Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3

Hiduplah di dunia seperti bebek berenang. Walau terlihat tenang dari atas permukaan, namun mengayuh sekuat tenaga di bawah air.

"Nada... Bangun, nak!!!" teriak Sabrin dari luar kamar gadis itu. Hal ini sudah dilakukan kesekian kalinya oleh Ibu dua anak itu. Namun sepertinya tidak berpengaruh sedikitpun kepada Nada. Gadis itu masih nampak nyaman dibalik selimutnya. Memeluk manja bantal berbentuk babi berwarna pink yang menumpuk di sekitarnya tidur.

Dulu ketika Nada masih tinggal bersama kedua orang tuanya tidak pernah satu kalipun dia bangun siang. Walau sedang berhalangan sekalipun, Nada akan bangun pagi. Menemani sang Ibu yang sibuk menyiapkan sarapan untuk keluarga.

Akan tetapi semua itu hanya dulu. Kini ketika ia sudah terbiasa hidup sendiri, merantau di kota orang lain mana pernah Nada bangun pagi. Jika memang dia bangun pagi hanya sebatas karena untuk menunaikan ibadahnya. Setelahnya Nada akan bergelung kembali, bermanja-manja di atas ranjang tidurnya.

"Nada..." panggil sang Ayah.

Laki-laki paruh baya itu menggeleng di depan pintu kamar bertuliskan nama putrinya sambil memandang arlogi di tangannya. Ini kebiasaan buruk. Jangan sampai masa-masa suram Syafiq dahulu menurun ke dalam diri Nada, putri kecilnya.

"Nada. Bangun sayang,"

"Gimana Mas? Belum bangun juga?"

"Belum, Ai. Dia tidur larut semalam?" tanya Fatah sambil memandang istrinya.

"Setahu aku sih nggak. Langsung tidur waktu pamit sama kita itu,"

"Mas nggak mau dia kayak Syafiq. Masa iya keulang lagi nasihati anak yang susah mandi, susah bangun pagi. Sama aja Mas melakukan pekerjaan sia-sia."

"Kok Mas gitu? Kemarin kan Mas nasihati Syafiq bukan Nada,"

"Sama saja. Syafiq dan Nada tidak ada bedanya. Sudahlah. Sekarang bangunkan dia. Mau jadi apa dia? Anak perempuan bangun tengah hari seperti ini. Lagi pula, bangun siang itu sangat tidak bagus untuk kesehatan, Ai. Bisa terkena disorientasi tubuh Nada nanti,"

"Apa itu Mas dis..dis.."

"Disorientasi," bantu Fatah meluruskan ucapan Sabrin. "Itu adalah tanda dimana tubuh kita kehilangan daya saat tidur terlalu lama."

"Oh, gitu." ucap Sabrin sambil mengangguk paham. "Mau ke mana Mas?" tanya Sabrin melihat Fatah masuk ke dalam kamar mereka.

"Ambil kunci cadangan,"

***

Dengan kunci cadangan, pintu kamar Nada berhasil Fatah buka. Ayah dua anak itu menggeleng tidak percaya menyaksikan putri kecilnya.

Tubuh Nada masih terbungkus rapat dengan selimut tebal. Bahkan di lantai kamarnya tersebut, barang-barang kemarin yang ia bawa dari Malang belum dirapikan sedikit pun. Semua berserakan di mana-mana.

Sabrin yang melihatnya hanya meringis ke arah Fatah, suaminya. Dia juga tidak menyangka kelakuan Nada menjadi berubah seperti ini. Apa mungkin gadis ini terbiasa hidup sendiri, dan tidak ada yang memarahi seperti di rumah?

Kadang memang kebiasaan santai lah yang sering kali membuat kita terlena. Membuat semua menjadi tidak disiplin bahkan hancur berantakan. Tetapi seharusnya dalam diri kita sadar atas kebiasaan santai tersebut adalah hal yang begitu disukai oleh setan.

Astagfirullah al'adzim, menyeramkan sekali.

"NADA RAZANI AL KAHFI!!" Panggil Fatah cukup kencang ke arah Nada. Namun ditunggu beberapa saat, wajah Nada yang awalnya tertutup selimut muncul secuil. Rambutnya yang baru dipotong berbentuk dora nampak sudah tidak beraturan.

Ia tahu sejak tadi Ibu dan Ayahnya memanggil, namun yang menjadi kendalanya adalah perutnya sakit karena kemarin dia telat makan hingga tidak mampu bergerak.

"Nada, bangun sayang." bujuk Sabrin sambil mendekati.

Ketika Ibu dan anak itu saling tatap, Sabrin langsung merasa Nada tidak sedang baik-baik saja. Telapak tangannya berusaha merasakan apakah tubuh Nada demam atau tidak.

"Ya ampun, kamu sakit sayang?" tanya Sabrin khawatir.

"Perut Nada, Bu. Sakiiiitt..." rengeknya dengan air mata mengalir.

"Mas, Nada sakit...!!!"

Sabrin langsung bergeser, memberikan tempat untuk suaminya memeriksa tubuh Nada yang sudah banjir keringat dingin. Wajahnya yang putih semakin pucat. Bibirnya menjadi kering sekali.

"Sakit di sini?" tekan Fatah pada bagian kiri perut Nada.

"Awww.. Sakitttttt..." ungkapnya berlebihan.

Bagi sebagian anak bungsu pasti tahu bagaimana reaksi berlebihan yang Nada tunjukkan. Semua itu semata-mata hanya ingin lebih disayang. Bahkan iming-iming bisa dituruti semua permintaan ketika sakit seperti ini.

"Telat makan kamu kemarin, begini jadinya. Ayah ambil obat dulu," ucap Fatah yang ditanggapi cibiran Nada.

Siapa juga yang kemarin mau telat makan? runtuk hatinya kesal. Kalau bukan karena Ayahnya, Nada tidak akan merasa sakit seperti ini. Tetapi semua sudah terjadi, untuk apa disesali kembali. Nada pun mengerti seperti apa sikap Ayahnya selama ini.

Sabrin di sampingnya hanya bisa harap-harap cemas menunggu. Dia memang paling bingung jika sudah ada anggota keluarganya sakit. Untung saja Fatah adalah seorang dokter. Setidaknya Sabrin percaya Fatah akan menangani putri mereka dengan baik.

"Ibu buatin bubur dulu ya sayang,"

"Iya, Bu." sahut Nada serak.

Tak lama berselang, Ayahnya datang kembali dengan setas besar perlengkapan pemeriksaan serta obat-obat medis yang memang sengaja dia sediakan untuk di rumah.

Di antara bahu dan telinga kirinya terselip ponsel yang menghubungkannya dengan seseorang.

Saat itulah cibiran Nada hadir kembali. Kemarin Ayahnya bilang, hari ini ia tidak akan kerja. Tidak akan berhubungan dengan rumah sakit. Demi menemani dirinya dan sang Ibu pergi menyiapkan segala perlengkapan untuk puasa Ramadhan esok hari.

Akan tetapi, MANA BUKTINYA?

Ini sih sama saja janji tanpa bukti. HOAX!!! Teriak hati Nada kencang.

"Temui saja Dokter Iwan, memangnya penting sekali?" ucap Fatah kepada seseorang disambungan teleponnya.

Di samping itu juga, ia terus melakukan pengecekan dengan alat-alat kesehatan kepada Nada. Mulai dari termometer yang ditempelkan pada ketiak Nada, sampai menekan-nekan perut Nada dibagian yang sakit.

"Aww.. Sakit Yah," jerit Nada atas tekanan yang terlalu kuat. Tetapi jeritan itu tidak diperdulikan Fatah. Kedua alis hitamnya itu terangkat tinggi mendengar info yang disampaikan oleh orang itu.

"Memangnya kemarin apa analisanya?"

"Kalau begitu bilang saja, memang kondisi pasien belum bisa ditemui."

"MEMAKSA???" teriak Fatah cukup kencang kepada lawan bicaranya itu hingga Nada refleks menutup wajahnya dengan selimut karena takut.

Dia yang lagi sakit, dia yang lagi sensitif karena sedang datang bulan, bisa-bisanya sang Ayah menyemprot anak buahnya di depan Nada.

"Kalau begitu arahkan ke rumah saya jika dia mau penjelasan mengenai mekanisme penangan pasien,"

"Tapi tunggu, siapa namanya tadi?"

"Bilang dengannya saya tunggu di rumah." Tutup Fatah pada sambungan teleponnya. Dia meletakkan ponselnya di atas nakas, lalu memandang putrinya bersembunyi di bawah selimut.

"Kamu kenapa, dek?"

"Udah belum marahnya?" seru Nada dari balik selimut. "Nada nggak salah apa-apa masih aja kena semprot. Ayah jahat banget sih,"

Langsung saja Fatah tertawa geli melihat wajah Nada. Dia mencubit pipi Nada gemas, lalu menarik duduk tubuh putrinya itu. "Udah gede masih manja. Nggak bagus. Kamu mau nanti kayak Ibumu jaman dulu? Apa-apa nggak bisa,"

"Kan bisa belajar."

"Belajarnya dari sekarang. Jangan sesudah menikah. Kalau iya kamu dapat suami kayak Ayah, kalau nggak gimana?"

Lidah Nada terasa terbelenggu. Benar kata Ayahnya, dia terlalu manja pada orang tuanya. Lalu ketika sudah menikah nanti, apakah suaminya bisa menjadi tempat manjanya?

"Kan Ayah pasti pilihin suami terbaik untuk Nada," cengirnya lebar sambil menelan obat lambung cair yang Fatah berikan. "Hueeekkk.. Obatnya nggak enak banget!!!" protesnya kencang.

"Apa-apa mau enaknya aja! Dunia itu harus seimbang, Nada." tegur sang Ayah kembali. "Ya udah kamu istirahat. Nanti Ibu bawa bubur, baru isi perutmu."

"Siap Pak Dokter,"

Fatah menggeleng melihat tingkah putrinya yang selalu banyak akalnya. Tubuhnya langsung ke luar, menuju dapur memberitahu istrinya kalau sebentar lagi akan ada tamu. Agar Sabrin bisa menutup auratnya.

***

Diperiksa sudah, diberi obat oleh sang Ayah sudah, makan bubur buatan Ibunya sudah. Sekarang Nada menjadi bosan karena tidak melakukan apa-apa di kamarnya.

Sejak tadi hanya berulang kali dia memindahkan channel televisi karena memang siaran tidak ada yang bagus. Gadis itu juga sudah keluar masuk menyelami semua media sosial yang dirinya miliki hanya untuk menghilangkan sedikit rasa bosan. Tetapi kenyataannya rasa bosan tetap saja bertahan di dalam tubuhnya.

Sambil merentangkan seluruh otot tubuhnya, Nada mulai berjalan keluar kamar. Dia ingin melihat apakah Ayahnya tetap di rumah setelah mendapatkan telepon atau tidak.

Harusnya Ayahnya tetap memenuhi janjinya untuk di rumah. Bukan sibuk kembali dengan kerjaannya itu.

Yah seperti yang sering kali Ayahnya ajarkan kepada Nada dan Abangnya, Syafiq. Apalagi Nada ingat betul, dalam surat Al-Isra ayat 34 tertulis bahwa sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya.

Karena itu dari pada Ayahnya diminta pertanggung jawabannya di akhirat nanti, lebih baik Nada ingatkan kembali jika hari ini adalah hari untuk dirinya dan sang Ibu.

Akan tetapi karena terlalu teledornya, dia lupa memakai kerudungnya ketika keluar dari kamar. Alhasil, saat langkahnya berhenti pada anak tangga terakhir, suara teguran dapat ia dengar dari sang Ayah yang berada di ruang tamu.

Takut-takut wajah gadis itu melirik ke arah asal suara, ingin tersenyum tetapi pipinya kaku. Karena di sana bukan hanya ada Ayahnya seorang, melainkan Ayahnya tengah berdua dengan seorang laki-laki.

Laki-laki yang sama seperti kemarin. Laki-laki yang begitu membuatnya takut dan juga berhasil menarik perhatian Nada begitu besar, hingga ia begitu penasaran siapa laki-laki itu.

"Aaaaaaaaaahhhhhhgg.... TOLONG JANGAN LIHAT NADA!! TOLONG JANGAN!!!!! NADA BUKAN HANYA UNTUK DILIHAT, TETAPI UNTUK DIMILIKI," Jerit Nada sambil berlari kembali ke dalam kamar.

Jujur saja, hal pertama yang ia rasakan adalah malu. Apalagi manik mata bulat berwarna hitam itu terus menatapnya dari atas sampai bawah, sudah membakar tubuh Nada luar biasa.

Namun ada rasa aneh yang terasa selain perasaan malu. Nada tidak tahu apa namanya. Apa perlu Nada bertanya kepada Ayahnya yang memiliki otak jenius itu?

"IBUUU.. NADA TERNODAIIII...." Jeritnya dari balik pintu kamar.

Laki-laki itu adalah orang pertama yang bukan mahramnya melihat tubuh Nada tanpa tertutup aurat. Dan mungkin saja menjadi yang terakhir.

***

Bersambung..
Ulululuuuuu....baliikk nih.
Bawa si babang Agam sama Nada..
Semoga masih ada yang suka yee?
Tenang ini gak seberat emak bapaknya. Ini mah anak muda banget.
Tapi Nada nggak termasuk ya.
Disaat perempuan seusia Nada masih banyak yang mengobral aurat, Nada malah ketakutan saat auratnya dilihat bukan mahramnya.

Ohhh.. Iya..
Mau info satu lagi ini..
Kalau Al Kahfi, udah dicetak sejak lama. Maka selanjutnya aku mau bilang complete me akan aku cetak juga. Insha Allah sehabis lebaran.
Ada yang mau???
Hehehee..

Emang udah lama banget sih. Tapi masih banyak aja yang tanyain kenapa complete me nya nggak dibukuin juga. Yah mau gmn lagi,

Selain itu KITA juga akan aku bukukan. Jadi Al kahfi family semua ada dalam bentuk cetaknya. Insha Allah.

Kapan itu waktunya?
Abis lebaran lah ya..
Bisa nabung dulu bagi yang mau.. Hehehhee..

Ada bedanya gak sama yg diwattpad? Ya adalah. Aye mana pernah bikin buku nggak ada bedanya sama wattpad.


Lihat tatapan Agam mandang si Nada yg nggak pakai hijab. Terus tampilan itu cewek acak2an..
Jadi mesam mesem begini dia

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro