Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dream

"Ayah... Ibu... Kalian mau kemana?"
Tanya seorang anak berambut merah. Piyama masih melekat dengan nyaman ditubuhnya. Tangan sebelah kiri mengenggam erat bantal berbentuk bintang, sedangkan tangan sebelah kanannya mengucek-ucek matanya karena kantuk masih menguasainya. Ia terbangun karena mendengar keributan dilantai bawah rumahnya, lalu segera turun menuju bawah meninggalkan kembarannya yang masih terlelap di alam mimpi.

Sang ibu tersenyum. Ia menghampiri anak itu, Lalu berjongkok didepannya. Tangannya terangkat mengelus lembut rambut anak berambut merah itu. Sementara sang ayah tetap berdiri di depan pintu, ia tetap melemparkan senyumnya walau ada sesuatu yang ia sembunyikan.

"Riku mengerti kan. Bila keluarga kita secara turun temurun menjaga dan mengendalikan 'gerbang' dan kita dibantu juga dengan para 'suara gerbang' ?"
Anak yang dipanggil Riku mengangguk mengiyakan perkataan ibunya.
"Riku juga tahu bila anggota keluarga kita yang menjadi 'penjaga' akan menyatu bila kita menyegel 'gerbang' itu?"
Riku kembali menganggukkan kepalanya, matanya menatap wajah ibunya yang tetap tersenyum lembut. Entah kenapa perasaannya sangat tidak enak, seakan-akan ada hal buruk yang akan terjadi.

"Jadi Riku... Ibu dan ayah akan pergi menjaga 'gerbang'. Kamu harus tetap dirumah dan jagalah kakakmu ya! " kata ibunya sambil bangkit berdiri dari jongkoknya. Tangannya ditahan oleh Riku yang menggelengkan kepalanya, matanya sudah berkaca-kaca karena bulir air mata yang sebentar lagi akan turun dari kedua matanya.
"Tapi... "

"Riku... Ini sudah menjadi tugas ayah yang menjadi 'penjaga gerbang' dan ibumu sebagai 'suara gerbang' . Jadi Riku tetap dirumah dan jangan keluar ya! " kata ayahnya menyakinkan Riku agar mereka dapat pergi. Riku menundukkan kepalanya lalu bahunya mulai terguncang, isakan lirih keluar dari mulutnya.

Sang ibu yang tak tega segera memeluk tubuh kecil Riku, ayahnya pun juga memeluk tubuhnya. Seketika kehangatan memenuhi rongga dada Riku. Namun tangisannya semakin kencang, ayah dan ibunya panik karena Riku yang semakin mengencangkan tangisannya. Riku merasakan bahwa pelukan ini adalah pelukan yang terakhir. Pelukan terakhir yang akan ia rindukan.

Setelah agak tenang dan tangisan Riku yang berhenti, ayah dan ibunya melepaskan pelukannya, mereka menatap lembut Riku yang masih ada di rengkuhan hangat mereka. Ibunya menghapus air mata yang tersisa disudut netra merah anak bungsunya.
"Riku mau berjanji kan?" tanya ibunya sambil mengelus lembut rambut riku.
"Janji apa? " jawab Riku yang masih sesengukan setelah menangis.
"Berjanjilah apapun yang terjadi, jangan salahkan sang takdir. Lalu... "
Ibunya menyentuh lembut dada sebelah kiri Riku.
"Jangan pernah kehilangan kasih sayang dari dalam sini. Tetaplah jaga ia dengan baik, jangan sampai hatimu kehilangan dirinya. maka ia akan membantumu disuatu saat nanti"

Riku menatap kedua orang tuanya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Kedua orang tuanya kembali bangkit dari duduk jongkoknya.
"Ibu dan ayah berangkat dulu ya! "
Kata ibu Riku sambil melambaikan tangannya. Riku hanya menatap kedua orang tuanya yang keluar dari pintu dan membalas lambaian tangan dari ibunya.

Setelah menutup pintu dengan rapat, Riku termenung memikirkan kata-kata ibunya. Ia sedikit kebingungan dengan kata yang diucapkan ibunya.
Ditengah lamunannya ia dikejutkan oleh sebuah suara.
"Riku... "
Riku segera mengandahkan wajahnya dan menemukan kakak kembarnya yang berdiri di anak tangga. Kakaknya turun dari tangga itu dan menghampiri adiknya yang ada didepan pintu rumah.
"Apa yang sedang kamu lakukan disini? " tanya kakaknya. Riku menggelengkan kepalanya lalu tersenyum kecil.
"Aku hanya mengambil segelas air untuk minum." jawabnya

Riku berjalan meninggalkan kakaknya yang masih berdiri ditempatnya lalu menaiki anak tangga menuju kamar tidurnya yang ada di lantai atas.
"Kau berbohong kan, Riku? "
Langkah kaki Riku berhenti, ia membalikkan badannya menuju kakak kembarannya.
"Ayah dan ibu keluar dari rumah dan pergi untuk menyegel 'gerbang'. Iya kan? "
Riku masih tidak menjawab pertanyaan dari kakaknya. Keheningan menguasai ruangan itu. Mereka berdua seperti tidak ingin membuka pembicaraan lagi.

Tenn menghela nafas lalu berjalan mendekat menuju tangga dan berhenti di depannya. Ia mendongakkan kepala menatap adiknya yang berdiri di ujung tangga, tatapan mata mereka bertemu namun tenn segera berbalik.
"Aku mendengarkan pembicaraan dari ruangan kerja ayah dan ibu. Disana kau juga mendengarkan pembicaraan mereka secara diam-diam juga kan? "

Riku terkejut sebab kembarannya mengetahui perbuatannya, saat itu ia berfikir dan yakin tidak ada satupun orang yang mengetahui dimana ia bersembunyi.
"Kakak juga mendengarkan pembicaraan mereka? " tanya Riku setelah terdiam beberapa saat.
"Ya aku juga mendengarkan semuanya. 'Gerbang' itu mengamuk lagi. Bila tidak segera disegel kembali, ia akan membuat seluruh kota membeku. " jawab Tenn. Ia mengigit bibirnya dan mengepalkan tangannya.

"Tapi... Apakah itu menjamin bahwa 'gerbang' akan terus tertutup. Itu hanya bersifat sementara dan tidak selamanya. Sedangkan 'penjaga gerbang' dan salah satu 'suara gerbang' harus berkorban untuk menyegelnya, kau mengerti apa maksudku kan Riku? "
Riku kembali terdiam ia juga mengerti fakta yang ada di hadapannya. Fakta itu menjadi takdir yang terus membelenggu keluarganya selama ratusan tahun.

"Jadi aku akan menyusul ayah dan ibu untuk menghentikan tindakan konyol mereka" kara Tenn seraya mengambil jubah yang tergantung di gantugan baju di samping pintu. Tangannya telulur untuk membuka gagang pintu tapi dihentikan dengan tarikan yang berasal dari belakang jubahnya. Di belakangnya berdiri Riku yang sedang menggenggam jubahnya. Tatapan tak rela dan eksperesi khawatir sangat terlihat diwajahnya.

"Kakak kita harus tetap di rumah, ayah dan ibu menyuruh kita tetap disini. Mereka akan marah bila kita bersikeras untuk menyusul. "
Kata Riku yang berusaha menghentikan niat kakaknya itu.
"Lalu apakah kamu ingin ayah dan ibu melakukan hal konyol itu dan menyuruhku untuk menunggu seperti orang bodoh. Jawab Riku?! "

Riku menundukkan kepalanya saat mendengar bentakan dari kakak kembarannya. Ia tidak pernah mendengar kakaknya berbicara kasar atau membentak seperti ini. Riku mengerti kakaknya membentak sebab ia sangat khawatir dengan ayah dan ibu mereka, namun ia mengakui bahwa ada sedikit ketakutan yang muncul dihatinya. Ketakutan bila kakak kembarannya akan berubah dan pergi meninggalkan dirinya sendiri.

"Sudahlah... kita hentikan berdebatan ini. Lagipula kau tidak akan bisa menjawab pertanyaanku" kata Tenn kembali membuka pintu, udara dingin beserta titik-titik salju menyapa wajah Tenn. Ia melangkah keluar dari rumahnya. Tenn melangkah dengan mantap tanpa memperdulikan udara yang semakin dingin.

"Kakak! Tunggu! "
Tenn segera menolehkan kepalanya, adiknya sedang berlari berusaha untuk menyusul langkah kakinya. Saat sudah sampai disamping kakaknya, Riku berpangku lutut untuk mengendalikan nafasnya.
"Aku ikut bersama kakak. Tidak mungkin aku membiarkan kakak pergi kesana seorang diri. Aku juga mengkhawatirkan ayah dan ibu."

Tenn tersenyum mendengar kata-kata Riku, ia mengelus lembut rambut kemerahan adiknya.
"Terima kasih telah menemani kakak. Maafkan kakak karena tadi sudah membentakmu"
Riku ikut tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa. Kakak membentakku karena terlalu khawatir dengan ayah dan ibu. Ayo kita segera bergegas"

Riku dan Tenn segera melangkahkan kakinya sesekali mereka mempercepat tempo berjalannya agar cepat sampai. Sampailah mereka di depan benteng bergerbang itu. Hawa dingin semakin mencengkam saat mereka melangkah memasuki benteng itu. Jalan dan tembok sudah tertutupi es dan salju sampai-sampai warna tembok dan jalan itu berubah menjadi biru.

Riku dan Tenn mempercepat langkah kakinya, tubuh mereka membeku menatap pemandangan di depan sana. Tubuh pria dan wanita tergeletak tak bergerak di sekitar mereka, entah mereka masih bernyawa atau tidak. Mata Tenn menatap gerbang yang terbuka, membawa hawa yang sangat tidak mengenakkan.

Aku menemukanmu... Bersiaplah kehilangan sesuatu yang kau sayangi... Khukhukhu...

Suara itu memenuhi pikirannya, kepalanya berdenyut nyeri disusul badannya yang oleng. Riku segera menahan badan kakaknya yang jatuh namun karena tidak kuat ia ikut terjatuh bersama tubuh kakaknya yang pingsan.
"Kakak!" kata Riku sambil berusaha menyadarkan kakaknya dengan menepuk pipinya tapi Tenn tidak merespon sama sekali.

Teriakan Riku yang berusaha menyadarkan tenn terdengar oleh ayahnya, ia menolehkan kepalanya begitu juga dengan ibunya yang ikut menolehkan kepalanya.

"Riku!! " teriak ayahnya yang terkejut karena anaknya berada di tempat yang sama sekali tidak aman. Matanya menatap anak sulungnya yang tergeletak kehilangan kesadaran tepat dipangkuan anak bungsunya. Ibunya turut menatap cemas kedua anak kembarnya yang berada di belakang tubuhnya. Mereka berdua berusaha tetap fokus dengan 'gerbang' yang masih terbuka di depannya, berusaha menyegel dan menutupnya.

"Cepat lari nak! Segera pergilah dari sini dan bawalah kakakmu pergi dari sini! Ibu dan ayah akan berusaha mengendalikan 'gerbang' ini! " teriak ibunya menyuruh anak bungsunya segera meninggalkan tempat itu.

Anak itu segera mengendong kembarannya yang pingsan di punggungnya. Ia berlari secepatnya, namun ia merasa khawatir dengan kedua orang yang menyuruhnya melarikan diri. Ia berhenti sebentar lalu menolehkan kepalanya kebelakang. Tak terasa bulir air mata berjatuhan dari kedua mata merahnya. Akhirnya ia kembali berlari meninggalkan tempat itu tanpa berbalik dan berhenti.

Meninggalkan kedua orang yang dikasihinya melebur bersama salju yang jatuh dan bertebaran.

Dan gerbang yang kembali tersegel dengan pengorbanan mereka berdua.
Satu keinginan yang terus tergiang-giang di kepalanya.
Ia berharap....
Bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk yang menghampirinya.
Dan esok harinya ia dapat terbangun dari mimpi buruk yang dialaminya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro