Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 12

Sosok itu adalah ciptaan paling lembut di dunia ini.
Tutur katanya, gerak gemulainya, bahkan sentuhnya—tak ada yang tak ingin tersentuh olehnya.

Pepohonan selalu gemerisik menyapanya.
Deret makhluk hidup mendampinginya kemanapun.
Entah makhluk bumi ataupun dunia lain, semua kalut dalam tatapnya.
Senyumnya tak bermakna ganda, tulus menuturkan kasih sayang dan lembutnya sentuhan kehidupan.

Kemanapun dirinya menapak, disanalah kehidupan terlahir.
Namun dalam suatu kehidupan, memanglah tak memungkinkan untuk hanya menjadi seorang diri.
Tumbuhan membutuhkan air dan mentari.
Kalangan makhluk langit membutuhkan makhluk tanah bumi.
Makhluk fana membutuhkan makhluk fana lain untuk menyempurnakan kehidupan mereka.

Aturan alam itu pun berlaku juga untuknya, yang menawarkan sepercik kekuatannya yang mengalir dalam tubuhnya.
Ataupun hubungan yang diinginkan keduanya.

Sulit untuknya berdiri seorang diri. Maka dari itulah dirinya membutuhkan sosok pendamping.
Sosok yang menompangnya, untuknya mengalirkan kehidupan-kehidupan selanjutnya.
Sosok yang senantiasa berada disampingnya, menghabiskan masa selagi waktu masih jauh dari kata 'akhir'.

Pendamping.

Sosok yang digambarkan begitu beruntung untuk mendapat berkahnya.
Pula yang begitu tak beruntung untuk luka yang ditinggalkannya.

Semua akan kembali lagi pada mereka.
Akankah mereka melanjutkan perihnya tugas tersebut?

Melihat seorang datang dan pergi, lahir ataupun terganti.
Atas sebuah nama yang begitu mereka agungi, sang dewi.

==================

Seorang dibalik bayangan menikmati pertemuan yang tak diduganya.

"Tapi sekiranya memang terdapat dua persembahan, aku tak akan menolak salah satunya." Seringainya mengikuti, kipas yang dibawanya diangkat terbuka. Dengan kekuatan magis, dia membangunkan nyala lingkaran sihir—tempat tiga oni itu tertidur pulas.
Darah segar mengalir dari masing-masing ujung katup netra mereka seperti seorang yang menangis. Mengalir cairan itu memenuhi lingkaran sihir yang kini bertuliskan suatu kata dibagian tengahnya.

Seketika kabut hitam meluncur dari segala arah, menemui tubuh makhluk hidup yang akan menjadi korban.

Seorang dibalik bayangan menyatukan segala energi yang selaras dengannya untuk berkumpul sesuai perintahnya.
Mereka mulai menciptakan suatu formasi yang memanggil pilar-pilar air dalam danau tersebut. Tepat dibagian tengahnya, lingkaran sihir yang sama terbentuk.

Sesuatu jelas akan terjadi.
Seorang menanti, seorang menikmati.
Seorang ingin menghentikan, seorang lagi tak tau akan apa yang sedang terjadi.

Pilar-pilar menyalakan berbagai kalimat aneh yang mengaktifkan lingkaran sihir dalam perut danau.
Sinar rembulan jadi pelengkapnya, untuknya sebagai pemanggil jiwa makhluk astral.

"Aku butuh tambahan." tatapnya jatuh pada seorang anak laki-laki yang masih terbutakan.

ZRAATSS! Terbangnya begitu cepat, sudah berdiri di dekat anak itu—belum juga sempat anak itu mengenal siapa yang ada didekatnya kini.

"Uzui? Apa itu kau?" tanya sang anak.
Seorang dibalik bayangan tersenyum, tangannya hendak meraih pinggang hadiah tambahan malam itu.

Namun sebelum hal itu terjadi...

"HAAAARRRGHHH!!!"

BLAAARR!!!

Ledakan api hitam menepis batas antar keduanya. Mengurungkan niat seorang dibalik bayangan itu.
Dan karena hal itulah, lingkaran sihir barusan mulai melemah, para pilar mulai bergetar.

"Jika kau masih menginginkannya." tatap seorang dibalik bayangan pada sang jelmaan naga. "Lakukan apa yang harus kau lakukan, Giyuu."

Seakan tersihir, Giyuu berubah menjadi raga naganya, menerkam tubuh Uzui yang hendak mendekati sang anak.

PYAAASSHH!!

Hantaman ombak begitu keras mengguyur sekitarnya. Menyebabkan banjir sejenak sebelum angin yang begitu kuat.

"Woy, Giyuu! Dia hanya menipumu, kau dengar aku?!" Uzui tak menyerah begitu saja, tangannya mengumpulkan energi cukup besar untuk membuat bola api yang mampu mendorong mundur Giyuu.

"Jangan mengganggu urusanku, Uzui!" Geram Giyuu kembali berniat menggigit Uzui dengan deret gigi tajamnya.
Uzui mulai memanggil senjatanya, namun Giyuu menyadarinya. Tepat saat senjata itu muncul dihadapan, ekornya berkibas melontarkannya cukup jauh.

"Sial!—GAARGH!!"

Tak ada waktunya untuk bersumpah serapah. Giyuu lebih dulu melilitkan tubuh Uzui, membawanya begitu tinggi ke angkasa, jauh dari tanah bumi untuknya mengakhiri musuhnya itu.

GGRRRR...

Geramnya. Mulut Giyuu terbuka lebar, memanggil air dari berbagai sumber yang mulai berkumpul menjadi bola energi.
Berniat membenturkan Uzui pada tempat ritual yang mulai runtuh.

Sementara itu di tanah bumi, kumpulan kupu-kupu kembali muncul.

"Ini tidak boleh dibiarkan." bisiknya. Pemiliknya melihat anak penerus darah spesial yang berusaha bangkit dari tempatnya terjatuh.
"Kupikir sudah waktunya." senyumnya samar. Satu kupu-kupu diutusnya mendekati anak itu.

Anak itu mendongak pada suatu makhluk yang berada didepan wajahnya, terduduk diatas batang hidungnya.

"Bangun, Ikki-sama."

Kupu-kupu itu seakan mengecupnya. Kibasan sayapnya menghasilkan debu mengkilap yang jatuh pada wajah (m/n).

Laki-laki itu seketika membelalakkan netra. Tubuhnya bergerak bangkit bersamaan kupu-kupu itu terbang pergi.
Langkahnya berjalan mendekati bibir danau.

Uzui menyadari sesuatu yang bergerak dari tanah bumi. Anak itu!

"(M/n)?!"

(M/n) membuka matanya perlahan. Ada yang tak biasa di netranya.
Pandangnya langsung melirik senjata Uzui yang mendarat tak jauh darinya.

Tangannya diangkat perlahan, bersamaan senjata itu mulai mengambang—tertarik dari dalam tanah.
Netranya kembali melihat Uzui. Tangannya berayun keras, melempar senjata itu kembali pada Uzui yang terikat dalam lilitan naga air itu.

Uzui dengan cekat menangkapnya, posisinya sudah siap untuk membelah tembakan bola air yang bisa saja mendorongnya jauh ke dalam danau.

Di sisi lain, seorang dibalik bayangan memerhatikan semuanya. "Sepertinya bukan hari ini." dengan cepat dirinya pergi menghilangkan diri.
Kumpulan kupu-kupu melihatnya, mereka kembali menjadi raga pemiliknya, mengejar sosok dibalik bayangan itu.

Kembali ke medan tempur, Giyuu tak menyangka apa yang dilihatnya. Uzui membelah serangannya, bahkan berhasil melepaskan diri dari lilitan Giyuu.
Uzui kembali terjatuh dari ketinggian, namun kepala naga Giyuu masih mengejarnya.

Uzui tau jelas, dibawahnya hanya ada danau tanpa sesuatu untuknya memijak. Kepalanya mulai berputar tujuh keliling. Harus bagaimana sekarang?

Sudah tinggal beberapa hitungan detik saja kepala naga milik Giyuu melahapnya.

"Batas."

TING!

Suatu pembatas kehijauan muncul diantara keduanya. Menjebak Giyuu dalam bentuk balok.
Kemudian batas lain muncul melingkari seputar danau, untuk Uzui tak tenggelam kedalamnya.

GROAARR!!

Tubuh naga Giyuu menggeliat ingin terbebaskan, namun batas itu semakin menyempit semakin (m/n) bergerak mendekat.

(M/n) masih mengunci tatapnya pada Giyuu. Liriknya terpaku pada aura gelap yang melingkari tubuh Giyuu.

"Tenanglah. Aku tak berniat melukaimu. Aku hanya akan mensucikanmu."

Suara (m/n) terdengar berbeda. Dua jarinya mengarah pada batas yang menjebak Giyuu.
Dari dalam sana, sinar menyilaukan memenuhi isi pembatas itu.

GRAAAHH!!

Giyuu menjerit, tubuhnya tak sempat bisa melawan, saking kuatnya kekuatan yang diterimanya.

Aura gelap mulai terhempas, menyisakan Giyuu yang perlahan menjadi raga manusia kembali.

Setelah tubuhnya kembali, penyucian dianggap usai, pembatas menghilang, menyisakan tubuh Giyuu yang terjatuh bersamaan dengan (m/n) yang kehilangan kesadaran.

Uzui mulai menyadari keadaan krisis itu. Pertama dia terbang untuk menangkap Giyuu sebelum akhirnya menangkap (m/n) agar tak tercebur dalam danau.

"Dapat!"

Tubuh (m/n) dalam dekapannya, tanpa sedikit pun luka ataupun bekas disana.
Meski begitu dia semakin mempertanyakan ada apa sebenarnya, apa yang sebenarnya terjadi?

Dia melihat kearah danau, tempat pembatas hijau tadi menjadi tapakan kakinya.
Bibirnya ingin sekali bertanya, tapi tak ada satupun kata keluar dari sana.
Kemudian dia melihat tiga iblis wanita yang masih tak sadarkan diri.

"Oi, oi, jangan bercanda. Tidak mungkin aku membawa kalian semua kembali?"

Liriknya kembali terjatuh pada (m/n) yang seakan terlelap nyenyak dalam tidurnya.
Perasaannya seketika berubah, "Haaah!!".
Meski dengan kesal, dia membawa semua orang itu kembali ke tempat yang dianggapnya aman—kuil.

==================

Sesampainya di kuil dewi desa itu, dia meletakkan masing-masing orang di tempat berbeda.
Salah satunya (m/n), yang masih belum menyadarkan diri setelah ditunggunya cukup lama, bahkan sampai sinar mentari nyaris terbit.

"Sampai kapan kau akan tertidur begini, hey, penerus dewi?"

Anak itu tak merespon. Matanya begitu rapat tertutup, meski nafasnya terlihat baik-baik saja.

Uzui sebenarnya ingin mengulur waktu lagi, tapi kondisi anak itu, mengingatkannya pada sesuatu yang dia takutkan terjadi lagi saat ini.

"Ikki, bangun. Aku tau kau sedang memulihkan dirimu dengan hibernasi. Setidaknya beritau aku kalau kau benar baik-baik saja."

Anak itu masih tak merespon.
Uzui menunggu.

"Buka matamu sedikit saja, Ikki. Gerakkan jarimu jika kau tak mampu."

Anak itu masih terdiam. Yang mana hal itu semakin membuat Uzui kesal, khawatir dan sedih, teraduk bersamaan.

Dirinya mendekati tubuh sang penerus. Kepala anak itu disandarkan pada lengannya. Dilihatnya lekat-lekat paras tak berdosa itu.

"Kau selalu membuatku mau tak mau melakukan ini lagi."

Wajahnya bergerak mendekat. Sempat terhenti karena kini, orang yang akan dikecupnya bukanlah orang yang dulu lagi.

Bibirnya dijatuhkan pada bibir sang penerus.
Dimana energi milik Uzui mengalir dalam lumatan lidah keduanya. Dibagikan miliknya untuk menggantikan energi yang terkuras habis dalam tubuh dewi kehidupan selanjutnya.

"Hmmnhh." suara anak itu mulai terdengar. Uzui melepas kecupnya perlahan. Disaksikannya anak yang berjuang keras membangunkan kesadarannya dari balik katup netra yang sulit untuk terbuka.

"U-uzui..?"

Kali ini iblis itu tak mengelak. Tatapnya melembut, bahkan bisa dikata tampak begitu khawatir juga lega melihat anak itu kembali padanya.

"Aku disini, menunggumu."

Tangan milik (m/n) digenggamnya.

Kontak fisik, seperti ritual ataupun kegiatan, untuk dewi kehidupan berbagi energi dengan pendampingnya.

Memang benar, darah milik sang dewi sudah melambangkan kekuatan hebatnya.
Tetapi, jauh daripada itu, suatu hubungan yang lebih dalam diantara dua belah pihak adalah sesuatu yang mampu melebihi suatu hubungan darah.

Hubungan harmonis, atau biasa yang mereka sebut demikian untuk menghaluskan 'hubungan antar makhluk berbeda dunia' itu.
Hubungan yang menyambungkan mereka, jiwa maupun raga, suka maupun duka, keduanya mampu memahaminya.
Dan dengan itulah, diharapkannya suatu timbal balik terjadi.
Seorang memahami yang lain. Yang lain membantu seseorang lagi.

Kehidupan seakan menjadi begitu harmonis bila hal tersebut benar terjadi.

Keinginan manusia itulah yang menciptakan raga sang dewi.

=================
To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro