Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 15

Tak ada yang akan mengatakan luka secara terbuka.
Karena mereka mengetahui, mengatakan lagi sama arti membuka kembali.

Luka tak tampak, terpendam dalam dada, bersembunyi dibalik punggung mereka.

Hanya mereka yang terpilih, yang dapat mengetahuinya.

Dan hanya mereka yang terpilih, yang dapat merasakannya.

=================

"Kuil Ikki lainnya?"

"Apa kau pernah melihatnya, Giyuu?" Tanyaku.

Giyuu mengangguk, "Kau pernah kesana sekali, (m/n). Mungkin kau melupakannya, tapi aku akan tetap menunjukkannya." Dia berjalan menuju suatu tempat.

Tak jauh dari kuil saat ini berada, hanya melewati jalan setapak yang nyaris tertutupi semak-semak belukar.
Di ujung tertinggi tapak itu, suatu reruntuhan bangunan tampak.

"Kau ingat malam itu? Saat pertama kali seekor Yokai menyerangmu."

Aku mengangguk padanya. Giyuu berjalan menuju suatu reruntuhan, tempatku hari itu nyaris diterkam.
Dalam rerunuhan dimana kayunya sudah lapuk, bebatuan menyerupai pagar hancur berserakan, bahkan beberapa sudah menyatu dengan tanah.

"Ini kuil Ikki, sebelumnya."

Aku tak bisa percaya. Langkahku mendekati puing-puing itu.
Suatu batu yang masih berdiri tegap kuusap permukaannya, dimana sebuah nama terukir diatasnya.

..... Ikki.

Lensaku terbelalak.
Apa yang sudah terjadi disini?

Kulihat kayu dan batu sekitar menghitam, terbakar oleh apapun itu.
Tempat ini juga memiliki aroma aneh saat didekati, entah abu atau anyir, aku tak bisa mendeskripsikannya.

"Jangan disentuh. Mungkin saja ada kutukan didalamnya." Giyuu menghentikanku yang berusaha menyentuh puing-puing lainnya.

"Aku tak tau cerita tentang kuil ini, semua yokai disini hanya mengenalnya sebagai kuil yang ditinggalkan."

Aku merasa kecewa, rasa ingin tahuku ingin mengais asal muasal tempat ini.
Seakan, tempat ini memanggilku untuk sesuatu yang harus kuungkap.

"Giyuu."

Giyuu menoleh padaku.

"Kupikir Uzui tau sesuatu tentang ini."

Dua alisnya terangkat, 'Uzui?', pasti batinnya.

"Tapi, dia tak ingin menjawabku. Seakan dia terus menutupi sesuatu, entah untuk apa tujuannya."

Giyuu kembali melihat ke puing-puing, "Apa kau ingin pergi ke dunia lain?"

Tatapku kembali padanya yang mengatakan itu, "Aku bisa mengantarmu kesana. Kemampuanku juga mampu untuk melindungimu, jadi kau tak perlu mengkhawatirkan apapun."

"Apa kita akan menemui Rengoku seperti katamu?" Tanyaku. Giyuu mengangguk, "Dia tidak datang saat aku melakukan ritual itu. Aku rasa kita bisa menemukannya di kediamannya."

Kepalaku langsung mengangguk, aku tak meragukan Giyuu seperti aku meragukan Uzui. Dia jauh lebih bisa dipercaya daripada iblis kurang ajar itu.

"Aku serahkan diriku padamu, Giyuu."

Giyuu menerima tanganku dengan senyum. Bersama, kami melompat kedalam portal dunia lain yang dibuatnya.

Sekilas seperti menembus air terjun beraliran deras, sebelum akhirnya suasana berubah menjadi sesuatu yang tak kuduga sebelumnya.

Diujung jalan tak berumput, tempat yang begitu besar dan rindang, berdiri.
Berbeda dengan milik Uzui yang cenderung sepi, tempat ini jauh lebih didekati makhluk hidup lain.
Matahari dan waktu pun masih bekerja pada umumnya disini.

Kediaman Kitsune api.

Tak biasa aku merasakan tempat sedamai ini. Kupikir tempat Kyojuro akan panas atau meledak-ledak seperti gunung berapi.

Giyuu berjalan menggiringku berjalan di jalan setapak.

Runyam sekali, seakan tak pernah tersentuh keributan sedikit pun.

Pikirku begitu, sampai...

ZRAK!
BRUAAAKKK!!

Pagar kayu pembatas hancur bersama dengan suara rintihan seseorang menabrak kayu pohon begitu keras.

Hempasan tanah tak bisa membuatku melihat siapa dia, tapi yang kutahu jelas, seseorang yang lain melompat mengarah pada orang barusan dengan api yang menguasai tangannya.

BLAARRR!!!

Dentuman kencang bersama dengan percikan api terasa menyengat kulit.
Giyuu seketika menarikku menjauh.

"GRAH!!"

Dua orang tampak saling melawan dalam kabut pertarungan. Mereka seperti tak memiliki niat untuk berhenti.

"A-apa yang terjadi disini?!" desisku.
Giyuu melirikku, "Kyojuro sedang bertarung melawan ayahnya." "Ayahnya?!" Balasku sambil berusaha menangkap bayangan Kyojuro yang berseling bayangan lain yang lebih besar darinya.

Dari sana gemerlap api kemerahan seakan menari dan memutari mereka. Bahkan tak sedikit hutan sekitarnya ikut terbakar oleh bola-bola api panggilan mereka.

"Giyuu, kita harus melerai mereka!"

Giyuu hanya terdiam tak berkutik dan hanya memerhatikan pertarungan.

"Giyuu!—"

"Tidak bisa." Dia melirik padaku, "Mereka sudah tenggelam dalam api emosi. Ikut campur hanya akan memperkeruh suasana."

Entah bagaimana dia bersikap begitu tenang saat ini, berbanding jauh denganku.

Aku harus melakukan sesuatu!

Kakiku beranjak ingin pergi, namun Giyuu menahan tanganku.

"Kau hanya akan membahayakan nyawamu sendiri, (m/n)!"

"Dan membiarkan nyawa lain terancam? Itu sama sekali bukan aku." Tatapku sinis.
Dengan keras kulepas genggamannya dan berlari menuju dua orang berkelahi itu.

Sambil berlari, kertas sihir kukeluarkan dari saku—yang selalu kubawa kemanapun—dan menyiapkan satu kanji diatasnya.

Tapi aku harus menengahi mereka dulu!

Nafas kutahan sambil menembus kepulan asap. Sengat panas kugunakan untuk mendeteksi posisi mereka.

"Kau lemah, Kyojuro! Apa ini yang kau ajarkan pada adikmu?!"

"Senjuro sudah melakukan yang terbaik! Kau saja yang tak melihat usahanya, ayah!"

"Omong kosong!!"

Dua makhluk itu bergerak naik dan turun berkali-kali. Bahkan dari bawah sana aku bisa melihat bayangan mereka terbang ke langit untuk menggunakan serangan udara yang kemudian dijatuhkan ke tanah bumi.

BLAARR!!

Kembali lagi nyala api membara. Beberapanya nyaris menerkamku, kalau saja instingku telat sedetik saja—entah bagaimana nantinya.

"Senjuro bukan apapun selain beban keluarga dan kau masih melindunginya?!"

Suatu tebasan kencang menghapus asap di sekelilingku. Menampilkanku sosok kitsune berekor ganda—jauh lebih besar—bertubi-tubi memukul Kyojuro mundur.

Sosok itu tak berbanding jauh dengan Kyojuro. Hanya saja auranya tampak lebih berapi dan tak terkendali.
Juga, untuk pertama kali aku melihat Kyojuro menampakkan raut keseriusannya dalam suatu pertarungan—senyumnya tergantikan kedut kesal menjalar di dahinya.

Seperti menari dalam cincin api—caraku mendeskripsikan pertarungan ini.

Kyojuro menangkap bayanganku yang muncul dari sana, netranya terbuka lebar.
Dan saat itulah lawannya mengambil kesempatan emas untuk menyerangnya.

"NGRHH!"

BLAR! BATS! BLAR!

Cakaran demi cakaran panas melukai tubuhnya. Membuatnya tak sempat membuat jarak untuk melawan kembali.

Diakhiri dengan satu tendangan keras dijatuhkan pada perut Kyojuro, menghempasnya jauh menghantam berbagai batang pohon dan berhenti pada batu besar yang membentuk lingkaran hancur.

"UHUK!! Khh.."

Lawannya mendekat kembali. Tangannya membara. Dia melompat kearah Kyojuro dengan kecepatan penuh.

"HRAAAHH!!"

"BATAS!!"

TANG!!

Musuh tersebut terkejut dengan serangannya yang menabrak dinding kebiruan.

Sempat! Batinku.
Sayangnya musuh itu tak ingin pertarungan selesai sampai disitu. Lirikan buasnya kini mengarah padaku.

"KAU.."

Dia berlari kearahku, belum juga sempat pandangku berhasil menemukan objeknya, dirinya sudah tinggal beberapa senti lagi menyerangku.

Tiba-tiba, tangan seseorang membatalkannya dengan elemen berbeda yang menyebabkan asap putih diantaranya.

"Siapa lagi?" Geram ayah Kyojuro.

Netraku menangkap punggung seorang yang familiar.
Tangannya mengepal, corak kebiruan muncul di sekujur lengan dan pipi wajahnya.

"Tidak akan kubiarkan kau melukai (m/n)."

Saat ini juga aku menyaksikan seberapa besar amarah Giyuu pada ayah Kyojuro.

Ayah kyojuro mendengus sombong, "Naga air? Kau cari gara-gara juga rupanya!!"

BLARR!!

PYAASHH!!

Bola api dan tembakan air bertemu, membuat suatu kabut yang kembali menelan pandanganku. Mungkin ini saatnya!

"Kyojuro! Dimana ka—"

"Disini."

Baru aku hendak menoleh, Kyojuro sudah berada begitu dekat dengan wajahku, kembali dengan senyumnya yang semengerikan senyum sarkas milik guru matematika.

"Kenapa kau kemari (m/n)? Kau tak lihat aku sedang bertarung tadi?"

Nafasku berusaha kutenangkan.

"Justru karena itu aku ingin melerai kalian. Ada sesuatu yang ingin kupertanyakan."

Kyojuro hanya mengangguk polos, dia kembali melihat Giyuu yang kini menjadi lawan ayahnya.

"Uhm, ada ide untuk menghentikannya?" tanyaku mengundang pandangnya yang jatuh pada kertas yang kubawa.

"Itu bisa." Tunjuknya. "Tapi kau harus memberikan padanya saat aku mengalihkannya, bagaimana?"

Kepalaku mengangguk, "Baiklah."

Kyojuro tersenyum, "Aku akan membantu Giyuu." Kemudian dia melompat kembali dalam medan tempur. Diikuti aku yang berlari dengan dua kaki.

Aku bisa melihat Giyuu sempat menggunakan raga naganya untuk menaklukkan ayah Kyojuro.
Dia mulai kewalahan, lain lagi dengan musuhnya yang jauh lebih menantang.

"Makhluk sepertimu yang ada hanya jadi batu loncatan juga tawaan. Pantas hilang semua keturunannya." Celetuk ayah Kyojuro memancing emosi Giyuu.

Giyuu meraung, dia mengumpulkan energi mengelilingi tubuhnya yang memanggil aliran air untuk mendekatinya, yang mana mulai membanjiri tempat itu.

Sekelabat Kyojuro terbang melintasi wajah naga itu. Bibirnya seperti bergerak mengatakan sesuatu.

Giyuu menajamkan matanya, seakan dia mengerti akan perkataan Kyojuro.

Aliran air mulai menenggelamkan setengah kaki, perlahan di setiap sisi mulai membuat dinding dari barisan-barisan ombak yang membuat ruang berbentuk bola, menjebak ayah Kyojuro.

Dan dari suatu arah, Kyojuro muncul dari dalam gelombang dan menyerang kembali pada ayahnya.

"Hmph! Kau bekerjasama dengan makhluk itu untuk membuat realm? Kalian pikir semudah itu bisa mengalahkanku?"

"Jangan remehkan kemampuanku."

Ayah Kyojuro mulai membarakan api di sekitarnya, membuat bara dibawah kakinya. Namun seketika lenyap dan berubah menjadi kepulan asap putih.

Saat itulah Kyojuro mengalihkan perhatian ayahnya untuk membuat realm. Dia membuat ayahnya tak mampu berkonsentrasi dengan serangan bertubi-tubi, membuatnya melompat kemanapun, tapi tak mampu keluar lewat manapun, tubuhnya selalu tertolak dinding-dinding ombak. Gelombang milik Giyuu yang sudah membekap area sekitar dalam bola airnya.

Bola air itu semakin memperkecil ruangnya. Kyojuro segera saja melompat keluar melewati salah satunya yang beraliran tenang.

Dirinya melompat kearahku, membawaku terbang kembali pada tempat dimana punggung ayah Kyojuro berada.

"Sekarang!"

Kertas sihir bertuliskan 'beku' kuletakkan ke punggungnya sebelum sempat dirinya menoleh ke belakang.

Kyojuro membawaku kembali keluar lewat sisi berbeda.
Dua jariku kemudiam mulai bergerak membuat bentuk, mengunci area bola air itu berada.

"Giyuu!"

Giyuu mendengarku, dia bergerak menjauh. Tinggallah bola air dalam dinding pembatasku.

"Ini dia."

Energi dan konsentrasi kukumpulkan pada dinding pembatas itu. Dimana siraman cahaya kebiruan menghujani siapapun yang terjebak didalamnya.

"GAAAAGHH!!"

Bola air milik Giyuu segera meledak, menyisakan seorang yang berteriak kesakitan didalamnya.

Semakin lama energiku semakin terserap. Semakin besar, semakin banyak, aku—

Tap.

Seorang menahan tubuhku. Itu Kyojuro.
Dia tersenyum.

"Fokus. Kau tak bisa jatuh disini. Tenangkan dirimu. Fokus."

Lenganku ditompang tangannya.
Sementara tangan lainnya melingkari pinggangku, dada bidangnya menyadarkan tubuhku yang hendak terhuyung jatuh.

Aku mendengarkan pertakataannya.
Kufokuskan kembali pikiranku untuk menyucikan ayah Kyojuro yang bahkan bergerak merusak dinding pembatas.

Syukurlah, tak lama makhluk itu kehilangan suaranya.
Dindingku mulai menghilang, nafasku memburu, titik keringat sudah tak dipungkiri mengalir dari dahiku, kemudian aku tak ingat apapun selain tenggelam dalam kegelapan.

================

"Hmrngh.." Katup mataku perlahan terbuka.
Tepat di dekatku seorang anak terkejut, dia berlari kearah pintu.

"Aniki! Dia sudah bangun!!"

Aniki?
Ini... adiknya Kyojuro?
Siapa tadi? Senjuro?

Pintu geser terbuka, Giyuu dan Kyojuro muncul dari sana.

"Woah, kau cepat sekali siumannya, (m/n)! Sungguh keturunan dewi yang hebat!"

Tubuhku perlahan bangkit, Giyuu datang membantu.

"Bagaimana.. bagaimana kondisi ayahmu, Kyojuro?"

Kyojuro menampakkan senyuman cerahnya, "Dia baik-baik saja! Semua ini berkatmu!"

Nafasku menghela lega.
Syukurlah semua baik-baik saja.

"A-anoo!"

Seorang lelaki muda duduk disebelahku.
Dia mirip Kyojuro, hanya saja lebih kecil dan masih berekor satu.

"N-namaku S-senjuro. T-terima kasih sudah menenangkan ayahku!"

Dia bersujud didepanku!!

"E-eh, tidak usah! Aku hanya ingin melerai pertarungan tadi, itu saja."

Senjuro kembali melihatku, kini dengan tatapan kagum.

"Tapi kau melakukan sesuatu yang hebat tadi! Aku belum pernah melihat yang seperti itu. Aniki bilang kau keturunan dewi, pasti kuat sekali~"

Oh astaga, anak di keluarga ini kalau tersenyum seterang matahari ya? Silau bener.

"Cukup, Senjuro. Kau bisa membuatnya jatuh hati padamu nanti." Sela kakaknya.

"Hee?! T-tidak mungkin—m-maksudku, daripada denganku lebih baik Ikki-san bersama aniki saja yang bisa melindunginya."

Deg!

Langsung saja aku dan Kyojuro membeku, terkejut dengan ucapan super polos anak itu.
Suasana seketika menjadi canggung saat kami berniat saling bertukar pandang.

"EHEM!!"

Ah ya, aku lupa Giyuu juga ada disana.

"Bisa kita langsung ke intinya saja?" Lanjutnya. Mengingatkanku pada tujuan kenapa aku datang kemari.

"Hm! Kau sudah membantuku tadi. Aku harus membalasmu untuk itu. Jadi, apa yang ingin kau tanyakan dariku?" ucap Kyojuro.

"Aku ingin mengetahui masalalu Uzui." Balasku yang seketika melenyapkan senyumnya.

"Kenapa kau ingin mengetahuinya?"

"Entahlah, aku merasa... kuil Ikki yang hancur ada hubungannya dengannya. Dia tak ingin  menjelaskannya padaku, makanya—"

"Karena dia tak ingin melukai dirinya." Sela Kyojuro membungkamku.

"Masalalunya bukanlah hal mudah untuk dijelaskan, (m/n). Semua orang punya luka, tidak semua ingin menampakkannya. Uzui pun begitu. Dia sudah menderita ratusan nyaris ribuan tahun lamanya."

Netra Kyojuro mengatup, tangannya mengepal keras.

"Maaf. Aku tidak bisa mengatakannya padamu."

Harapanku pupus. Giyuu tak merespon. Dia sama tak mengertinya denganku, tapi tak berniat untuk mengulik lebih jauh.

"Aku mengerti. Maaf.."

Kyojuro kembali melihatku, senyumnya perlahan kembali.

"Terima kasih untuk pengertianmu, (m/n). Aku akan membalas perbuatanmu dengan sesuatu yang lain. Apa ada yang kau inginkan?"

"Uhh, tidak. Aku hanya ingin menanyakan itu."

"Begitu rupanya. Akan kuingat hari ini untuk membalasnya suatu hari nanti. Cukup kau panggil saja namaku, mengerti?"

Aku mengangguk.

"Uhm, bagaimana kalau kita minum-minum saja sekarang? Kalian pasti kelelahan karena melawan ayah tadi."

Senjuro muncul dengan satu nampan gelas dan ceper untuk meminum teh ataupun sake.

Sejenak dalam perbincangan sambil meneguk minum, aku mendekati Senjuro yang tampak gugup dengan sekitarnya.

"Senjuro, kudengar tadi ayahmu mengamuk karenamu, apa ada yang salah diantara kalian?"

Senjuro nyaris melompat, "U-uhh, i-i-itu, itu salahku.." Maniknya mendarat pada suatu lukisan indah bergambarkan kitsune dengan ekor sembilan yang terpajang di suatu dinding.

"Kami Kitsune Api Merah adalah makhluk ketiga terkuat di dunia lain. Setiap keturunannya pasti memiliki kekuatan besar yang mampu mengendalikan bara api mendekati panas mentari."

"Aniki memanglah pewaris kekuatan hebat itu. Sementara aku, hanya mampu menyulut api saja. Itu pun tak bisa mengendalikannya."

"Ayah selalu melatihku dengan keras setiap harinya, tapi tubuhku tak sekuat Aniki. Tak jarang ayah membakarku jika melakukan kegagalan saat latihan. Makiannya juga tak pernah berhenti."

"Aniki selalu melindungiku. Dia bahkan rela menjadi pelampiasan ayah agar aku bisa selamat darinya, t-tapi, a-aku, aku—"

Air mata Senjuro mulai menitik.
Jelas Kyojuro langsung menyadarinya.

"Senjuro, kau baik-baik saja? kau menangis."

Jemari Kyojuro menghapus alir airmata Senjuro.

"A-aku tidak bisa melindungi Aniki!"

Kami bertiga tersentak suaranya yang mendadak mengeras.

"Aku sudah berjuang keras, tapi kenapa kekuatanku tidak berkembang?"

"Aku sudah melakukan semua yang Aniki lakukan—tapi kenapa? Hiks. Kenapa aku masih sama saja?"

Kyojuro menyaksikan adiknya yang tiba-tiba saja mengatakan semua isi hatinya.
Segera saja dia meraih gelas milik Senjuro.

"Sake?!" Dia kembali melihat Senjuro yang mulai terhuyung lemas.

"Senjuro, kau—ini seharusnya untuk Giyuu, kan?"

Giyuu menoleh pada Kyojuro, "Oh, aku tidak bisa minum sake. Jadi kutukar ocha yang disana."
Langsung saja jidatku kutampar.

"Maaf. Hiks. Aku mengecewakanmu, Aniki, ayah... Hik!"

Pundak Kyojuro seketika menurun. Ujung bibir digigitnya. Tubuh adiknya segera masuk ke peluknya.

"Jangan berkata begitu. Apa kau tak ingat kata ibu? Aku terlahir seperti ini untuk melindungimu, Senjuro."

"Kau bukan keturunan gagal seperti katanya. Kau—kau punya kekuatanmu sendiri. Aku percaya kau memilikinya dalam dirimu."

Entah kondisi apa yang kumasuki.
Dua orang ini... kenapa terlihat menyedihkan?

'Semua orang memiliki luka. Namun tak semua ingin menampakkannya.'
Apa ini luka yang dimiliki mereka?
Apa tak ada sesuatu yang bisa kulakukan?

Posisiku bergerak mendekat.
Dua orang yang berpelukan itu kurangkul juga.

'Semua orang memiliki luka.'
Mereka akan menangis ataupun marah untuk melampiaskannya.

Tapi, bukan berarti mereka harus terus merasakannya.

Ketenangan, penerimaan, kelapangan adalah obat untuk meredakannya.

"𝐾𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑑𝑢𝑎 𝑠𝑢𝑑𝑎𝒉 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 𝑘𝑒𝒉𝑖𝑑𝑢𝑝𝑎𝑛. 𝑆𝑢𝑑𝑎𝒉 𝑠𝑎𝑎𝑡𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑡𝑎𝑏𝑎𝒉𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛."

Bibirku bergerak sendirinya.
Kecupku jatuh diatas surai dua makhluk itu.

"𝑯𝒊𝒅𝒖𝒑𝒍𝒂𝒉, 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒅𝒖𝒂."

Rona biru kehijauan menyinari tubuh dua makhluk itu.
Udara tenang desiran sang hutan, menyapu beban mereka pergi.
Aliran air sungai meredam luka yang terbakar dalam benak mereka.
Dan kehidupan dunia ini merasuk menjadi kekuatan mereka.

Hiduplah.

Hiduplah.

Karena kehidupan adalah hal yang harus dijalani.

Meski luka dan nestapa datang bertubi-tubi.
Ingatlah, bahwa kau tetap ada, dan diterima dalam kehidupan ini.

Hingga kematian, akan memanggilmu suatu saat nanti.

================
To be continued..

Astaga... capek juga nyari inspirasi gelud nya mereka.
Tapi gapapah, seenggaknya udah jadi sekarang TwT)b

Gomenasai minna-san. Nelat banget lanjutannya.
Thor bingung nulis pertarungan antara Shinjuro sama dua krucil lainnya.

Arigathanks juga buat kesabarannya!
Sabar lagi yak nunggu lanjutannya (人´◡' )

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro