26
Kenalilah calon pasanganmu bukan hanya sekedar tahu. Namun kenalilah kelebihan dan kelemahannya untuk membantu memperbaiki dirinya.
Buka puasa sore ini tidak seperti biasanya. Bukan karena Sabrin menyajikan berbagai macam panganan berbuka puasa. Melainkan meja besar itu kedatangan dua tamu laki-laki yang memiliki tujuan sama.
Sejak ucapan Agam tadi, Fatah langsung mengajaknya masuk. Berbicara bertiga dengan Wahyu di dalam ruang kerjanya. Sampai-sampai Nada mati penasaran menunggu penjelasan dari sang Ayah.
Namun sampai adzan magrib tiba, Fatah belum sedikit pun menjelaskan kepada Nada apa yang dirinya bicarakan dengan dua pemuda itu.
Di satu sisi Nada kesal karena tidak diberitahu apapun. Di sisi lain dia bahagia memandang penuh kening putih Agam yang terus menunduk.
Sejak meminum air teh hangatnya, kepala Agam tidak kunjung terangkat. Ia fokus menunduk, menikmati setiap biji buah kurma yang disediakan. Padahal di atas meja tersebut tidak hanya ada kurma yang tersedia, namun pilihan Agam masih sama. Buah yang menjadi makan berbuka favorit nabi.
Semua yang dilakukan Agam berbanding terbalik dengan Wahyu, dia sibuk tersenyum-senyum sendiri memandang Nada yang merasa kesal ditatap olehnya.
"Saya mau kalian berdua sholat tarawih di sini bersama. Bagaimana?" tanya Fatah kepada dua laki-laki di sisi kirinya.
"Boleh.. Boleh," sahut Wahyu cepat.
Namun tidak dengan Agam. Keningnya berkerut dalam seperti berpikir sesuatu. "Maaf, malam ini saya ada urusan, Pak."
Fatah melihat di sampingnya Wahyu mencibir mendengar jawaban dari Agam. Dari ekspresinya saja Fatah bisa menilai bila Wahyu tengah merendahkan Agam. Tetapi Fatah tidak mau menilai sepihak saja. Mungkin saja ekspresi yang Wahyu tampilkan sudah Fatah artikan salah. Bukankah dalam Islam tidak boleh berpikir negatif kepada orang lain?
Seperti dalam salah satu hadits Al Bukhori, Rasulullah bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ الْحَدِيث ،وَلاَتَحَسَّسُوا وَلآتَجَسَّسُوْا وَلآتَحَاسَدُوا وَلآتَدَابَرُواوَلآتَبَاغَضُوا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا
"Jauhilah berprasangka karena sifat berprasangka itu adalah sedusta-dusta pembicaraan. Dan janganlah kamu mencari kesalahan, memata-matai, janganlah kamu berdengki-dengkian, janganlah kamu belakang-membelakangi dan janganlah kamu benci-bencian. Dan hendaklah kamu semua wahai hamba-hamba Allah bersaudara." (HR. Bukhori)
Fatah paham benar masalah hadits tersebut. Tetapi lingkunganlah yang terkadang membuatnya lupa atas hadits Rasulullah tersebut. Melihat orang lain dengan tampilan buruk saja, pikiran manusia langsung tertuju pada hal buruk. Padahal hal seperti itu belum tentu sepenuhnya benar.
Astagfirullah al'adzim.. Kembali lagi ia lupa bahwa beberapa minggu ini sudah salah menilai sosok pemuda yang duduk tak jauh darinya. Lalu setelah percakapan mereka tadi, apa Fatah mampu menghapus penilaian buruknya kepada Agam.
"Baik kalau nak Agam tidak bisa, saya tidak memaksa," Fatah sengaja melirik Nada yang cemberut menatap ke arahnya. Tanpa ditanya pun Fatah tahu apa kemauan putrinya itu.
"Lain kali kita bisa tarawih bersama."
"Insha Allah," jawab Agam pelan masih dengan kepalanya yang menunduk.
***
Selepas sholat magrib berjamaah, Agam memilih pamit pulang kepada Fatah dan Sabrin. Niatnya ingin berbicara dengan Nada langsung hilang setelah ultimatum Fatah kembali bergema di telinganya.
Jujur saja dia malu. Apalagi tadi di ruangan itu bukan hanya ada Fatah seorang. Melainkan ada laki-laki lain yang ternyata sudah mengkhitbah Nada.
Ya Tuhan, apakah ia kalah cepat? Batinnya bertanya-tanya. Tetapi ingin maju pun ia ragu. Banyak sekali kekurangannya yang tadi Fatah jelaskan. Jika bisa dinilai satu sampai 10, Agam cuma memiliki nilai 3. Selebihnya adalah kekurangan Agam.
Saat Agam memakai helmnya, ia melirik Nada yang masih berdiri kaku di belakang sang Ayah. Gadis yang biasanya tidak bisa diam itu mendadak bisu. Membuat Agam menjadi patah semangat tanpa mendengar celotehannya.
Baru Agam sadari ternyata kehadiran Nada dalam hidupnya benar-benar membekas. Entah mulai dari adegan di dalam kereta itu atau dari tempat lain, Agam kurang mengerti. Yang jelas Nada sudah mencuri perhatiannya.
"Nada," panggil Fatah.
"Iya, Yah."
"Tadi dia mau berbicara padamu. Coba kamu tanya sama dia, ada masalah apa?"
Ragu-ragu Nada mengangguk, berjalan mendekati Agam yang sudah mulai menyalakan motornya. Ia nampak kaget saat Nada mendekat secara tiba-tiba.
"Tadi.. Tadi katanya mau ada perlu sama aku, ada apa ya?" cicit Nada bingung. Bukan karena menjaga sikapnya, tetapi bulu kuduk punggungnya merinding. Mungkin karena tatapan dari kedua orang tuanya serta laki-laki yang telah mengkhitbahnya. Yah walau belum ada jawaban sampai saat ini, namun Wahyu seolah yakin ialah yang berhak atas Nada.
Dari kedua bentuk matanya, Nada yakin Agam sedang tersenyum. Memakai helm full face ditambah masker untuk menutup mulutnya, membuat Nada bingung ekspresi apa yang Agam tampilkan.
"Untuk lusa," ucap Agam pelan.
"Apa?" ulang Nada kurang yakin. Karena suara motor Agam cukup membuatnya kurang dengar ucapan Agam barusan.
"Saya akan membantu jadi panitia,"
"Serius?" senyuman bahagia tidak bisa Nada sembunyikan. Ia membalas tatapan Agam yang menganggukan kepala sebagai jawaban Nada.
"Nanti saya tanya Wahid di mana lokasinya," ucap Agam sebelum menaiki motornya.
Nada membisu di tempat. Ada rasa tidak rela mendengar ucapan Agam. Mengapa harus bertanya kepada Wahid untuk lokasi acara. Mengapa bukan bertanya kepadanya?
"Saya pamit dulu,"
Sebelum Agam mulai menjalankan motornya, bahu Agam ditepuk oleh seseorang.
Kopling di motornya kembali ia netralkan. Melihat tangan siapa yang baru saja menghentikannya. Ternyata sosok laki-laki yang sudah mengkhitbah Nada berdiri tak jauh dari dirinya.
Memandang Agam dari atas sampai bawah sembari tersenyum. "Jangan pusing-pusing bro mikirin Nada. Lo tahu kan siapa yang udah pasti menang." tawanya licik.
Agam tidak melihat sosok kedua orang tua Nada yang sejak tadi berdiri di depan pintu. Pantas saja laki-laki ini berani berbicara begitu.
Dari pertama kali melihat, Agam bisa menilai seperti apa karakter laki-laki tersebut. Setiap hari bertemu banyak orang, menganalisa kasus sampai memberikan sanksi kepada tersangka membuat Agam belajar banyak hal.
Yang paling mudah, jangan percaya kepada orang yang terus saja berbicara manis di depanmu. Karena bisa jadi di belakangmu ia menusuk paling dalam.
Sebelum menjawab Agam mematikan mesin motornya lebih dulu. Tanpa memandang Nada, ia menjawab dengan lantang agar gadis itu tahu seperti apa makna cinta dalam dirinya selama ini.
"Saya tahu siapa yang akan menang. Tetapi yang anda tidak tahu, dalam cinta tidak ada kata menang atau kalah. Melainkan yang ada adalah searah atau tidak searah. Anda boleh merasa menang dalam penilaian menjadi imam dalam hidup Nada. Tetapi Anda tidak akan pernah bisa searah dengannya. Jadi apa Anda masih yakin bisa menjalankan pernikahan sedangkan kalian saja tidak pernah searah." jelas Agam lantang.
Bibir Wahyu tertutup rapat. Ia sempat melirik Nada yang tersenyum malu-malu ke arah Agam. Tetapi sayangnya laki-laki itu sama sekali tidak mencuri pandang ke arah Nada.
Seolah-olah fokusnya saat ini bukanlah Nada. Melainkan hal lain yang lebih penting.
"Assalamu'alaikum," salam Agam.
"Wa'alaikumsalam, Mas Agam." jawab Nada malu-malu.
Tubuhnya langsung berbalik ketika Agam pergi tanpa memperdulikan Wahyu di sampingnya. Ia tidak butuh laki-laki yang penuh kepalsuan seperti itu.
***
"Ayo.. Terus-terus." seru Nada memarkirkan mobil dengan bak belakang terbuka untuk membawa semua barang-barang yang akan dibagikan.
"Minggir lo, ini nggak ada sensornya." seru Wahid kesal.
"Apa perlu Nada panggilin badan sensor nih," godanya dengan senyum penuh tawa.
"Seneng lo, puas dari tadi suruh gue ini itu." keluh Wahid. "Serius gue nggak sanggup. Ini udah jam 9 tapi kita belum kelar packing. Nggak bisa cari bantuan lain apa?" tanya Wahid sambil turun dari mobil kemudian berjalan mendekati Nada yang bertolak pinggang.
Pikir Wahid, sepupunya ini benar-benar memiliki sikap bossy sekali. Bisanya hanya menyuruh-nyuruh saja. Memang Wahid akui semua yang terkumpul ini atas jerih payah Nada, tetapi ya Tuhan dia juga capek dari tadi pagi diperintah melakukan ini dan itu.
Sementara Barra, Bitha, Kanaya di dalam sibuk mempacking menjadi beberapa bagian.
Lalu Rafif?
Laki-laki muda itu diberi tugas oleh Nada untuk menghitung uang. Dan memasukkan ke dalam amplop sesuai nominal yang Nada minta.
"Nad,"
"Oy," seru Wahid dengan wajah banjir keringat.
"Abang nyerah?" tanya Nada.
"Bukan nyerah? Tapi..."
"Ya udah Abang istirahat dulu sana."
"Terus yang di dalam mobil ini siapa yang angkut ke dalam untuk di packing?"
"Nanti Nada cari bantuan," jawabnya sok tenang. Padahal ia juga tidak tahu meminta bantuan kepada siapa lagi?
Kedua Abangnya, Syafiq dan Shaka benar-benar tidak bisa datang. Apalagi para Ayah semuanya sibuk bekerja.
Lagi juga memang salah Nada, memilih waktu bukan disaat libur kantor. Maka sekarang ia harus menikmati semua kesusahannya ini.
Setelah Wahid meninggalkannya untuk beristirahat sejenak, Nada masih memandang beberapa kardus yang menumpuk di dalam mobil. Harusnya kardus-kardus itu diangkat ke dalam untuk di packing sesuai kebutuhan.
"Mau nggak mau," gumam Nada.
Dia sampirkan kedua ujung kerudungnya pada masing-masing bahu, lalu perlahan mencoba menurunkan mulai dari ukuran kardus terkecil.
Berat. Satu kata itu yang langsung muncul dipikirannya. Tubuhnya yang kecil terasa semakin kecil akibat mengangkat semua kerdus-kerdus itu.
Ketika kardus itu berhasil ia taruh di lantai, Nada tidak patah semangat. Ia menarik kardus itu. Bahkan sesekali mendorongnya dengan kaki.
Susah memang. Namun yang namanya usaha dan perjuangan memang tidak ada yang mudah. Termasuk dalam urusan cinta.
Cinta lagi, cinta lagi. Kemarin saja Nada tidak tahu seperti apa akhirnya. Masih saja ia berani berbicara cinta.
"Kalau ingatkan imam salah dalam sholat mah gampang. Terus kalau ingatkan calon suami salah arah, gimana caranya?" gumamnya seorang diri. "Ah, cinta.. Cinta. Kok ngeselin sih. Hadir tanpa bisa dimiliki orangnya, buat apa."
Karena keseringan membungkuk, punggung Nada mendadak sakit. Ia mencoba merenggangkan, sambil meringis akibat bunyi-bunyi suara dari urat-urat tubuhnya.
Memang sih sudah jamannya perempuan kuat dicinta para laki-laki. Tetapi tidak seperti ini juga. Kesal hatinya.
"Gagal juga deh ini acara. Harusnya gue tahu di dunia ini nggak ada yang sempurna. Udah terlalu percaya diri duluan karena pujian-pujian dari orang, tahu-tahunya zonk,"
Nada tidak peduli bila dipandang seperti orang gila saat ini. Karena beginilah keluh kesahnya menjalani hidup. Ia juga tidak mau munafik akan sikapnya, kadang sering kali ia lebih suka mengeluh seperti ini entah kepada siapa. Padahal Nada pun tahu ada Tuhan yang maha mendengar untuk umatNya.
"Ehh.. Ehh.." seru Nada kaget saat melihat kedua tangan kekar mengangkat kardus yang sejak tadi ia tendang-tendang.
"Dalam hidup memang tidak ada yang sempurna. Tapi saya ingin kamu tahu satu hal yang paling sempurna di antara yang mendekati sempurna,"
"Apa?" tanya Nada merasa bahagia saat tahu siapa yang datang.
Agam menghentikan langkahnya untuk mengambil kardus di dalam mobil tersebut. Tubuhnya memang membelakangi Nada, tetapi pikiran dan hatinya terus tertuju pada gadis itu.
"Menerimaku menjadi teman dalam hidupmu,"
Mulut Nada terbuka lebar sebagai reaksi spontan perkataan Agam. Namun setelahnya senyum jahil itu muncul begitu saja. "Yakin cuma jadi teman?"
***
Bersambung..
Whakakaka..
Sengaja banget deh aku buat sikap Nada makin dibenci pembaca.
Bodo amat.
:v ini ceritaku murni. Nggak suka sama gadis kayak Nada sikapnya, ydh jangan dipaksa.
Aku ingatkan sekali lagi, menutup aurat itu kewajiban. Tetapi sikap ngeselin kayak Nada adalah karakter pribadi masing-masing.
Jadi jangan dicampur adukkan dong!!!
Yang tanya Ayah Adit sama Mama Adel mana fotonya, ini yak mereka. Si selebgram.. Yang udah baca instalove tahu kan Ayah Adit jadi pahlawan apa pada tanggal 10 november?
Hayoo ngaku.. Siapa Srikandi di sini???
Dan ini para pemain KITA yak..
Kalo yang ini tahu kan jadi cast siapa aja..
Gimana yang ini?
Whakakak.. Sempet kesel sih sama cast ceweknya. Ini yang buat aku males pake cast indonesia..
Peace
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro