula aku tidak memin—“
“Dahyun-ah, sepertinya aku harus segera pulang karena ibu tiba-tiba saja sakit,” ujar Jaehyun yang entah sejak kapan sudah ada di sampingnya.
“Mwo? Imo sakit apa? Aku ikut—“
“Tidak boleh!”
Baik Jaehyun maupun Dahyun langsung menatap ke arah Jungkook. Jaehyun mengernyit. “Kenapa tidak boleh?” tanyanya kesal.
“Ya …” Jungkook gelagapan. Jelas saja, kata-kata itu refleks terucap oleh mulutnya. “Emm—besok ttungie harus bekerja.”
“Mwo? Tapi besok aku cuti,” balas Dahyun, membuat manik Jungkook langsung melebar.
“Mwo? Bukankah besok hari senin?”
“Ya, tapi pekerjaanku sudah selesai, jadi aku bisa mengambil cuti.”
“Ta-tapi … bagaimana dengan—”
“Sudah ya, aku harus segera pergi. Kajja, Dahyun-ah,” potong Jaehyun seraya melempar senyum kemenangan pada Jungkook.
Dahyun mengangguk, lantas bersiap untuk segera mengikuti Jaehyun yang sudah jalan lebih dulu. Gadis itu kemudian melirik ke arah Jungkook yang masih duduk di kursinya.
“Semua makanan itu sudah kubayar. Kau boleh menghabiskan semuanya kalau mau. Aku pergi dulu ya,” ujar Dahyun seraya melambai-lambaikan tangannya dengan gestur mengejek, namun belum sampai ia mengimbangi langkahnya dengan Jaehyun, Jungkook sudah menarik lengannya hingga tubuh gadis itu kembali tertarik ke belakang dan membentur dada bidang lelaki itu.
“Jangan pergi,” bisiknya lirih tepat di telinganya.
Dahyun membeku di tempatnya, apalagi setelah suara Jaehyun yang memanggil-manggil namanya dari luar mulai terdengar, Jungkook masih tak membiarkan gadis itu lepas dari dekapannya. “Ya ... apa-apaan ini? lepas!”
“Tidak! Kau harus melakukan tugasmu. Bukankah Donghwa hyung sudah menitipkanku padamu? Jadi kau ikut bertanggung jawab mengenai pekerjaanku.”
“Tugas apalagi?” tanyanya kesal, namun tidak memberontak saat Jungkook menyentuh kedua bahunya untuk tetap diam diposisinya.
“Aku akan memberitahumu besok. Pukul tujuh pagi, aku akan menjemputmu.”
Translate :
Yeoboseo : halo
Imo : Bibi dari pihak perempuan (ibu)
Neo : Kau
Kajja : ayo
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro