🍪3O| Hope
Play: hope and hope - Kim Nayoung
Ost marriage not dating
Bulan terus bergerak perlahan-lahan, layaknya sebuah jarum jam yang bergerak memutar pada porosnya, Sang bulan sabit pun merangkak ke atas seiring dengan malam yang semakin larut. Di tengah malam ketika pergantian musim gugur ke musim dingin, manik Jungkook yang semula terpejam itu mulai terbuka.
Ia menatap wajah Dahyun yang tengah tertidur itu dengan lembut. Rasanya sayang sekali menghabiskan malam ini hanya dengan berpegangan tangan saja, tapi ia tak akan memaafkan dirinya jika tidak bisa menahan diri untuk menyentuhnya lebih jauh. Tangannya menyentuh pipi Dahyun perlahan, tak ingin membangunkan tidur nyenyaknya yang terlihat damai sekali. “Dubu-ya, apa kita masih bisa dekat seperti ini suatu saat nanti? Apa aku masih memiliki waktu?”
Ponselnya tiba-tiba saja bergetar, membuat Jungkook segera mengambilnya dari atas nakas. Namun senyum tipisnya langsung muncul ketika ia melihat siapa yang tengah menghubunginya sekarang, “Eoh, mom? Do you miss me?”
“Of course, I miss you so much. How are you? Are you okay?”
“Yeah, I’m … okay.”
“Bukan kau, tapi kakimu … baik-baik saja?”
Senyum Jungkook langsung berubah masam, ia menoleh ke arah Dahyun yang masih tertidur lelap, lantas beranjak dari ranjang dan pergi ke balkon. Sesaat, ia menatap kakinya sementara ibunya terus bertanya di seberang sana. “Eoh, baik-baik saja, hanya terasa nyeri sedikit.”
“Really? Memangnya apa saja yang kau lakukan di sana? Seharusnya kau menggunakan mobilmu, jangan—“
“Mom, aku hanya berjalan-jalan saja.”
“Tapi—“
“Aku tahu, tapi aku sudah bisa menjaga diri.”
“Hah … dasar keras kepala. Apa kau tidak ingat alasan eomma mengizinkanmu pergi ke sana? Kudengar kau juga sedang menulis novel di sana, bukankah eomma sudah memperingatkanmu untuk berhenti bekerja selagi berlibur?”
“Mom, aku sudah tidak melakukan vlog dan menyelesaikan serial webtoonku. Lagipula menulis novel tidak seberat pekerjaanku yang sebelumnya.”
“Lagi-lagi kau membantahku, dasar! Dan lagi, berhenti memanggilku mommy, itu terdengar saat aneh disaat kita berbicara dengan bahasa korea.” Jungkook malah tertawa mendengarnya. Walaupun terkesan galak, ia tahu kalau maksud perkataan ibunya itu untuk kebaikannya. “Di sana sekarang sudah tengah malam, kan? Kenapa kau masih terjaga?”
“Tidak, aku hanya terbangun saja. Ada lagi yang harus dibicarakan? Aku mulai mengantuk lagi.”
“Oh iya, Eomma sampai lupa belum memberitahumu hal ini. Minggu depan operasimu sudah bisa dilakukan, kita tidak bisa mengulur waktu lebih lama lagi karena khawatir kondisi kakimu semakin buruk.”
Jungkook terdiam di tempatnya, tangannya tanpa sadar meremas ponsel yang tengah dipegangnya. Ia sudah tahu, apa yang akan dibahas ibunya, tapi mengingat kata operasi membuatnya kembali takut, “Apa kakiku tidak bisa sembuh tanpa operasi? Aku sudah melakukan terapi dan merawat kakiku seperti yang dokter anjurkan, apa kakiku tetap tidak bisa sembuh?”
“Eomma juga inginnya begitu, tapi dokter John sudah bilang kan, kalau kondisi pada kakimu itu langka dan operasi adalah satu-satunya cara untuk menyembuhkannya. Kau hanya perlu melakukannya sekali lagi, maka kakimu akan—“
“Kalau gagal?” Jungkook memotong perkataan ibunya dengan napas tercekat. Tangan yang satunya sudah mencengkram pagar pembatas dengan kuat. “Kalau gagal bagaimana? Apa … apa aku tidak bisa berjalan lagi?”
Hening beberapa saat. Sang ibu juga sudah tidak bisa menahan tangisnya di seberang sana, “Maaf … maafkan eomma. Andai saja waktu itu kau tidak ikut dengan kami ke Jerman mungkin kau tidak akan—“
“Ssstt … eomma, itu bukan salahmu atau salah ayah. Berhenti menyalahkan diri eomma seperti itu, aku tidak suka.” Jungkook menggigit bibir bawahnya getir. Ada perasaan takut dan ragu untuk kembali melakukan operasi lagi setelah sekian lama, akan tetapi ia tak bisa menampik kalau akhir-akhir ini ia sering merasakan nyeri di kakinya seperti dulu, “Baiklah, aku akan kembali ke sana.”
“Terimakasih. Eomma akan pastikan kalau operasi kali ini berjalan lancar, sesuai yang kita inginkan. Eomma, menyayangimu.”
“Eoh, aku tutup ya. Good evening, Mom.”
Jungkook segera menutup panggilannya. Perbedaan waktu antara Jerman dan Korea Selatan kurang lebih adalah tujuh jam, jadi waktu tengah malam di korea sama dengan waktu sore di Jerman. Lelaki itu menarik napas panjang dan menghembuskannya gusar. Kalau ia harus kembali, itu artinya ia hanya memiliki waktu kurang dari seminggu di sini.
“Hah … aku harus bagaimana.” Jungkook mencengkram rambutnya frustasi. Pikirannya benar-benar kacau saat ini. Sebenarnya ia sudah tahu, kalau ia harus menjalani operasi lagi, tapi ia tak menyangka jika harus secepat ini.
Penampilannya mungkin terlihat baisa saja, ia bahkan memiliki tubuh yang kekar dan bugar tapi sejatinya, kakinya sangat lemah akibat kecelakaan yang dialaminya beserta kedua orangtuanya saat tiba di Jerman. Itu sebabnya, Jungkook memiliki banyak mobil, dan memiliki gym pribadi untuk menjaga kesehatan kakinya.
Seseorang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang, membuat Jungkook langsung menegang. “Da-Dahyun-ah, kau terbangun?”
“Sedang apa kau di sini?” Dahyun balik bertanya dengan suaranya yang lemas khas orang baru bangun tidur, membuat Jungkook balik menyentuh tangannya yang masih melingkar erat di pinggangnya. “Hanya mengangkat panggilan. Kau sepertinya masih mengantuk, ya?”
“Hmm … sangat.” Dahyun semakin mengeratkan pelukannya dan menyandarkan tubuhnya dengan nyaman ke punggung Jungkook. Maniknya perlahan terbuka saat menyadari Jungkook yang tak kunjung bicara lagi. “Ada apa? Kau sedang menyembunyikan sesuatu ya?”
Jungkook menarik sudut bibirnya tipis, “Ketahuan ya? Aku hanya sedang banyak pikiran saja.”
“Memikirkan apa?”
Jungkook melepaskan lengan Dahyun yang memeluk pinggangnya, lantas balik memeluk gadis itu dari belakang seraya meletakan kepalanya di bahu Dahyun. “Sepertinya … aku harus segera kembali ke Jerman.”
“Oh … apa ini yang membuatmu hampir menangis tadi malam?” ejek Dahyun seraya melirik Jungkook geli.
“Ya! Memangnya kau tidak sedih karena akan berpisah denganku?”
“Memangnya kau akan pergi berapa lama? Seminggu? Dua minggu?”
“Entahlah … tapi paling sebentar mungkin … sebulan? Atau dua bulan? Aku tidak bisa memastikannya.”
“Oh … baiklah, tapi untuk apa?”
“Emm … “ Jungkook berpikir sesaat, entah kenapa, ia enggan memberitahu Dahyun tahu yang sebenarnya karena takut gadisnya ini khawatir. “Aku juga tidak tahu, ibuku yang meminta.”
“Kapchagi?”
“Ya … sebenarnya aku kemari hanya untuk berlibur jadi ya ... aku merasa tidak pantas untuk menolak.”
“Okey, kapan kau akan berangkat?”
“Minggu depan.”
“Mwo? Secepat itu?” Dahyun menatap Jungkook tak percaya, sementara lelaki itu semakin merasa bersalah karena telah berbohong. “Eoh, aku juga kaget saat eomma tiba-tiba menelpon tadi.”
Dahyun menunduk, ada rasa ragu dan tak terima kalau Jungkook akan meninggalkannya lagi dalam waktu dekat namun ia tentu tak bisa memaksakan lelaki itu untuk terus bersamanya, apalagi sampai menentang kedua orangtuanya. Ia malah akan merasa menjadi pacar yang egois kalau itu terjadi. “Hmm … begitu ya. Baiklah, lagipula aku tak bisa melarangmu, kan? Pergilah, tapi jangan lupa memberiku kabar, jangan seperti dulu.”
Jungkook segera menarik tubuh Dahyun ke pelukannya. “Tentu aku akan terus mengabarimu. Kalau bisa, aku ingin sekali membawamu kesana.”
“Tak apa, aku titip salam pada orangtuamu saja.”
“Okey.” Jungkook mendongak saat merasakan sesuatu yang dingin mengenai rambutnya. Salju pertama di musim dingin, tanpa sadar Jungkook merentangkan tangannya untuk merasakan benda putih itu mengenai kulitnya. “Dahyun-ah, lihat, salju pertama turun.”
Dahyun segera menjauhkan tubuhnya dari Jungkook dan maniknya langsung berbinar saat melihat salju yang perlahan turun dengan cantiknya. “Woah, bukankah ini terlalu awal untuk salju turun?” Walau begitu, gadis itu tak bisa menyembunyikan senyum lebarnya ketika melihat salju yang terus menerus mengenai tangan dan rambutnya.
Jungkook tersenyum, ia kembali memeluk Dahyun dari belakang seraya menjadikan mantelnya untuk membungkus tubuh mereka supaya tidak kedinginan, “Kenapa aku merasa saat ini kita sedang berbulan madu?” Perkataan Jungkook membuat Dahyun langsung mendelik ke arahnya. “Bulan madu apanya? kita bahkan belum menikah!”
Jungkook tergelak, “Kalau begitu, kau mau menikah denganku?”
“Apa ini? kau sedang melamarku?”
“Tidak, hanya sedang latihan. Tapi kalau benar, kau pasti akan menerimaku, kan?” Jungkook menaik-turunkan alisnya menggoda, membuat Dahyun memutar bola matanya malas. “Ck, percaya diri sekali.”
“Tapi aku benar, kan?”
“Tidak, aku akan menolak.”
“Wae?”
“Karena aku tidak suka lelaki hidung belang, yang hobinya melihat wanita sexy.”
“Oh … jadi kau ingin aku hanya melihatmu, begitu? Baiklah, mulai sekarang aku hanya akan fokus padamu saja.” Jungkook kembali menyusupkan kepalanya ke ceruk leher Dahyun. Mengendus wangi tubuh Dahyun dengan rakus. “Aku hanya akan memikirkanmu dan hanya akan kembali padamu, aku janji.”
Lagi-lagi, Dahyun terdiam. Maniknya kembali melihat ke arah salju yang terus berjatuhan, dengan bulan sabit yang masih bersinar terang. Walaupun terus ditepis, ia terus merasa tidak tenang setiap Jungkook berjanji. Ia merasa kalau janji yang lelaki itu utarakan seolah keinginan yang tak bisa lelaki itu lakukan. Seolah-olah lelaki itu tengah mengharapkan janji semu yang tak memiliki jawabannya. “Berhentilah berjanji, cukup kembali dengan selamat, maka aku akan memikirkan jawaban untuk lamaranmu.”
Jungkook terdiam, ia semakin menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Dahyun seraya memejamkan matanya erat. Perkataan Dahyun seolah menamparnya, Jungkook jadi semakin merasa bersalah karena tidak bisa memberitahunya. “Tentu, Sayang.”
“Aku juga berharap operasinya lancar, supaya aku bisa kembali bertemu denganmu,” lanjutnya dalam hati.
Sementara senyum Dahyun perlahan luntur, ia menatap lengan Jungkook yang terus memeluknya erat itu dengan pandangan kosong. “Ini hanya perasaanku saja, kan? Jungkook hanya bilang akan kembali ke jerman, tapi kenapa aku merasa kalau dia sedang berpamitan untuk waktu yang lama dan tak akan kembali?
Translate:
Kapchagi = tiba-tiba?
Wae = kenapa?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro