Mr.Bulter
Seorang gadis kecil berbaju kumuh, berambut kusut dan kotor duduk di dalam sebuah kurungan dengan kakinya terikat tali. Tatapannya kosong tiada arti. Seorang pria berusia 30-an melempar roti bekas ke arah gadis kecil itu.
"Makan. Sebentar lagi kau akan di jual," ucapnya kemudian meninggalkan gadis kecil itu.
Diambilnya roti tersebut dan menyapu sedikit kotoran yang melekat disana, dengan perlahan dia mulai melahap roti itu. Suara hiruk pikuk orang-orang yang berlalu lalang terdengar namun tidak di hiraukannya. Hingga suara langkah kecil terdengar mendekati kurungan si gadis kecil.
"Hei,"ucap seseorang membuat si gadis kecil itu mendongak menatap pria kecil yang terlihat seusia dengannya.
"Kau sedang apa di kandang hewan begitu?" tanya pria kecil itu dengan tatapan datar.
"Aku akan di jual di pasar budak,"ucap si gadis dengan suara parau.
Pria itu terlihat memiringkan sedikit kepalanya dengan wajah datar dia berucap,"Kau tidak mau keluar?"
"Apa...bisa?" pria kecil itu melihat kekiri-kanannya kemudian mengeluarkan sebilah belati dan memotong tali yang mengikat pintu kurungan. Gadis kecil terkejut ketika pintu kurungan terbuka.
"Ayo,"ucap pria kecil sambil mengulukan tangannya pada gadis kecil itu. Ketika si gadis kecil ingin meraih tangan sang pria kecil, kakinya terasa tertarik karena masih terikat oleh tali. Pria kecil itu pun masuk dan memutuskan tali yang mengikat kaki si gadis kecil.
"Hei! Mau kemana kau!" seru pria yang lebih besar dari mereka. Si gadis kecil terlihat ketakutan, namun pria kecil itu segera menarik gadis kecil itu dan berlari dari sana. Pria yang lebih besar dari mereka mengejar mereka. Pria kecil itu terus menarik gadis kecil itu menuju gang gelap dan bersembunyi di balik tumpukan sampah dan kardus-kardus.
Pria kecil itu membukam mulut gadis kecil yang terlihat ketakutan dengan air mata keluar dari sudut matanya. Suara langkah dan decakan kesal dari orang yang mengejar mereka terdengar dan kemudian suara langkah kakinya terdengar kian menjauh. Pria kecil itu pun menimbulkan kepalanya untuk melihat keadaan sekitar. Merasa keadaan aman, pria kecil itu kembali menarik gadis kecil itu dan membawanya sampai ke pintu belakang sebuah Cafe ternama.
"Kamu tunggu disini dulu,"ucap pria kecil itu ketika ingin masuk ke dalam namun di tahan oleh gadis kecil itu, "Ja-jangan tinggalkan aku," pria kecil itu pun menepuk kepala gadis kecil itu. "Tenang saja, kamu sudah aman. Aku ambilkan makanan untukmu," ucapnya
Dengan perasaan takut, si gadis kecil itu melepaskan tarikannya dan membiarkan pria kecil itu masuk ke dalam. Tidak lama kemudian, dia kembali tapi tidak sendiri. Seorang pria berumur sekitar 20-an berjalan di belakang pria kecil itu sambil membawa nampan.
"Dia orangnya Yah, aku menolongnya tadi dan aku mengembalikan belati milik Ayah, "ucapnya sambil menyerahkan belati yang di bawanya.
Pria berumur 20-an yang merupakan Ayah dari pada pria kecil pun menjewer telinga anaknya. Pria kecil itu mengaduh kesakitan tapi ekspresi wajahnya tetap datar. Gadis kecil itu hanya terbengong melihat pria kecil yang di jewer namun tidak terlihat seperti kesakitan. Perlahan senyum kecil keluar dari bibir gadis kecil itu.
Itulah awal pertama [Name] bertemu dengan pria datar bernama Arata Uduki.
10 tahun kemudian, kini Arata mengantikan posisi Ayahnya menjadi seorang butler di sebuah Cafe yang merupakan milik ayahnya sendiri. Sosok Arata kecil kini berubah menjadi sosok remaja yang tampan, yang tidak berubah darinya hanyalah eskpresi datarnya. Sementara gadis kecil yang dulu dia tolong berubah menjadi gadis remaja yang manis bernama [Name] yang kini juga bekerja di Cafe milik Ayah Arata.
[Name] selalu memperhatikan Arata ketika Arata sedang bekerja. Bagaimana Arata dengan mahirnya menuangkan teh di dalam teko, bagaimana dia menawarkan makanan, mencatat pesanan, dan segala yang di lakukan Arata membuat [Name] terkagum-kagum. Bagi [Name], Arata adalah sosok penyelamat baginya. Jika Arata tidak menyelamatkannya waktu itu, mungkin kini dia menjadi seorang budak yang di injak-injak.
"[Name], jangan melamun! Kerjaanmu masih banyak," seru seorang wanita berumur 30-an.
"Ba-baik!" ucap [Name] langsung mengerjakan pekerjaannya di dapur.
Waktu terus berlalu hingga waktunya Cafe di tutup. Kini [Name] membantu Arata membereskan meja. Di sela-sela membersihkan meja, [Name] mencuri pandang melihat Arata. Tanpa sadar [Name] berhenti mengelap meja, dagunya menempel di meja dan menatap Arata.
Seandainya Tuan Arata tersenyum sambil menatapku dengan lembut, dia pasti akan semakin terlihat tampan. Tuan Arata....batin [Name].
"Diam-diam ternyata kau memperhatikan Tuan muda Arata," ucap wanita yang sempat mengomel pada [Name] tadi siang membuat [Name] hampir melompat kaget.
"Bibi, ngagetin aku saja!"seru [Name] sambil memegang dadanya.
"Bukannya kerja, malah sibuk menatap Tu-"ucapan Bibi terpotong karena [Name] cepat-cepat membukam mulutnya.
"Ja-jangan keras-keras Bibi Akari, aku malu kalau sampai Tuan Arata mengetahui kalau aku memperhatikannya diam-diam," bisik [Name].
Bibi Akari pun melepaskan tangan [Name] dari mulutnya, "Iya, iya,"ucap Bibi Akari
"Apa semuanya sudah di bereskan?" tanya Arata dengan tatapan datarnya.
"Su-sudah/Sudah Tuan muda,"ucap [Name] dan Bibi Akari bersamaan.
Arata pun mengunci pintu Cafe, dan berjalan santai di ikuti [Name] di sampingnya. Bibi Akari sudah pulang diluan karena mereka berbeda jalur,"Hari ini seperti biasa banyak sekali yang mengunjungi Cafe yah," ucap [Name]
Arata hanya menjawab dengan guman. "Hari ini, Bibi Akari mengomel lagi katanya aku tidak becus mencuci piring, menyusun piring padahal aku sudah berusaha dengan baik,"oceh [Name] namun Arata hanya diam dan mendengarkan.
Keadaan seperti ini merupakan rutinitas biasa yang di lakukan [Name], ketika [Name] dan Arata pulang menuju rumah Arata. Hari-hari di lalui bersama selalu sama. Hingga suatu hari [Name] melihat Arata sedang berbicara dengan seorang wanita. Kulitnya putih bersih, rambutnya coklat bergelombang, parasnya sangat cantik. Apa Tuan Arata menyukai gadis itu? Batin [Name] dalam hati.
Sering sekali [Name] melihat Arata berbicara pada wanita itu apalagi saat jam istirahat. Di tempat duduk nomor 10 selalu sama, wanita itu datang dan duduk di sana. Ingin sekali [Name] bertanya soal wanita itu pada Arata, namun [Name] tidak berani menanyakannya. Tak jarang mereka terlihat bercanda gurau dan untuk pertama kalinya, [Name] melihat Arata tersenyum tipis. Walaupun tipis, [Name] dapat melihatnya. Disaat itu [Name] terlihat senang namun secara bersaman rasa sakit timbul di hati [Name].
Selama ini, aku berusaha membuat setidaknya Tuan Arata tersenyum, namun selalu saja gagal. Tapi, ketika Tuan Arata bersama wanita itu dia tersenyum. Kenapa aku merasa sakit? Ada apa denganku? Seharusnya aku bahagia melihat Tuan Arata bahagia, batin [Name] sambil meremas ujung celemeknya.
"Wah...sepertinya Tuan muda Arata menyukai gadis itu?" ucap Bibi Akari membuat [Name] terlonjak kaget.
"Bibi! Ngangetin aku saja!" ucap [Name] sambil memukul pelan lengan Bibi Akari.
"Kamu saja yang terlalu banyak melamun, makanya pekerjaanmu banyak yang gak beres." mendengar penuturan itu [Name] mengerucutkan bibirnya.
"Sudahlah [Name], jangan terlalu berharap bahwa Tuan muda Arata menyukaimu. Dia sudah menyukai wanita yang bersamanya itu," ucap Bibi Akari sambil menujuk wanita yang duduk bersama Arata.
Seperti hantaman keras bagi [Name] yang hanya bisa tersenyum pahit sambil melihat Arata. "Bibi benar, seharusnya orang sepertiku tidak pantas di sukai Tuan Arata." lalu [Name] berjalan kembali ke dapur untuk menyelesaikan tugasnya yang tersisa.
***
Pagi ini [Name] berusaha untuk tetap bersikap biasa saja. Ketika [Name] menarik kenop pintu kamarnya, [Name] merasakan ada seseorang yang berdiri di depan kamarnya.
"Tu-tuan Arata?"
"[Name], berapa kali aku harus bilang jangan memanggilku dengan sebutan 'Tuan'," ucap Arata dengan ekspresi datarnya.
"Ma-maafkan aku!"ucap [Name] cepat-cepat merundukan kepalanya.
"Hari ini kita tidak masuk kerja. Cafe di liburkan hari ini."
"A-apa?! Ta-tapi kenapa Tu-Arata?"
"Aku harus pergi ke suatu tempat, manfaatkan waktu luangmu dengan baik," ucap Arata kemudian pergi meninggalkan [Name] yang mesih mematung di tempatnya.
[Name] yang merasa ada yang tidak beres memutuskan untuk membuntuti Arata diam-diam. Maafkan aku Tuan Arata, tapi aku penasaran kenapa Anda memberikan libur padahal tidak ada hal yang istimewa hari ini, batin [Name] yang terus membuntuti Arata.
Arata berhenti di sebuah toko bunga dan memilih bunga mawar putih dalam bentuk buket bunga yang lumayan besar. Tuan Arata kenapa beli bunga? Apa jangan-jangan...ucapan dalam batin [Name] terhenti ketika sosok wanita yang selama ini selalu datang ke Cafe dan berbicara dengan Arata kini datang menghampiri Arata dan mengambil buket bunga yang baru di beli Arata dengan raut wajah yang senang.
Lagi-lagi hati [Name] seperti tersayat oleh sesuatu yang tajam tapi tidak terlihat. Ada apa ini? Kenapa sesak dan sakit sekali? Batin [Name] sambil memegang dadanya.
"Arata, ayo kita pergi,"ucap wanita itu dengan riang.
"Sakit, sesak. Aku tidak tahan lagi," guman [Name] langsung berlari keluar dari tempat persembunyiannya. Tidak peduli kalau Arata tahu bahwa [Name] telah membuntutinya. Yang terpenting bagi [Name] adalah pergi sejauh-jauhnya dan berusaha menghilangkan rasa sakit dan sesak yang tidak mengenakan.
Kini [Name] duduk termenung di depan sebuah sungai kecil sambil melempar beberapa kerikil ke arah sungai.
"Bodoh! Mana mungkin Tuan Arata mau mengejarku, kenapa aku berharap sekali," ucap [Name] kesal dan kemudian melempar kerikil ke arah sungai dengan kuat.
"Kenapa? Aku bodoh, seharusnya sadari posisiku hanyalah seorang budak tidak berguna,"guman [Name] mulai menangis dan kemudian menarik kedua kakinya, melipat kedua tangannya di atas lutut dan kemudian menengelamkan wajahnya. Titik, titik air mata berjatuhan di kedua matanya. Terisak dalam tangis karena tidak bisa menahan rasa sakit di dalam hatinya.
"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" teriak [Name] pada dirinya sendiri.
Seharian penuh [Name] habiskan hanya untuk menangis dan kini matanya terlihat membengkak. Matahari pun perlahan turun, [Name] pun segera beranjak dari sana dan berjalan pulang ke rumah Arata. Sepanjang jalan [Name] terus memikirkan bagaimana sikapnya nanti saat bertemu dengan Arata. Apakah dia dapat kembali bersikap seperti biasa setelah semua rasa sakit di hatinya?
Ketika sampai di depan rumah Arata, [Name] terkejut mendapati Arata seperti sedang menunggu seseorang. Kedua iris matanya menangkap sosok dirimu berhenti di depan pintu pagar, "Kau darimana saja, [Name]?"
"A-aku aku tadi berjalan-jalan di kota hingga lupa waktu," ucap [Name] sambil nyengir.
"Kenapa matamu bengkak?"
"I-itu...itu tadi karena...karena nonton film sedih di bioskop, iya nonton film," ucap [Name]
Arata berjalan mendekat membuat [Name] tanpa sadar mundur kebelakang. "[Name]?"
"I-iya, iya Tu-maksudku Arata!"
"Apa kau membuntutiku tadi siang?" pertanyaan yang di lontarkan Arata membuat [Name] terbungkam. Ingin sekali menyangkalnya, namun apa daya mulut terasa kaku. Dengan wajah yang di tundukan, [Name] menjawab dengan satu kali anggukan.
"Wanita yang sering bersamaku adalah saudara tiriku,"ucap Arata membuat [Name] kembali mendongak tidak percaya.
"Aku pernah cerita kepadamu soal ibu kandungku yang telah bercerai dengan Ayahku, bukan?" ucap Arata membuat [Name] mengangguk pelan.
"Ibuku menikah lagi dengan pria yang lebih kaya daripada Ayahku dan memiliki seorang anak perempuan, dialah orang yang sering kau lihat di Cafe dan yang barusan kau lihat tadi siang. Dia yang menghubungkanku dengan ibukku. Beliau kini sedang sakit keras, makanya aku datang menjenguknya." penjelasan panjang yang tidak terduga dari seorang Arata yang datar dan agak irit bicara itu membuat [Name] menatap tidak percaya. [Name] kembali meruntuki kebodohan dirinya sendiri, "Arata, maaf. Aku benar-benar bodoh," gumanmu sambil merunduk.
Arata mengulas sedikit senyum dan kemudian mengusap puncak kepala [Name], "Tidak apa-apa, untuk apa kau meminta maaf?"
"Ka-karena aku sudah berpikiran yang tidak-tidak dan juga a-aku...aku.." kedua tangan [Name] tergepal sangat kuat, apakah ini saatnya untuk mengatakannya?
"Aku apa?" tanya Arata.
"A-aku...aku...AKU MENYUKAIMU TUAN ARATA!!"ucap [Name]
Arata memegang dagu [Name] dan menariknya hingga Arata dapat melihat wajah [Name] yang kini merona. "Kau menyukaiku? Aku lebih menyukaimu, [Name]," ucap Arata sambil tersenyum lembut membuat jantung [Name] berdetak kencang.
Apakah ini mimpi? Ataukah [Name] sedang berhalusinasi? Tapi nyatanya Arata kini berada di depan---menatap [Name] dengan pandangan----yang sangat ingin [Name] lihat dalam hidupnya.
Arata menatap [Name] sambil tersenyum lembut. Tanpa sadar air mata [Name] keluar dengan sendirinya. Kali ini bukan air mata kesedihan, namun air mata kebahagian. [Name] langsung memeluk Arata dengan erat. Perasaannya kini telah tersampaikan, keinginannya telah terwujud. Dengan awal yang pahit, kini berubah semanis ini untuk [Name]. [Name] benar-benar dia bersyukur telah bertemu dengan seorang bulter yang merupakan orang yang di cintainya sekaligus Tuannya.
The End
Saya Lampirkan :
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro